Kanal 24, Malang – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa barang-barang dari Indonesia akan dikenai tarif impor sebesar 19 persen saat masuk ke pasar Amerika. Kebijakan ini diumumkan langsung melalui media sosialnya, Truth Social, pada Selasa (15/07/2025).
Sebelumnya, tarif ini sempat diumumkan sebesar 32 persen. Namun setelah pertemuan dan negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Amerika, tarifnya diturunkan menjadi 19 persen. “Indonesia akan membayar 19 persen dan kami tidak akan membayar apa pun,” kata Trump dalam unggahannya.
Baca juga:
Gelombang Tarif Trump: Ekonomi Global Terancam Berguncang
Produk Indonesia Dikenai Tarif, Produk AS Bebas Masuk
Sebagai bagian dari kesepakatan ini, Indonesia sepakat untuk membebaskan tarif dan hambatan lainnya bagi barang-barang dari Amerika yang masuk ke Indonesia. Artinya, produk asal AS seperti energi, pertanian, dan teknologi akan masuk tanpa dikenai biaya tambahan.
Trump menyebut kesepakatan ini sebagai kemenangan besar untuk Amerika karena produk AS bisa masuk ke Indonesia dengan bebas, sementara barang dari Indonesia tetap harus membayar tarif.
Indonesia juga menyatakan komitmen untuk:
- Membeli energi dari AS senilai USD 15 miliar (sekitar Rp244 triliun),
- Membeli produk pertanian AS senilai USD 4,5 miliar (sekitar Rp73 triliun),
- Membeli 50 pesawat Boeing untuk kebutuhan dalam negeri.
Dampak ke Indonesia: Risiko Barang Murah Membanjiri Pasar
Meskipun tarif turun dari 32 persen menjadi 19 persen, sejumlah pengamat ekonomi menyebut bahwa kebijakan ini tetap tidak menguntungkan bagi Indonesia.
Karena barang dari AS tidak dikenai tarif, dikhawatirkan pasar Indonesia akan dibanjiri produk impor dengan harga murah. Hal ini bisa membuat produk lokal sulit bersaing, terutama di bidang makanan, elektronik, suku cadang, dan farmasi.
Potensi Risiko Neraca Perdagangan
Beberapa pihak juga memperingatkan bahwa Indonesia bisa mengalami defisit perdagangan dengan AS, yaitu kondisi saat nilai impor lebih tinggi dibanding ekspor.
Bahkan meski perdagangan Indonesia secara keseluruhan masih untung (surplus), hubungan dagang dengan AS justru bisa merugi karena kesepakatan yang tidak seimbang ini.
Baca juga:
Minyak Atsiri RI Tembus Ekspor Rp4,2 Triliun
Apa yang Ditawarkan Indonesia?
Untuk memperkuat hubungan dagang dan menghindari konflik, pemerintah Indonesia memberikan sejumlah penawaran, di antaranya:
- Kerja sama mineral penting seperti nikel dan tembaga untuk mendukung industri kendaraan listrik dan militer AS,
- Menambah pembelian gandum, kedelai, gas LPG dan LNG dari AS,
- Meringankan aturan kandungan lokal (TKDN) untuk perusahaan teknologi seperti Apple dan Microsoft,
- Mencabut aturan lama soal impor demi memudahkan masuknya barang,
- Menurunkan tarif masuk produk AS menjadi 0–5 persen dari sebelumnya 5–10 persen.
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah bertemu langsung dengan Menteri Perdagangan AS dan Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) di Washington DC (09/07/2025), untuk menyepakati langkah negosiasi lanjutan.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Perekonomian menyebut bahwa kesepakatan ini belum final dan negosiasi masih bisa dilakukan hingga Agustus 2025. (han)