oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Kesabaran yang benar akan melahirkan ketawakkalan kepada Allah swt saat dalam menghadapi musibah termasuk pandemi covid-19. Mekanisme ilahiah dalam menghadapi musibah adalah dengan kesabaran, suatu suasana psikologis yang penuh ketenangan. Sikap tenang dalam menghadapi musibah akan mengarahkan seseorang dalam menemukan solusi menghadapi musibah. Kesabaran akan bermakna manakala disertai ketawakkalan, yaitu sikap pasrah dan menerima realitas dengan sebuah keyakinan bahwa peristiwa yang sedang dihadapinya adalah berada dalam kekuasaan taqdir atau ketetapan Allah swt Yang Maha Adil serta Maha Perencana.
Konsep ketawakkalan dalam teologi Islam berbeda dengan kepasrahan dalam pengertian nrimo, sebuah tindakan yang pasrah tanpa upaya (pasif). Sementara ketawakkalan dalam perspektif Islam adalah mempercayai bahwa realitas yang terjadi berada dalam perencanaan taqdir dari Allah swt untuk menguji hambaNya serta ada upaya sungguh-sungguh untuk mencari solusi atas musibah yang terjadi. Artinya ketawakkalan adalah sikap penerimaan atas suatu kondisi disertai usaha maksimal.
Terdapat sebuah kisah yang disampaikan oleh seorang sahabat Nabi SAW, Anas bin Malik, pada suatu hari ada seorang laki-laki berhenti di depan masjid untuk mendatangi Rasulullah. Unta tunggangannya dilepas begitu saja tanpa ditambat. Rasulullah bertanya, ”Mengapa unta itu tidak diikat?” Lelaki itu menjawab, ”Saya lepaskan unta itu karena saya percaya pada perlindungan Allah SWT.” Maka Rasulullah menegur secara bijaksana, ”Ikatlah unta itu, sesudah itu barulah kamu bertawakal.” Lelaki itu pun lalu menambatkan unta itu di sebuah pohon kurma.
Ketawakkalan menghadapi bencana bukanlah menerima pasrah secara pasif, melainkan berupaya sekuat tenaga untk agar dapat dapat selamat dari bencana. Suatu tindakan pencegahan dari sebuah wabah harusnya dilandasi oleh semangat kepasrahan kepada Allah seraya menyadari bahwa semua kejadian dan peristiwa datangnya dari Allah subhanahu wa ta’ala dan ketetapan-Nya (taqdir).
Sikap tawakal berarti memasrahkan diri sepenuhnya kepada Allah dengan menyadari bahwa dibalik semua ketetapannya (takdir) pasti lah ada maksud kebaikan yang sedang Allah rencanakan untuk hambanya melalui diturunkannya suatu apa ataupun bencana. Manakala ketawakalan yang pertama kali dihadirkan di dalam menghadapi suatu bencana, maka tentu Allah akan menurunkan jalan keluarnya selain memberikan ketenangan dalam jiwa. Allah berfirman :
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS. Ath-Thalaq, Ayat 3)
Solusi ilahiyah atas suatu bencana dengan mendahulukan ketawakalan dan kesabaran akan membuat setiap manusia menjadi lebih tenang dalam menghadapinya dan menjauhkannya dari segala kepanikan. Dengan ketawakalan inilah maka manusia akan mudah mendapatkan jalan keluar dengan petunjukNya. Sehingga jalan keluar yang diambil dalam menghadapi bencana akan tetap berada dalam lingkup ketaatan kepadaNya. Hal ini tentu berbeda manakala respon dalam menghadapi bencana tidak mendahulukan ketawakalan. Sehingga yang terjadi adalah solusi yang diambil pasti akan keluar dari jalan ketaatan bahkan cenderung menjauhkan diri dari aturan ilahiyah. Tindakan menutup tempat-tempat ibadah dan beribadah keluar dari aturan-aturanNya dengan alasan untuk menghindari suatu wabah adalah merupakan hasil konsekuensi dari dipinggirkannya konsep ketawakalan dalam menghadapi wabah bencana. Alih-alih keluar dari bencana namun telah memasuki suatu bencana baru yaitu suatu bencana keimanan dan ketaatan. Sehingga bukankah ketenangan jiwa yang diperoleh melainkan kegelisahan baru karena telah mengesampingkan aturan-aturan Allah swt. Naudzubillahimindzalik.
Untuk itu dalam menghadapi bencana, maka dahulukan kesabaran dan ketawakalan agar jiwa menjadi tenang sehingga mudah mendapatkan solusi jalan keluar
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB