Kanal 24, Malang – Tidak sedikit orang yang mengaku penakut, tetapi tetap menikmati menonton film horor. Fenomena ini cukup unik, karena walaupun jantung berdegup kencang, bulu kuduk berdiri, dan rasa takut menghantui, justru ada sensasi menyenangkan setelahnya. Pertanyaannya, mengapa banyak orang rela berkali-kali mengundang rasa takut itu ke dalam hidup mereka?
Ketakutan yang Justru Dinanti
Rahma (38) adalah salah satu penikmat film horor sejak remaja. Baginya, menonton kisah-kisah menyeramkan sudah menjadi bagian dari hiburan. “Terakhir nonton Siksa Kubur kemarin di Netflix karena waktu tayang di bioskop aku enggak sempat nonton,” ujarnya.
Baca juga:
Sudah Tidur 8 Jam tapi Masih Lemas? Ini Penyebabnya!
Meski menyukai berbagai jenis film, Rahma mengaku horor luar negeri sering kali lebih membekas di hatinya. Salah satunya adalah Pet Sematary (2019), remake dari film klasik tahun 1989 yang diadaptasi dari novel Stephen King. Cerita tentang pemakaman yang bisa membangkitkan orang mati memberi kesan mendalam sekaligus menyeramkan. Ninda (34), penikmat horor lain, bahkan sering menonton bersama keluarganya. Namun ia tetap selektif ketika mengajak anak-anak. “Kalau terlalu mencekam, ada adegan sadisnya, ada sexually explicit content-nya, aku enggak akan ajak anak-anak nonton,” katanya. Menurutnya, film horor Indonesia memang punya kekuatan tersendiri dalam menakut-nakuti penonton.
Horor Lokal dan Tren Penonton
Film horor di Indonesia memang selalu punya tempat khusus. Beberapa tahun terakhir, genre ini menjadi primadona dengan jumlah penonton yang mencetak rekor. KKN Desa Penari misalnya, berhasil menembus lebih dari 10 juta penonton pada 2022. Tahun ini, Siksa Kubur karya Joko Anwar ditonton lebih dari 4 juta orang, sementara Vina: Sebelum 7 Hari mencapai 5,8 juta penonton. Kesuksesan ini menunjukkan bahwa pasar film horor di Tanah Air tetap kuat. Penonton seperti tidak pernah bosan disuguhi cerita seram, meskipun jalan ceritanya sering kali terasa familiar. Hal ini seolah menegaskan bahwa rasa takut memang menjadi daya tarik tersendiri.
Rasa Takut yang Menyenangkan
Lalu, mengapa orang justru mencari pengalaman menakutkan? Menurut Haiyang Yang dari Johns Hopkins Carey Business School dan Kuangjie Zhang dari Nanyang Technological University, stimulasi adalah alasan utama. Paparan terhadap adegan kerasukan, serangan makhluk gaib, atau bahkan kiamat zombi memberikan rangsangan mental dan fisik. “Pengalaman ini bisa menimbulkan perasaan negatif, seperti ketakutan atau kecemasan, tapi juga perasaan positif, seperti kegembiraan,” tulis penelitian mereka. Menariknya, emosi positif sering kali terasa lebih kuat setelah kita mengalami emosi negatif. Inilah yang membuat orang merasa lega dan puas setelah menonton film horor.
Pengalaman Aman Menyentuh Sisi Gelap
Menonton film horor juga dianggap sebagai cara aman untuk menjelajahi sisi gelap kemanusiaan. Kita bisa mengikuti kisah menyeramkan tanpa benar-benar berhadapan dengan ancaman nyata. Hal ini diakui Ninda yang gemar menonton psychological thriller. “Karena seru, bisa bikin adrenalin naik. Walaupun kalau habis nonton suka takut ke kamar mandi sendiri ya,” ujarnya sambil tertawa. Pengalaman ini memberi ruang bagi penonton untuk belajar tentang emosi dan respons tubuh. Studi di jurnal Personality and Individual Differences (2021) bahkan menunjukkan bahwa penggemar horor memiliki kondisi psikologis lebih baik selama masa pandemi dibandingkan mereka yang tidak menyukai horor.
Bagaimana Tubuh Merespons Rasa Takut
Rasa takut dalam film horor memicu reaksi otomatis tubuh. Sistem saraf simpatik membuat detak jantung meningkat, tekanan darah naik, hingga aliran darah ke otot bertambah. Tubuh kita dipersiapkan seolah menghadapi bahaya nyata. Namun setelah ancaman itu hilang, sistem saraf parasimpatis mengambil alih dan menenangkan tubuh. Transisi dari tegang ke rileks inilah yang menimbulkan sensasi lega dan bahagia. Psikiater Zlatin Ivanov menjelaskan bahwa pelepasan dopamin setelah rasa takut berakhir memberikan perasaan nyaman dan bahkan euforia ringan. Studi di jurnal NeuroImage (2020) mendukung hal ini. Penelitian tersebut menyebut film horor sebagai stimulus yang optimal untuk memicu rasa takut, karena otak memproses ancaman di layar seolah-olah nyata. Hasilnya, penonton mengalami ketegangan yang mirip dengan kehidupan nyata, lalu merasa puas saat menyadari ancaman itu hanya ilusi.
Manfaat Lebih dari Sekadar Hiburan
Sensasi lega setelah menonton horor ternyata juga memiliki manfaat psikologis. Konsep ini menjadi dasar terapi exposure, metode untuk membantu penderita kecemasan atau fobia. Dengan menghadapi ketakutan secara bertahap, amigdala di otak dapat dilatih ulang sehingga respons panik berkurang. Misalnya, seseorang yang takut laba-laba bisa belajar menonton film tentang laba-laba, kemudian perlahan berinteraksi langsung di bawah pengawasan terapis. Dengan pemaparan berulang, ketakutan berangsur hilang.
Baca juga:
Penelitian terbaru: Google dan AI Bisa Matikan Orisinalitas
Rasa Takut yang Membebaskan
Dari sudut pandang penonton awam, pengalaman nonton horor memang sederhana: tegang, takut, lalu lega. Namun di balik itu, ada proses psikologis dan biologis yang membuat pengalaman tersebut terasa menyenangkan. Bagi sebagian orang, menjerit di kursi bioskop atau di depan layar laptop justru menjadi cara melepas penat. Ada kelegaan setelah berhasil “selamat” dari adegan mengerikan, dan ada kepuasan karena berhasil menghadapi rasa takut walau hanya melalui film. Pada akhirnya, film horor bukan sekadar tontonan menakutkan. Ia menjadi ruang aman untuk merasakan ketakutan, sekaligus kesempatan untuk memahami diri sendiri. Jadi, lain kali ketika kamu merasa takut-takut tapi tetap ingin menonton horor, ingatlah bahwa rasa itu adalah bagian dari pengalaman manusia yang justru membuat hidup lebih berwarna. (hans)