Kanal24, Malang – Universitas Brawijaya (UB) terus menegaskan posisinya sebagai perguruan tinggi yang berkomitmen dalam pengembangan riset dan hilirisasi inovasi. Hal ini ditunjukkan melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk Pengembangan AI Center UB dan Hilirisasi Produk Unggulan Universitas Brawijaya yang berlangsung di Ruang Jamuan Lantai 6 Gedung Rektorat UB, Jumat (12/9/2025).
Acara yang diinisiasi oleh Universitas Brawijaya ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, di antaranya Staf Khusus Wakil Presiden RI Bidang Pendidikan, Riset, Inovasi, dan Hilirisasi, Achmad Adhitya, PhD., serta Tim Microsoft. Turut hadir pula Rektor UB Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si., Ak., serta Director of Government Affairs Widya Listyo Wulan.
Baca juga:
Disertasi FH UB Bahas Harta Bersama Perkawinan Campuran

AI sebagai Pilar Transformasi Pendidikan
Rektor UB Prof. Widodo menekankan pentingnya pengembangan kecerdasan buatan (AI) sebagai bagian dari strategi universitas dalam menyiapkan sumber daya manusia unggul.
“Perguruan tinggi tentu yang kita lakukan adalah menyiapkan talent, mahasiswa kita yang bisa bekerja sekaligus menjadi pengembang AI di Indonesia. Alhamdulillah, UB mendapat kunjungan dari Staf Khusus Wapres, yang memang fokus di bidang AI untuk menyebarkan nilai ini ke seluruh Indonesia,” ujar Prof. Widodo.
Menurutnya, AI bukan hanya alat bantu teknologi, melainkan fondasi penting dalam mencetak generasi yang adaptif, kreatif, dan mampu menjawab tantangan global. Dengan keberadaan AI Center, UB berharap mampu mempercepat lahirnya inovasi yang tidak hanya berhenti di tataran riset, tetapi juga dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
Hilirisasi Riset Jadi Keharusan
Sejalan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Unti Ludigdo, selaku Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi, menekankan urgensi hilirisasi inovasi di lingkungan perguruan tinggi. Menurutnya, hasil riset tidak boleh berhenti pada pencapaian paten semata, tetapi harus masuk ke tahap komersialisasi.
“Inovasi sebagai hasil riset itu tidak boleh hanya berhenti pada paten. Tantangan kami adalah bagaimana inovasi yang telah dipatenkan bisa diterima industri dan dimanfaatkan masyarakat. Itu sebabnya UB berupaya memfasilitasi inventor dan inovator agar terhubung dengan dunia industri,” jelas Prof. Unti.
Ia menambahkan bahwa UB juga sedang mendesain skema pendanaan internal dan eksternal untuk mempercepat pengembangan inovasi, termasuk yang berbasis AI maupun alat kesehatan. Beberapa inovasi dosen dan mahasiswa UB bahkan sudah mendapatkan respon positif dari calon mitra industri, khususnya di sektor teknologi dan kesehatan.
Peran Industri dan Kolaborasi Strategis
Prof. Unti menegaskan bahwa keberhasilan hilirisasi membutuhkan sinergi antara akademisi dan industri. Melalui FGD ini, UB berharap terbentuk pemahaman bersama bahwa kerja sama harus memberi manfaat proporsional bagi semua pihak.
“Targetnya jelas, inovasi yang dihasilkan dosen maupun mahasiswa UB bisa diterima industri, lalu dipasarkan sehingga memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” tegasnya.
Kolaborasi dengan Microsoft dan dukungan dari Staf Khusus Wapres juga dinilai sebagai langkah strategis untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia.

Baca juga:
Indonesia Tuan Rumah Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN TUC
UB Menuju Kampus Berbasis Inovasi
Dengan visi besar tersebut, Universitas Brawijaya menempatkan diri sebagai salah satu pusat pengembangan AI dan hilirisasi riset di tanah air. Dukungan pemerintah, industri, dan komunitas akademik menjadi kunci agar hasil penelitian tidak hanya menjadi dokumen paten, tetapi juga lahir sebagai produk unggulan yang bermanfaat luas.
Melalui AI Center dan komitmen hilirisasi, UB berharap dapat melahirkan generasi peneliti dan inovator yang tak hanya unggul secara akademis, tetapi juga mampu menciptakan nilai tambah bagi pembangunan nasional. (nid/dpa)