KANAL24, Malang – Indonesia harus belajar kepada Australia tentang kebijakan disabilitas. Pernyataan yang diungkapkan oleh Presiden Australia-Indonesia Disbility Research and Advocacy Network (AIDRAN), Dr. Dina Afrianty di sela-sela International Conference on Disability and Disability in Asia, kemarin (24/9/2019) di FH UB.
“Saya orang Indonesia yang menjadi presiden AIDRAN di Australia. Jadi, saya tau betul kemajuan di bidang riset dan kajian-kajian tentang disabilitas disana. Nah, karena saya juga tau apa yang terjadi di Indonesia makanya ini di perlu dipelajari. Sebenarnya, ide melahirkan AIDRAN lahir dari situ. Ini kesempatan bagi kita, karena kita bertetangga negaranya,” terang Dina.
Berdasarkan data BPS penyandang disabilitas di Indonesia hampIr 27 juta orang, jumlah ini lebih banyak dari jumlah total penduduk Australi. Itupun kalau datanya betul, karena di Indonesia kata disabilitas masih berbeda-beda pemaknaannya.
“Setelah conference ini, untuk akademisi kita dorong untuk mempublikasikan jurnal artikel dan juga kita butuh peran media. Supaya, semakin banyak orang menuliskan tentang isu disabilitas semakin banyak orang membaca maka semakin banyak yang aware, dan isunya bisa muncul pada percakapan sehari-hari,” jelasnya.
Dina melanjutkan, keinginan dasarnya adalah membuat bagaimana disabilitas sebagai sebuah konsep dan identitas. Semakin dipahami dan semakin banyak orang yang membicarakannya, maka semakin orang sadar apa yang sudah kita lakukan terhadap penyandang disabilitas dan apa yang teman-teman disabilitas sudah dapatkan selama ini.
Terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara Australia dengan Indonesia terkait dengan fasilitas dan kebijakan disabilitas. Di Australia kebijakan sudah jelas semua orang dengan disabilitas wajib untuk bersekolah apapun keadaanya itu adalah hak. Hak itu harus dipenuhi oleh apapun institusinya, sedangkan di Indonesia ini masih diperdebatkan. Karena Indonesia belum memiliki sarana yang memadai.
“Kita punya UU disabilitas tapi belum di implementasi dan di Australi hanya satu yang memayungi yaitu UU anti diskriminasi, cuman itu saja. Jadi siapapun yang menolak dan memberikan pelayanan yang berbeda itu dinamakan diskriminasi. Banyak yang harus kita pelajari dari Australi seperti merubah attitude dan pandangan terhadap disabilitas,” Pungkas peneliti La Trobe University itu. (sdk)