Kanal24, Malang — Rencana kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah memicu gelombang kekhawatiran di kalangan konsumen, khususnya mereka yang terbiasa membeli produk impor dari Asia. Kebijakan ini diprediksi akan menyebabkan lonjakan harga pada berbagai jenis barang belanjaan, mulai dari makanan laut, kopi, buah-buahan, keju, kacang-kacangan, hingga produk perawatan kulit alias skincare.
Trump sebelumnya mengumumkan bahwa penerapan tarif resiprokal akan ditunda selama 90 hari untuk semua negara, kecuali China. Namun, langkah ini tetap memicu kegelisahan luas, terutama di kalangan pelanggan toko kelontong dan supermarket Asia yang biasa menjual bahan makanan dan produk khas dari negara-negara seperti China, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Vietnam.
Baca juga:
Hadapi Tarif Impor 32% dari AS, Indonesia Siapkan Negosiasi Jalur Diplomasi
Di toko 99 Ranch Market yang terletak kurang dari dua kilometer dari kampus UCLA, pelanggan setia seperti Artis Chitchamnueng mengungkapkan kekhawatirannya. “Saya tidak punya tempat lain untuk membeli makanan yang saya suka jika harganya melonjak,” kata Chitchamnueng, seorang pekerja paruh waktu sekaligus pengusaha. “Saya pikir Trump suka memainkan permainan pikiran untuk menguasai pasar.”
Sentimen serupa juga dirasakan oleh Tony He, mahasiswa internasional asal Asia di UCLA, yang mengaku bingung dengan kebijakan ini. Meski demikian, ia tetap berencana berbelanja di 99 Ranch Market karena hanya di sanalah ia bisa menemukan cita rasa Asia yang familiar baginya. “Setiap kali saya butuh bahan makanan Asia, saya ke sini,” ujarnya.
Menurut para ahli, kenaikan harga tidak hanya akan terasa pada produk makanan yang mudah rusak, tetapi juga pada barang-barang tahan lama. Produk-produk seperti kopi, cokelat, tuna kalengan, peralatan makan plastik, hingga pisang dari Guatemala akan terdampak langsung. Tarif 10 persen yang dikenakan pada pisang, misalnya, menyebabkan kenaikan biaya distribusi sebesar empat sen per kotak — beban yang pada akhirnya akan ditanggung konsumen.
John Ross, CEO dari jaringan toko bahan makanan independen IGA, memperkirakan pelanggan akan mulai merasakan kenaikan harga “dalam beberapa minggu ke depan” dan akan meningkat secara signifikan dalam 90 hari ke depan.
Yale Budget Lab memperkirakan harga bahan makanan secara keseluruhan akan naik sebesar 2,8 persen, dengan produk segar melonjak hingga empat persen. Hal ini akan sangat membebani kelompok berpenghasilan rendah, yang mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan pokok.
Perusahaan besar seperti Campbell dan Kraft Heinz mungkin masih bisa menunda dampak tarif berkat fleksibilitas inventaris mereka. Namun, distributor kecil kemungkinan besar akan lebih cepat menyesuaikan harga. “Tampaknya distributor kecil bereaksi jauh lebih cepat,” kata Steve Schwartz dari jaringan grosir Morton Williams. Beberapa bahkan melaporkan kenaikan harga hingga 20 persen untuk produk seperti minyak zaitun dan cuka balsamik asal Italia.
CEO Affiliated Foods, Randy Arceneaux, juga mencatat bahwa beberapa pemasoknya mulai menaikkan harga secara langsung akibat tarif tersebut. Affiliated Foods, yang beroperasi di delapan negara bagian AS, telah menerima pemberitahuan kenaikan harga pada berbagai produk, termasuk pisang dan peralatan makan plastik.
Baca juga:
IPMAPA Malang Dorong Kemandirian Ekonomi Mahasiswa Papua
Sebelum kebijakan tarif Trump diberlakukan pun, harga bahan makanan di AS telah meningkat 23 persen sejak 2021. Produk seperti kopi dan cokelat mengalami kenaikan harga jauh lebih tinggi. Kenaikan ini bahkan telah memengaruhi penjualan sejumlah perusahaan besar seperti PepsiCo, Campbell, dan JM Smucker, yang mengalami penurunan penjualan dalam kuartal terakhir. Kebijakan tarif Trump diperkirakan hanya akan memperburuk tren ini.
Kebijakan tarif Trump menjadi sorotan karena dampaknya yang menyasar kebutuhan dasar masyarakat sehari-hari. Di saat konsumen masih berjuang dengan inflasi dan harga barang yang tinggi sejak pandemi, tarif baru ini memperberat beban rumah tangga, terutama mereka yang mengandalkan produk impor sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Dengan kenaikan harga yang tidak terelakkan, banyak warga AS kini bertanya-tanya: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari permainan tarif ini? (nid)