Kanal24, Malang – Indonesia dengan penduduk 180 juta jiwa, memiliki ragam budaya, suku, agama, dan golongan. Sesuai semboyan dalam Pancasila, yaitu Bhineka Tunggal Ika, artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Ini menjadi dasar berkehidupan, berbangsa, dan bernegara dalam bingkai persatuan dan kesatuan Indonesia. Namun, isu intoleransi hingga radikalisme masih saja terjadi di Indonesia.
Maka, UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PKM) Universitas Brawijaya (UB) menyelenggarakan acara Launching Kedai Bhineka di Gazebo UB pada hari Rabu (14/12/2022). Acara yang bertajuk “Ketika Agama (Tidak) Berjumpa di Kedai Bhineka” ini merupakan implementasi dari agenda perkuliahan MPK (Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia).
Acara ini dihadiri oleh beberapa narasumber yang berasal dari berbagai latar belakang agama di Indonesia, antara lain Dosen Sekolah Tinggi Agama HIndu Shantika Dharma Malang, Rubi Supriyanto, S.Ag, M.Si, Dosen Pendidikan Agama Kristen, Dr. Roike Roudjer Kowal, M.Pd.K, Aktivis Moderasi Beragama, Khalid Rahman, M.Pd.i, Vikep Kategorial Keuskupan Malang, Donatus Maria Triman Andi Wibowo, P.hD, Dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha Kertarajasa Batu, Kadek Yudi Murdana, M.A., dan Ketua Majelis Agama Konghucu Kab-Kota Malang, Halim Tobing.
Acara dibuka oleh Sekretaris Universitas, Dr. Ir. Setyo Yudo Tyasmoro, MS dan diluncurkan oleh Wakil Rektor 1 Bidang Akademik, Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES.
Kepala UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa UB, Dr. Mohammad Anas, M.Phil (Yordan/Newspoint)
Kepala UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa UB, Dr. Mohammad Anas, M.Phil menjelaskan bahwa UB telah merespon berbagai isu kebangsaan yang timbul dengan berbagai kegiatan seperti seminar dan program sekolah kebangsaan yang melibatkan mahasiswa UB.
Namun, menurut Anas, agar toleransi dan inklusivitas bisa lebih efektif di kalangan mahasiswa UB perlu dibentuk sebuah ruang diskusi yang lebih berkelanjutan.
“Peluncuran Kedai Bhineka ini merupakan acara lanjutan dari kesepakatan kita dengan beberapa stakeholder agar UB membuat ruang interaksi yang dijadikan sebagai atmosfer bagi mahasiswa untuk memberikan soal toleransi keberagaman yang kita orkestra kan di ruang ini, tidak hanya agama, tapi juga etnis, bahasa, pandangan, gagasan, atau apapun itu,” terang Anas.
Lebih lanjut, Anas menjelaskan bahwa Kedai Bhineka ini bukan untuk mencari titik temu atau benang merah. Namun, kedai ini dihadirkan untuk menjadi ruang irisan, ruang ‘antara’, ruang dialektika untuk mendorong Civitas Akademika UB untuk mengeksplorasi berbagai macam gagasan dan pandangan agar lebih terbuka.
Selain untuk mendorong Civitas Akademika UB untuk lebih toleransi dan terbuka, diskusi lintas agama ini menjadi pemantik awal untuk tidak hanya mengetahui ragam pandangan agama-agama mengenai toleransi dan kebhinekaan, tetapi juga untuk memahami betapa agama-agama mempunyai pandangan yang beragam tentang toleransi, baik secara teori maupun praktik.
“UPT PKM UB mengajak semua stakeholder untuk bersama-sama mau berinteraksi, berdiskusi, dan berdialog tentang keberagaman kita dengan bahagia agar kita menjadi Indonesia yang betul-betul berbhineka,” tutup Anas.(nid)