Kondisi pascapanen hasil laut di wilayah pesisir Indonesia masih menghadapi tantangan serius, terutama dalam hal daya simpan produk dan akses terhadap teknologi pengolahan. Nelayan di daerah seperti pesisir Lombok kerap menjual ikan segar dengan harga rendah dan risiko pembusukan tinggi, sehingga menurunkan nilai ekonomi hasil tangkapan mereka. Merespons persoalan ini, Departemen Biologi FMIPA Universitas Brawijaya (UB) menghadirkan solusi inovatif melalui program pengabdian masyarakat berupa teknologi pengasapan ikan tongkol yang sederhana, higienis, dan bernilai jual tinggi.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Pengabdian kepada Masyarakat Luar Kampus yang dilaksanakan oleh Working Group Bioteknologi Mikroba di Taman Laut Pandanan, Desa Malaka, Kabupaten Lombok Utara, pada Juli 2025. Melalui pelatihan ini, masyarakat nelayan diajak untuk memahami teknik pengasapan yang baik, pengemasan sederhana, dan prinsip dasar keamanan pangan yang relevan dan aplikatif.
Program ini berkontribusi langsung terhadap Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 1 (No Poverty), SDG 2 (Zero Hunger), SDG 8 8 (Decent Work and Economic Growth), dan SDG 12 (Responsible Consumption and Production).

Pelatihan Teknologi Pengasapan Ikan yang Higienis dan Ekonomis
Tim pelaksana kegiatan terdiri atas Tri Ardyati, M.Agr., Ph.D., Yoga Dwi Jatmiko, S.Si., M.App.Sc., Ph.D., serta mahasiswa magister Biologi, Aleyda Nur Halizah. Peserta pelatihan yang merupakan warga pesisir diajari cara melakukan pengasapan ikan tongkol menggunakan metode sederhana yang dapat dilakukan di rumah, dengan peralatan murah dan mudah dijangkau.
Dalam sesi pelatihan, warga juga dikenalkan pentingnya memperhatikan suhu, lama pengasapan, dan sanitasi untuk menghasilkan produk olahan ikan yang sehat, tidak cepat rusak, dan layak dipasarkan. Pelatihan ini disambut antusias karena memberikan alternatif solusi atas keterbatasan sarana pengawetan selama ini.
“Kami ingin memberdayakan nelayan agar dapat mengolah hasil tangkapnya menjadi produk yang lebih awet, layak jual, dan tetap sehat,” ujar Yoga Dwi Jatmiko, Ph.D., dosen Biologi UB yang menjadi pelaksana program.

Akademisi Hadir untuk Masyarakat Pesisir
Ketua Departemen Biologi FMIPA UB, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, menyampaikan bahwa kegiatan ini mencerminkan peran nyata perguruan tinggi dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
“Sains harus membumi. Melalui pengabdian ini, kami ingin menunjukkan bahwa hasil riset dan inovasi dosen tidak hanya berhenti di jurnal, tapi bisa menjadi solusi bagi masyarakat pesisir yang selama ini belum terjangkau teknologi tepat guna,” ujar Prof. Budi.
Ia menambahkan bahwa kegiatan seperti ini juga menjadi media pembelajaran kontekstual bagi mahasiswa, sekaligus memperkuat jejaring kemitraan UB di daerah.

Menjawab Tantangan Ketahanan Pangan Laut
Teknologi pengasapan menjadi alternatif pengolahan ikan yang menjawab tantangan food loss di daerah pesisir. Selama ini, hasil tangkapan yang melimpah di musim tertentu seringkali tidak dapat disimpan lama karena keterbatasan fasilitas pendingin atau pengolahan. Melalui metode pengasapan, hasil tangkapan nelayan dapat disimpan lebih lama, dipasarkan ke luar daerah, bahkan dikembangkan menjadi produk UMKM lokal.
Inovasi ini juga membuka peluang penciptaan ekonomi sirkular, di mana sisa hasil laut tidak terbuang sia-sia dan dapat diolah menjadi produk bernilai. Produk ikan asap bahkan memiliki potensi dikembangkan sebagai komoditas oleh-oleh khas pesisir Lombok Utara.
Kolaborasi Berkelanjutan untuk Dampak Jangka Panjang
Program ini menjadi bentuk nyata komitmen UB dalam menjembatani sains dan masyarakat. Selain memberikan pelatihan, tim juga membangun komunikasi jangka panjang dengan kelompok nelayan setempat agar inovasi yang diberikan dapat terus diterapkan dan dikembangkan. Pelatihan yang dilakukan tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga mendorong masyarakat untuk berpikir kreatif dalam pemasaran dan pengembangan produk.
Melalui program ini, Universitas Brawijaya menegaskan kontribusinya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan berbasis komunitas dan lokalitas, dengan mengedepankan riset yang berdampak langsung.(Din)