DAHULU aman-aman saja Tridharma Perguruan Tinggi dalam naungan Kemenristekdikti. Kini jaman berubah nomenklatur Kemenristekdikti pun ikut berubah, Kemenristekdikti telah bubar diganti menjadi Kemenristek /BRIN (Badan Riset Inovasi Nasional) yang digawangi oleh Bapak Bambang Brojhonegoro. Dari sinilah Tridharma Peguruan Tinggi menuai badai polemik.
Tridharma Perguruan Tinggi tidak lagi terintegrasi dalam pengelolaan satu kementerian. Terbelah menjadi dua, Penelitian dinaungi Kemenristek, sedangkan Pengajaran dan Pengabdian Masyarakat dinaungi Kemendikbud yang digawangi oleh Mas Menteri Nadiem Makarim. Para Dosen pun galau bukan kepalang. Rasan-rasan dan ngerumpi di ruang-ruang akademik juga seminar pun riuh menyoal permasalahan tersebut.
Ada kegusaran di sebagian Dosen bahwa ke depannya mazhab penelitian akan berubah signifikan. Penelitian yang dilakukan Dosen selama ini berbasis akademik luaranya menyasar mahasiswa anak didiknya serta untuk masyarakat. Namun saat diambil alih oleh Kemenristek, penelitian akan berbasis terapan dan keperuntukkanya untuk industri.
Selanjutnya, yang menjadi pemikiran kita sebagai konswekensi andai nantinya Penelitian dan Pengabdian dikelola oleh Kemenristek-BRIN, otomatis dana BOPTN penelitian diserahkan semua ke kementerian ini (non pendidikan). Padahal dana tersebut adalah dana pendidikan yang dialokasikan untuk Penelitian dan Pengabdian termasuk manajemennya yang tetap harus bermuatan pendidikan dan kebudayaan . Menurut hemat kami Ristek/BRIN untuk fokus saja menyatukan semua lembaga Litbang di Kementerian lain, bukan mengurusi pendidikan. Kembalikan saja urusan Pendidikan kepada Kemendikbud yang di dalamnya ada direktorat Dikti.
“Kenapa mesti dipisah ya, pengelolaan Tridharma Perguruan Tinggi tersebut, kan pelaksanaanya sejak dulu sudah bagus oleh dikti dan dinaungi satu Kementerian, yaitu kementerian yg memang mengurusi pendidikan. Harus diakui hanya pada era Jokowi jilid 1 ada perubahan pengelolaan Pendidikan Tinggi di bawah naungan Kemenristek-dikti, era ini sama satu kementrian Ristek tapi ditambah dirjen dikti. Kemenristekdikti pada era periode 2 kepemimpinan Presiden Jokowi, nama Kementerian yg terkait pendidikan dikoreksi kembali dirubah menjadi Kemendikbud dan menyangkut riset menjadi Kemenristek-BRIN. Lha sekarang nomenklaturnya tidak ada dikti-nya (Kemenristek – BRIN), bukankah itu berarti pendidikan diurusi oleh Kemendikbud ? Jika penelitian dan pengabdian (2 dari Tridharma PT) diserahkan Kemenristek-BRIN, maka Pak Menteri pada dasarnya tidak taat pada Keputusan Presiden bukan?” tanya salah satu dosen dalam ruang seminar.
Pembicara pun dibuat gelagapan tidak kuasa memberi jawaban yang memuaskan kepada peserta seminar, yang muncul hanya jawaban normatif. Karena semua dikembalikan kepada kebijakan yang sudah diambil oleh para pemangku kepentingan. Dalam hal ini kementerian terkait. Yaitu Kemendikbud dan Kemenristek-BRIN.
Perspektif pun dibangun secara masif oleh komunitas LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) yang mengalami langsung dampak nyata dari adanya perubahan nomenklatur ini. Mereka berjuang bukan dengan demo dijalan, tapi berjuang melalui pemikiran dengan menitipkan uneg-uneg tersebut ke lembaga legislatif di DPR RI. Agar masukan kami bisa disampaikan secara elegan kepada pemangku kepentingan. Kebetulan saja dari informasi yang beredar, pada tanggal 21 Januari esok ada pertemuan Komisi X dengan mas Menteri Nadiem Makarim, membahas topik yang kami tulis ini.
Secara prinsip masukan komunitas LPPM Jawa Timur ini mengharapkan Tridharma Perguruan Tinggi dinaungi satu Kementerian saja yaitu KEMENDIKBUD, sesuai Keputusan Presiden. Apa pasalnya, karena di Kemendikbud sudah ada dari dulu yg namanya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang jelas telah memiliki SDM, kompetensi, serta pengalaman panjang dalam mengelola Tridharma Peguruan Tinggi, bahkan jauh sebelum ada perubahan nomenklatur Kemenristek-dikti.
Sebagai kesimpulan yang mengemuka dari komunitas LPPM ini ingin menyampaikan hal sebagai berikut, buah dari adanya polemik Tridharma Perguruan Tinggi.
Pertama. Tridharma Perguruan Tinggi harus tetap dipertahankan berada (di bawah 1 pengelolaan Kemeterian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) tidak perlu dipisahkan, apalagi diserahkan ke kementerian lain karena selain merupakan amanat UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, juga merupakan aktivitas perguruan tinggi yang berkesinambungan dan saling terkait satu sama lain. Bahkan sejak 2013 dalam upaya penjaminan mutu Perguruan Tinggi ketiganya menjadi tolok ukur yg sangat penting.
Kedua. Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat harus dianggap tiga darma yang sama-sama penting dalam pengembangannya.
Ketiga. Sesuai amanah undang-undang alokasi dana Pendidikan sebesar 20% harus dijamin tetap berada pada manajemen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukan kemudian dikelola Kemenristek-BRIN.
Keempat. Pengelolaan Tridharma Perguruan Tinggi perlu dilakukan secara transparan dan keterbukaan, untuk mendukung kemerataan pengembangan Tridharma Perguruan Tinggi bagi seluruh perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Bukan seperti di Kemenristek-BRIN yang nampaknya hanya melibatkan perguruan tinggi tertentu dalam melaksanakan program riset unggulannya.
Besar harapan kami semoga suara kami ini didengar oleh para pemangku kepentingan yang ada, terima kasih…Amin YRA????????????
Penulis : Agus Andi Subroto , Dosen STIE Yadika Bangil Pasuruan, juga mahasiswa program Doktoral Ilmu Manajemen Feb UB