Kanal24 – Tahun 2025 menandai kembalinya tren desain ponsel ultra-tipis yang sempat meredup. Dua raksasa industri teknologi, Samsung dan Apple, kini kembali menjadikan desain ramping sebagai senjata utama dalam produk teranyar mereka. Samsung telah lebih dulu merilis Galaxy S25 Edge, sementara Apple sedang mempersiapkan iPhone 17 Slim, yang digadang-gadang menjadi iPhone tertipis dalam sejarah perusahaan.
Tak hanya dua nama besar tersebut, sejumlah produsen lain turut berkompetisi menawarkan desain ponsel setipis mungkin. Tren ini memicu kembali diskusi lama: apakah ketipisan benar-benar merupakan nilai tambah yang dibutuhkan konsumen saat ini?
Baca juga:
Rekomendasi Sepatu Lari Lokal Nyaman dan Keren

Obsesi Lama, Wajah Baru
Desain ponsel super ramping bukanlah hal baru. Pada tahun 2015, Oppo R5 hadir sebagai salah satu pionir dengan ketebalan hanya 4,85 mm. Namun, pencapaian itu datang dengan harga mahal. Kapasitas baterai kecil membuatnya sulit bertahan lebih dari setengah hari, bahkan untuk penggunaan ringan.
Pelajaran dari kegagalan produk-produk super ramping masa lalu membuat industri mengambil jalan tengah. Sebagian besar smartphone modern akhirnya mempertahankan ketebalan sekitar 7-10 mm demi menjaga performa, daya tahan baterai, serta kenyamanan penggunaan.
Namun kini, dengan kemajuan teknologi dan miniaturisasi komponen, tantangan tersebut tampaknya mulai bisa diatasi, meskipun belum sepenuhnya tanpa kompromi.
Lipat dan Tipis: Inovasi yang Bertemu Risiko
Salah satu lompatan besar dalam desain adalah hadirnya ponsel lipat. Sejak kemunculan Samsung Galaxy Fold, desain futuristik ini memang mencuri perhatian. Sayangnya, ketebalan dan bobot yang tinggi membuatnya kurang praktis bagi sebagian besar pengguna.
Seiring berjalannya waktu, produsen mulai menekan angka ketebalan secara signifikan. Contohnya, Honor Magic V3 berhasil mencatatkan angka 9,3 mm saat terlipat dan hanya 4,4 mm saat dibuka—lebih tipis dari Oppo R5 yang sempat jadi tolok ukur.
Tren ini memberi sinyal bahwa industri perlahan-lahan mulai bisa menggabungkan elemen futuristik dan kenyamanan dalam satu perangkat. Namun demikian, sejumlah tantangan tetap muncul, terutama dalam menjaga performa dan ketahanan perangkat.
iPhone 17 Slim dan Galaxy S25 Edge: Desain yang Menawan, Tapi?
Kembali ke produk terbaru, iPhone 17 Slim kabarnya akan memiliki ketebalan antara 5,5 hingga 6,25 mm, jauh lebih tipis dibanding iPhone 16 yang memiliki ketebalan 7,8 mm. Di sisi lain, Galaxy S25 Edge dari Samsung juga menampilkan bodi yang jauh lebih tipis dari generasi sebelumnya.
Tapi langkah menuju ponsel super tipis bukan tanpa risiko. Modul kamera, kapasitas baterai, sistem pendingin, hingga struktur bodi menjadi aspek yang harus dikorbankan atau dimodifikasi ulang.
Suara Pengguna: Tipis Belum Tentu Praktis
Rafael (21), seorang mahasiswa yang pernah menggunakan ponsel ultra-tipis, mengungkapkan pengalaman pahitnya.
“Awalnya keren banget, ringan, kelihatan elegan. Tapi pas aku pakai buat ngedit video atau rekam konten, panas banget dan baterainya cepat habis,” ungkapnya. Ia akhirnya kembali ke ponsel dengan bodi lebih tebal demi daya tahan dan kenyamanan.
Sementara itu, Elice (19), mahasiswi yang juga pernah mencoba ponsel super ramping, merasa khawatir dengan keawetannya.
“Beberapa kali aku taruh di saku celana, rasanya kayak gampang bengkok. Apalagi kalau nggak pakai casing,” katanya.
Antara Gaya dan Fungsi: Apa yang Konsumen Butuhkan?
Kecenderungan industri untuk kembali bermain di wilayah desain tipis mungkin memang menyesuaikan dengan selera visual pasar. Tapi dalam praktiknya, konsumen masa kini tampaknya makin kritis. Mereka mempertimbangkan tidak hanya tampilan, tapi juga ketahanan, kenyamanan, dan fungsi ponsel secara keseluruhan.
Baca juga:
Waspadai Diabetic Foot, Luka Kaki Akibat Diabetes Tak Terkontrol
Desain tipis memang menggoda, terutama dari sisi estetika dan gengsi. Namun jika tidak dibarengi dengan daya tahan dan performa yang baik, bisa jadi justru akan menjadi bumerang bagi produsen.
Pada akhirnya, apakah tren ponsel tipis tahun 2025 ini akan bertahan lama, atau hanya menjadi sensasi sesaat seperti yang pernah terjadi sebelumnya? Jawabannya akan bergantung pada kemampuan para produsen menyeimbangkan gaya, fungsi, dan kebutuhan nyata konsumen. (hil)