Kanal24 – Nyeri pinggang merupakan keluhan yang seringkali dirasakan oleh masyarakat. Survei yang dilakukan di Malang Raya pada tahun 2019, didapatkan bahwa dari 2067 responden yang dinilai, sebanyak 13% diantaranya mengeluhkan nyeri pinggang. Penyebab nyeri pinggang yang tersering adalah karena suatu nyeri pinggang mekanik yang disebabkan karena beban atau regangan pada otot yang berlebihan. Penyebab nyeri pinggang yang lain adalah nyeri pinggang inflamasi atau keradangan yang disebabkan salah satunya adalah karena penyakit autoimun, seperti Spondiloartritis (SpA).
Nyeri pinggang inflamasi atau keradangan ini sangat khas karena memiliki gejala nyeri pinggang dan kaku yang muncul pagi hari saat bangun tidur, didapatkan kekakuan yang cukup lama (lebih dari 30 menit), serta nyeri dan kaku yang dirasakan justru membaik jika dilakukan aktivitas fisik.
SpA merupakan sekelompok penyakit reumatik inflamasi yang mempunyai kesamaan gejala, yang ditandai dengan adanya nyeri pinggang inflamasi, keradangan pada sendi panggul atau sakroiliaka (sakroilitis), artritis perifer (radang pada sendi-sendi selain tulang belakang dan panggul), entesitis (radang pada tempat melekatnya urat dari otot pada tulang, misalnya pada tumit), daktilitis (radang pada jari2 tangan dan atau kaki sehingga berbentuk seperti sosis), disertai manifestasi klinis di luar sendi (seperti radang pada mata atau uveitis, psoriasis, dan penyakit usus inflamasi), serta berhubungan dengan gen HLA-B27.
Secara global, kejadian penyakit SpA ini adalah sebesar 0.5 – 2% dari populasi dan sebagian besar mengenai laki-laki dibandingkan wanita. Sayangnya, data di Indonesia sampai saat ini masih belum ada. Sebagian besar pasien SpA yang datang ke rumah sakit rujukan rata-rata sudah terlambat terdiagnosis, bahkan ada yang sudah mengalami kerusakan pada sendi yang permanen.
“Saya mengeluhkan nyeri pinggang sejak SMA, kurang lebih hampir 20 tahun yang lalu. Sebelumnya saya sering berobat ke dokter tapi belum ketahuan penyakitnya apa. Setelah baru 3 tahun yang lalu, baru saya dirujuk ke spesialis penyakit dalam dan didiagnosis dengan spondiloartritis”, ungkap salah seorang pasien spondiloartritis dari Semarang yang mengaku mengalami keterlambatan saat didiagnosis penyakit SpA tersebut.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keterlambatan diagnosis SpA tersebut adalah karena kurangnya pengetahuan dari dokter umum, yang merupakan lini terdepan dalam pelayanan kesehatan di masyarakat, dalam mendiagnosis dini penyakit SpA tersebut. Tim Kelompok Kajian Lupus, Autoimun, Reumatik, dan Alergi (LAURA) Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FKUB) yang diketuai oleh Dr. dr. Cesarius Singgih Wahono, SpPD-KR melakukan survei kepada dokter umum mengenai pengetahuan mengenai penyakit SpA tersebut.
Sebagian besar dokter umum yang diwawancarai merasa kurang mengerti mengenai penyakit SpA tersebut dan cenderung tidak merujuk kepada dokter spesialis penyakit dalam apabila didapatkan pasien dengan keluhan nyeri pinggang.
Salah seorang dokter mengatakan, “Nyeri pinggang ini kan sebagian besar disebabkan karena penyakit saraf, jadi saya berpikirnya ya dirujuk ke dokter saraf saja dulu baru nanti dokter sarafnya yang merujuk ke penyakit dalam kalau memang belum ketemu apa penyakitnya.”
Berdasarkan uraian dari dokter umum tersebut, tim dari KK LAURA ini membuat suatu sistem alur rujukan untuk pasien SpA dengan tujuan untuk mencegah keterlambatan rujukan pasien SpA, khususnya di wilayah Malang Raya.
Alur Rujukan Pasien yang dikembangkan oleh Tim LAURA FK UB (Dok. dr.Mirza Zaka Pratama, SpPD, M.Biomed.)
Alur sistem rujukan yang dibentuk tersebut telah didiskusikan bersama dengan tim dari BPJS Kesehatan Kota Malang, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Malang, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) cabang Malang, serta Dinas Kesehatan Malang Raya, termasuk Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Alur rujukan ini nantinya akan diimplementasikan kepada seluruh fasilitas kesehatan di Malang Raya apabila didapatkan pasien dengan kecurigaan SpA dengan meningkatkan kewaspadaan mengenai nyeri pinggang inflamasi pada dokter umum. Pasien yang dicurigai suatu SpA atau memiliki nyeri pinggang inflamasi sebaiknya segera dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam pada fasilitas kesehatan tingkat 2 atau 3 untuk diberikan tatalaksana atau pengobatan lebih lanjut.
“Harapannya setelah ada alur sistem rujukan untuk pasien spondiloartritis di Malang Raya ini, pasien yang terlambat terdiagnosis akan menjadi lebih sedikit sehingga kecacatan akibat penyakit ini dapat dikurangi di masa mendatang”, ujar dr. Singgih selaku ketua tim Pengabdian Masyarakat dari KK LAURA ini. Alur rujukan tersebut akan disosialisasikan kepada seluruh dokter baik dokter umum maupun dokter spesialis penyakit dalam di wilayah Malang Raya dan sekitarnya pada tanggal 29 Oktober 2022 mendatang.