Kanal24, Malang – Human Immunodeficiency Virus (HIV) masih menjadi tantangan besar dalam dunia medis. Meskipun terapi antiretroviral (ARV) telah menjadi protokol standar yang berhasil memperpanjang harapan hidup pasien, tak sedikit penderita yang menunjukkan respons imun minimal, bahkan setelah pengobatan jangka panjang. Fenomena ini mendorong perlunya pendekatan baru yang lebih holistik dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan tubuh pasien. Salah satu arah baru itu dikaji oleh Dr. dr. Didi Candradikusuma, SpPD-KPTI melalui penelitian disertasinya yang berjudul “Opportunistik serta Progresivitas Penyakit pada Pasien Human Immunodeficiency Virus Melalui Perubahan Pola Mikrobiota Usus.”
Sidang terbuka promosi doktor Didi digelar oleh Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) pada Senin (21/7/2025) di Auditorium Lantai 6 Gedung A FKUB. Acara ini menandai puncak dari perjalanan panjang akademik dan riset klinis seorang dokter spesialis penyakit dalam yang juga aktif dalam penanganan penyakit infeksi.
Dalam paparannya, Dr. Didi menjelaskan urgensi dan arah penelitiannya. Ia menyoroti bahwa sebagian pasien HIV tidak mengalami perbaikan imun meskipun telah menjalani terapi dengan benar. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengenai faktor penyerta lain di luar pengobatan standar yang mungkin mempengaruhi kesembuhan pasien.
“Penelitian saya ini menyoroti kondisi pasien HIV yang tetap mengalami gangguan imunitas meskipun telah mendapatkan terapi yang tepat. Kami ingin memahami faktor-faktor yang menyebabkan kondisi ini, salah satunya adalah ketidakseimbangan mikrobiota usus yang bisa memicu gangguan metabolik dan imunologis,” ungkap Dr. Didi.

Menurutnya, keberadaan parasit dan gangguan keseimbangan mikrobiota usus berkontribusi pada ketidakmampuan sistem imun untuk pulih. Pendekatan holistik terhadap pasien HIV menjadi sangat penting, tidak hanya fokus pada pemberian obat, tetapi juga pada kualitas hidup mereka secara menyeluruh.
“Kita harus memandang pasien secara utuh. Mengobati bukan hanya memberikan obat, tapi bagaimana memastikan kualitas hidup mereka kembali seperti orang normal. Dan sayangnya, di Indonesia masih sangat sedikit riset-riset mendalam terkait infeksi seperti ini. Padahal kita punya data, punya pasien, dan punya sumber untuk meneliti sendiri. Jangan sampai justru pihak luar yang memahami pasien kita lebih dulu,” tegasnya.
Penelitian yang Berdampak pada Ilmu dan Layanan Klinik
Promotor disertasi, Prof. Dr. dr. Loeki Enggar Fitri, M.Kes., Sp.Pa(K), mengapresiasi capaian ilmiah dari promovendus. Ia menyebutkan bahwa Dr. Didi berhasil menyelesaikan program doktoralnya di tengah kesibukannya sebagai klinisi. Meski memerlukan waktu cukup panjang, hasil penelitian yang dihasilkan dinilai luar biasa dan berdampak luas.
“Inti dari disertasi ini adalah memahami mekanisme mengapa sebagian penderita HIV yang mendapatkan terapi tidak mengalami peningkatan CD4 sebagai penanda perbaikan klinis. Kami meneliti peran mikrobiota dan adanya parasit oportunistik yang menyertainya,” jelas Prof. Loeki.

Salah satu temuan menarik dari disertasi ini adalah jenis parasit usus yang dominan ditemukan pada pasien HIV. Temuan ini tidak hanya memperkaya khasanah pengetahuan ilmiah, tetapi juga memberikan masukan penting untuk pengembangan materi pembelajaran, serta penyesuaian dalam pelayanan klinis terhadap pasien HIV.
“Kami menemukan parasit oportunistik dominan yang tak terduga, yakni Blastocystis hominis. Ini akan membuka peluang revisi terhadap materi ajar dan pedoman klinis ke depan,” tambah Prof. Loeki.
Ia juga menegaskan pentingnya peran ganda seorang dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan. Dr. Didi diharapkan terus mengembangkan ilmunya dalam jalur penelitian agar hasil risetnya tidak hanya menjadi kontribusi akademik, tetapi juga berdampak pada praktik klinis yang lebih baik.
Mengangkat Potensi Riset Lokal
Disertasi ini juga menggarisbawahi pentingnya penguatan riset-riset lokal di bidang penyakit infeksi. Indonesia, dengan beban penyakit menular yang masih tinggi, seharusnya menjadi pusat kajian yang menghasilkan solusi berbasis lokal. Dr. Didi berharap peneliti di Indonesia, terutama dari institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan, lebih berani menggali potensi riset dalam negeri.
“Kita tidak bisa terus bergantung pada hasil riset dari luar. Kita punya pasien, kita punya sumber, dan kita punya kebutuhan mendesak untuk memahami penyakit dengan konteks lokal. Itulah pentingnya riset semacam ini,” tuturnya.
Sidang terbuka ini dihadiri oleh para dosen penguji, rekan sejawat, serta mahasiswa. Suasana khidmat mewarnai jalannya ujian promosi yang menjadi babak baru dalam kiprah akademik dan pengabdian klinis Dr. Didi Candradikusuma.
Dengan selesainya disertasi ini, FKUB menambah satu lagi lulusan doktor dengan konsentrasi penelitian pada penyakit infeksi dan mikrobiota, yang relevan dengan tantangan dunia medis kontemporer. Temuan dan perspektif dari penelitian ini diharapkan mampu mendorong pendekatan pengobatan yang lebih personal, integratif, dan kontekstual di Indonesia.(Din/Tia)