Kanal24, Ternate – Mahasiswa asal Maluku Utara masih jadi minoritas di Universitas Brawijaya (UB). Data terbaru menunjukkan jumlah mereka jauh tertinggal dibanding provinsi lain. Fakta ini menjadi alarm bagi pemerataan akses pendidikan tinggi. Menjawab tantangan tersebut, UB dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara menandatangani nota kesepahaman strategis di Hotel Bela Ternate, Kamis (21/8/2022).
Kerja sama ini dihadiri oleh Gubernur Maluku Utara Sherly Laos bersama Sekretaris Daerah dan jajaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Maluku Utara. Dari Universitas Brawijaya, hadir Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan UB, Prof. Dr. Muchamad Ali Safa’at, SH., MH., empat direktur, serta para Wakil Dekan II dari seluruh fakultas di lingkungan UB.

MoU ini difokuskan pada penguatan kolaborasi di bidang pendidikan, riset, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu agenda prioritas adalah memberikan kesempatan lebih luas bagi putra-putri Maluku Utara untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Brawijaya.
“Upaya ini kami lakukan karena mahasiswa asal Maluku Utara tergolong paling sedikit dibanding provinsi lain. Ini harus menjadi perhatian bersama agar akses pendidikan lebih merata,” jelas Wakil Rektor II UB Prof Muchamad Ali Safa’at melalui penjelasan tertulisnya.
Selain dengan pemerintah provinsi, UB juga berencana menggandeng perusahaan tambang yang beroperasi di Maluku Utara untuk mengarahkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) pada program peningkatan kualitas SDM daerah. Bentuk kerja sama ini mencakup penyediaan beasiswa, pelatihan, dan program pengembangan kapasitas mahasiswa.
“Kami menginisiasi kerja sama dengan Pemprov Maluku Utara dan perusahaan tambang agar CSR dapat dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan. Harapannya, putra-putri Maluku Utara memiliki kesempatan lebih besar untuk menempuh pendidikan tinggi berkualitas,” tambah Ali.
Dalam kesempatan tersebut Gubernur Maluku Utara Sherly Laos mendukung kerja sana dengan UB.

Menurutnya, langkah inia kan sangat membantu pengembangan SDM di Maluku Utara, apalagi ada keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemprov Maluku Utara yang hanya sekitar Rp3,33 triliun. “Dengan APBD sebesar itu, tentu sulit bagi kami untuk secara maksimal meningkatkan kualitas pendidikan tinggi masyarakat Maluku Utara. Karena itu, kami juga terusberupaya menjalin sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan UB, serta mengakses sumberpendanaan dari pusat seperti LPDP, KIP, maupun beasiswa Bappenas,” ujar Sherly Laos.
Langkah strategis ini diharapkan menjadi titik awal transformasi pendidikan tinggi di Maluku Utara. UB menegaskan komitmennya untuk mencetak lulusan unggul yang dapat membawa daerah ini berdaya saing di level nasional maupun global.(Din)