Kanal24, Malang – Di tengah melimpahnya ketela pohon di Indonesia, sebagian besar batangnya justru terbuang dan hanya dijadikan kayu bakar, padahal menyimpan potensi sebagai pakan ruminansia di saat hijauan kian terbatas. Berangkat dari kondisi ini, Agung Kusuma Wijaya meneliti fermentasi batang ketela dengan Trichoderma asperellum melalui disertasi doktoralnya di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB), sebagai solusi inovatif untuk mendukung ketahanan pakan ternak nasional.
Penelitian tersebut diujikan dalam Ujian Terbuka Disertasi berjudul “Evaluasi Nilai Nutrisi Batang Ketela Pohon (Manihot esculenta) dan Trichoderma asperellum pada Domba Lokal” pada Senin (28/07/2025), di Auditorium lantai 5 Fapet UB.
Baca juga:
FK UB Terjunkan 510 Maba untuk Pengabdian Masyarakat di Pujon

Pemanfaatan Limbah Menjadi Pakan Alternatif
Dalam paparannya, Agung menekankan bahwa batang ketela pohon, yang selama ini hanya dianggap limbah pertanian, sejatinya menyimpan potensi besar sebagai pakan alternatif bagi ternak ruminansia, khususnya domba.
“Disertasi saya berkaitan dengan pemanfaatan limbah tanaman ketela pohon, khususnya batang, yang selama ini belum dimanfaatkan. Melalui fermentasi jamur, nilai nutrisinya bisa ditingkatkan sehingga mampu menjadi pakan alternatif bagi domba,” jelas Agung Kusuma Wijaya, promovendus dalam sidang tersebut.
Agung memanfaatkan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) yang dikombinasikan dengan Trichoderma asperellum untuk meningkatkan kualitas serat kasar batang ketela pohon. Inovasi ini diharapkan mampu mengatasi masalah keterbatasan hijauan pakan, terutama saat musim kemarau ketika ketersediaan rumput menurun drastis.
Relevansi dengan Kondisi Peternakan di Indonesia
Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP., IPU., ASEAN Eng, selaku promotor, menyampaikan apresiasi atas perjuangan panjang Agung hingga menyelesaikan studi doktoralnya. Menurutnya, penelitian ini sangat relevan dengan kondisi peternakan di Indonesia, terutama di daerah dengan lahan pertanian ketela pohon yang luas seperti Lampung.
“Indonesia adalah daerah tropis yang panen ketela pohon dilakukan serentak. Sebanyak 60 persen dari tanamannya berupa batang yang selama ini hanya dipakai untuk kayu bakar. Dengan penelitian ini, limbah tersebut bisa dimanfaatkan sebagai pakan alternatif ruminansia, menggantikan hijauan yang semakin berkurang,” ujar Hartutik.
Beliau juga menambahkan, inovasi ini dapat mendukung keberlanjutan lingkungan sekaligus meningkatkan nilai ekonomis sektor peternakan. “Selama ini batang ketela sering hanya ditumpuk, mengurangi luas lahan, dan merugikan pemilik tanah. Melalui fermentasi dengan teknologi jamur, limbah ini bisa berubah menjadi sumber pakan yang bernilai,” tambahnya.
Manajemen Waktu dalam Menempuh Studi
Sidang disertasi ini juga menyimpan kisah perjalanan akademik yang mengharukan. Agung yang merupakan alumni S1, S2, dan S3 Universitas Brawijaya, harus berjuang membagi waktu antara studi, pekerjaan sebagai dosen di Universitas Lampung (Unila), serta keluarga kecilnya.
“Perjuangan Mas Agung luar biasa. Sejak mahasiswa saya dampingi, dan kini sudah berkeluarga serta memiliki tiga anak. Bahkan sempat berjauhan dengan keluarga karena istrinya bekerja di Surabaya sementara beliau mengajar di Lampung. Alhamdulillah akhirnya bisa berkumpul kembali dan menyelesaikan disertasi ini,” kenang Hartutik.
Ke depan, Agung diharapkan dapat menjadi pionir dalam pengembangan ilmu peternakan di Lampung. “Harapan kami, hasil penelitian ini bisa ditularkan kepada mahasiswa dan masyarakat di Lampung, sehingga ke depan mungkin bisa berdiri Fakultas Peternakan di sana,” tambah Hartutik.
Menuju Peternakan Berkelanjutan
Agung menegaskan, inovasi ini bukan hanya soal pemanfaatan limbah, melainkan juga upaya menuju peternakan berkelanjutan. “Dengan teknologi fermentasi, kita bisa mewujudkan zero waste di sektor pertanian ketela pohon. Limbah yang selama ini menjadi masalah justru bisa mendukung ketersediaan pakan ternak,” ungkapnya.

Baca juga:
Doktor Fapet UB Ciptakan Inovasi Nugget Susu Lada Hitam
Ia menambahkan, pendekatan ini sejalan dengan kebutuhan mendesak dunia peternakan untuk menemukan alternatif pakan yang terjangkau dan ramah lingkungan. “Saya berharap penelitian ini bisa menjadi solusi nyata, khususnya di daerah-daerah yang kaya tanaman ketela pohon, agar peternakan tetap produktif meski lahan hijauan semakin terbatas,” tutup Agung.
Disertasi Agung Kusuma Wijaya membuka perspektif baru tentang pentingnya inovasi dalam pengelolaan limbah pertanian. Dari sekadar batang ketela pohon yang sebelumnya terabaikan, kini hadir peluang nyata untuk memperkuat ketahanan pakan ternak nasional. Penelitian ini bukan hanya kontribusi akademis, melainkan juga wujud nyata pengabdian pada masyarakat dan lingkungan. (nid/dht)