KANAL24, Malang – Di masa Pandemi Covid-19, Universitas Brawijaya mengukuhkan 3 Profesor baru yang dilakukan secara daring, rabu (24/6/2020).
Salah satu profesor yang dikukuhkan adalah Prof. Dian Handayani, S.K.M., M.Kes., Ph.D. Sebagai Profesor pertama di jurusan gizi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Dian berfokus pada permasalahan terkait obesitas. Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul Peran Asupan Gizi dalam Menjawab Tantangan Penurunan Prevalensi Obesitas, Ia menyampaikan bahwa asupan gizi merupakan implementasi Ilmu Gizi yang menjadi dasar penyelesaian masalah kesehatan oleh tenaga gizi sesuai kualifikasi undang-undang tenaga kesehatan Indonesia.
Menurut Perempuan kelahiran Malang, 46 tahun silam ini, salah satu problem kesehatan di Indonesia adalah triple burden malnutrition yang meliputi kelebihan gizi (kegemukan obesitas), kekurangan gizi (wasting–stunting) dan kekurangan zat gizi mikro. Obesitas merupakan masalah kesehatan kronik di Indonesia yang prevalensinya terus meningkat. Obesitas berdampak pada munculnya kondisi metabolik sindrom yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan biaya pengobatan. Intervensi obesitas dapat dilakukan melalui aspek farmakologi dan non farmakologi.
Asupan gizi adalah penatalaksanaan intervensi obesitas dari aspek non farmakologi. Intervensi pada asuhan gizi obesitas meliputi pengaturan energi-zat gizi, edukasi gizi untuk meningkatkan keterlibatan dan kepedulian pasien/klien terhadap kondisi obesitas. Pengaturan energi-zat gizi pada obesitas perlu diikuti dengan pemilihan bahan pangan yang dapat memberikan manfaat terhadap penurunan derajat obesitas.
“Makanan yang memberikan manfaat kesehatan melebihi manfaat gizinya dikategorikan sebagai pangan fungsional. Selain pemilihan makanan fungsional yang tepat, keberhasilan intervensi obesitas juga dipengaruhi oleh proses metabolisme dan efektivitas pemanfaatan zat gizi dalam tubuh itu sendiri. Proses metabolisme zat gizi ini dipengaruhi oleh kerja enzim dan hormon pencernaan, komposisi mikrobiota usus serta faktor genetika seseorang yang kesemuanya berjalan bersama dan memiliki peran masing-masing seperti sebuah orkestra di dalam tubuh,” jelas Profesor ke 185 Universitas Brawijaya tersebut.
Lanjutnya, asupan gizi berikutnya adalah memberikan edukasi gizi sebagai upaya pemahaman terhadap proses intervensi diet yang diberikan terhadap pasien/klien. Edukasi gizi ini tentu membutuhkan teknik yang tepat dan memerlukan partisipasi aktif masyarakat dan pengambil kebijakan (pemerintah) dalam melandingkan edukasi gizi yang diberikan.
Memperhatikan kompleksitas hal-hal yang harus diperhatikan dalam intervensi obesitas, di masa mendatang peran asupan gizi perlu terus ditingkatkan melalui inovasi riset pangan fungsional terkait zat aktif yang diharapkan berperan dalam menjaga dan mengoptimalkan kinerja enzim, hormon pencernaan dan keseimbangan mikrobiota usus serta aspek genetika. Kemudian inovasi metode edukasi gizi dan kerjasama aktif dengan masyarakat dan pengambil kebijakan terkait untuk melaksanakan intervensi obesitas.
“Asupan gizi dengan pengaturan energi-zat gizi yang tepat dan metode edukasi yang sesuai dengan melibatkan masyarakat dan pengambil kebijakan (pemerintah) diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik,” tandas Profesor ke 11 FK UB itu.(meg)