KANAL24, Jakarta – Direktur Information Technology PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), Ruco Usthavia Frans memperkirakan bahwa dalam kurun sepuluh tahun ke depan ada 50 perkerjaan di industri perbankan yang akan tergantikan oleh eksistensi teknologi digital.
“Nantinya, ada 50 Persen pekerjaan perbankan yang mungkin hilang dalam kurun sepuluh tahun ke depan,” ujar Rico dalam webinar bertajuk “Leading in Transformation with Service Improvement” yang diselenggarakan Infobank di Jakarta, Selasa (13/10/2020).
Rico mencontohkan, pekerjaan di subsektor jalan tol, terutama di gerbang tol hampir seluruhnya tergantikan oleh teknologi digital. “Contoh petugas tol pada 2017, saat terjadi elektronifikasi 100 persen dikemanakan mereka? Karena, mendadak dalam 3-6 bulan perkerjaan di gardu tol sudah otomatis,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, industri perbankan akan mengalami kondisi serupa, sehingga para bankir dituntut untuk mempersiapkan pekerjaan baru untuk menggantikan pekerjaan yang berpotensi hilang. “Cepat atau lambat, ini sebuah keniscayaan bahwa beberapa pekerjaan di perbankan pasti akan hilang dengan adanya digitalisasi,” paparnya.
Rico mengungkapkan, sejauh ini BMRI sudah merancang dan menyiapkan langkah untuk mengantisipasi hilangnya pekerjaan di industri perbankan.
“Orang-orang yang berpotensi kehilangan kerjaan akan ke mana? Orang operation yang sebagai operator akan diarahkan untuk menjadi operation designer. Mendesain proses yang risikonya terukur,” tutur Rico.
Lebih lanjut dua menyebutkan, saat ini , transaksi di BMRI mulai bergeser, yakni sebesar 97 persen menggunakan e-channel. Terdiri dari ATM sebanyak 46 persen, EDC sebanyak 11 persen dan mobile/internet banking 40 persen, sedangkan melalui kantor cabang hanya 3 persen.
“ATM sebentar lagi tersalip oleh mobile atau internet. Sekarang memang masih banyak di ATM, tetapi mungkin karena adanya pandemi penggunaan ATM mulai berkurang,” ujar Rico sembari menyebutkan bahwa pada 2019 penggunaan ATM sebesar 48 persen, sedangkan mobile/internet banking 36 persen.
Namun, lanjut dia, dalam kurun 1-2 tahun ke depan penggunaan EDC akan meningkat, karena banyak nasabah yang diperkirakan beralih dari mengambil dana tunai di ATM. “Sekarang penggunaan EDC masih relatif flat (13 persen per tahun sejak 2016). Saat ini (2020) penggunaan EDC 11 persen,” imbuhnya.
Rico mengungkapkan, saat ini semakin banyak nasabah menggunakan e-channel, sehingga jika channel di sistem BMRI terhenti, maka nasabah langsung mengetahui. “Kalau dahulu, sistem kami mati, bisa menggunakan secara manual. Dahulu sistemnya mati empat jam, nasabah tidak ribut,” ujarnya.
Maka, jelas dia, industri perbankan harus berubah dalam penanganan sistem teknologi informasi agar bisa memberikan layanan terbaik, lantaran sistem layanan perbankan semakin transparan. “Kita sering kali masih berpikir sebagai bank, padahal kami mungkin sudah sebagai information technology company,” jelasnya.
Pada dasarnya, kata Rico, saat ini tidak terlalu perlu keberadaan fisik bank, namun yang terpenting adalah layanan perbankan secara optimal. “Saya kira banking services, siapa yang melakukannnya atau menyediakannya, baik bank atau bukan bank, tentu bisa diterima masyarakat,” ucap Rico.
Oleh karena itu, menurut dia, pada konteks banking services perlu ada digital leadership dalam sebuah perusahaan dan harus ditetapkan jumlah pimpin yang mengerti teknologi digital. “Lalu, bank bisa menempatkannya ke dalam strategi digital. Kita mau masuk retail digital, wholesale digital atau financial inclusion. Selanjutnya, mambangun culture digital”.(sdk)