KANAL24, Malang – Tim Badan Inovasi dan Inkubator Wirausaha Universitas Brawijaya (UB) yang terdiri dari Fakultas Ilmu Komputer, MIPA dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya berkolaborasi ciptakan produk untuk pemantauan iklim pada area perkebunan kopi UB Forest menyambut industry 4.0. Ketua tim program inovasi, Cahyo Prayogo, SP., MP., PhD menyebut jika perkembangan teknologi perlu terintegrasi dengan pertanian untuk mengoptimalkan produksi dan memudahkan petani dalam merawat perkebunan kopi di UB Forest
Lanjutnya, berdasarkan hasil survey tim PI, pengelola UB Forest dan masyarakat, jika perkebunan kopi UB Forest memiliki luas lahan 400ha lebih, untuk mengetahui kondisi tumbuhnya pohon kopi, para petani harus melihat langsung ke dalam hutan letak pohon kopi ditanam. Namun, dengan lahan yang sangat luas dan berada di dalam hutan, para petani kurang optimal dalam memantau pohon kopi.
“Sekarang itu sudah masuk industri 4.0, pertanian dengan teknologi sudah tidak bisa jalan masing-masing, jadi perlu kolaborasi antara kedua elemen ini” kata cahyo.
Selaras dengan tujuan Universitas Brawijaya untuk menghasilkan karya-karya inovasi teknologi maka tim ini terdiri dari 2 dosen Fakultas Pertanian, Cahyo Prayogo, SP.MP.PhD ; Ir. Didik Suprayogo, M.Sc., Ph.D ; Prof. Dr.Ing. Setyawan P. Sakti, M.Eng dari FMIPA ; dan Ir. Heru Nurwarsito, M.Kom dari FILKOM serta dua mahasiswa FILKOM Awang Satya Kusuma, Yusuf Putra Al-Azhar
Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Komputer, Ir. Heru Nurwasito, M.kom juga menjelaskan jika membangun teknologi Internet of Things (IoT) dapat membantu petani dalam monitoring iklim mikro di perkebunan kopi. Teknologi IoT ini dikembangkan dengan melakukan pembacaan data dari jarak jauh (remote sensing) menggunakan modul komunikasi LoRa (Long Range) dan koneksi internet.
“Dengan dilakukan uji lapang menggunakan modul komunikasi LoRa dapat menjangkau jarak 750 m dengan kontur perbukitan dan rerimbunan hutan di UB Forest, akan tetapi bila kondisi bebas hambatan (line of sight) bisa menjangkau 5 km. Adapun data pembacaan node sensor terdiri kelembaban udara, suhu udara, kelembaban tanah, suhu tanah dan intensitas cahaya,” jelas Heru.
Heru menambahkan jika sistem monitoring iklim mikro ini terdiri dari beberapa node sensor dan node gateway. Ada 4 node sensor diletakan pada area perkebunan dan 1 node gateway yang di tempatkan pada tiang tower dengan ketinggian 12m di lokasi terbuka dekat mushola area UB Forest. Data dikirim melalui internet ke Server untuk disimpan, data yang telah disimpan data di download untuk di analisis lebih lanjut untuk evaluasi tanaman perkebunan, data real-time tiap node ini juga bisa dimonitor melalui website.
“Teknologi untuk monitoring iklim mikro perkebunan kopi di dalam hutan itu tantangan, jadi kita bangun teknologi itu dan kita bisa. Bahkan dengan system seperti ini bisa diaplikasikan untuk precision smart farming untuk lahan pertanian atau area tertentu” imbuhnya dengan tegas.
Salah satu perwakilan Mahasiswa Filkom, Awang Satya Kusuma menjelaskan jika membangun teknologi di hutan itu tidak mudah, karena perlu dilakukan survey lokasi, uji komunikasi antara node sensor dan node gateway, uji akurat data pembacaan.
“Tantangan itu selalu ada, apalagi kalau untuk uji alat, tapi kami senang karena itu bagus buat kami juga, jadi makin berkembang”katanya.
Menurut pihak UB Forest sendiri dengan adanya teknologi untuk monitoring kondisi iklim perkebunan kopi didalam hutan sangat membantu dan memberikan dampak posisif bagi petani.
“Itukan sebenarnya sudah ada alat dari inggris, tapi untuk ambil data iklim kita tetap harus masuk hutan dan harus download disana, kalau tinggal pantau lewat website itu sangat membantu kami dan menunjukan jika orang Indonesia juga nggak kalah” tutup salah satu pengelola UB Forest. (Meg)