Kanal24, Malang – Upaya penguatan jejaring akademik internasional terus dilakukan berbagai perguruan tinggi, termasuk Universitas Brawijaya (UB). Keterlibatan akademisi dalam forum ilmiah lintas negara menjadi bagian penting dalam memperluas kontribusi Indonesia di kancah global. Tantangan etika sains, perkembangan teknologi, serta posisi nilai keagamaan dalam pembangunan masa depan berkelanjutan semakin menguat. Karena itu, ruang diskusi yang menghubungkan ilmuwan dunia Islam menjadi semakin krusial untuk diwujudkan.
Dalam konteks tersebut, Konferensi Internasional Ilmuwan Muslim 2025 hadir sebagai forum yang mempertemukan pemikir, ilmuwan, peneliti, dan pemangku kebijakan. Pertumbuhan kebutuhan akan sains yang etis dan relevan bagi masyarakat mendorong forum ini menjadi salah satu agenda penting di level regional. Para peserta diharapkan dapat menyelaraskan perkembangan teknologi dengan prinsip moral yang dianut negara-negara Muslim. Keselarasan tersebut diyakini dapat menjadi pijakan bagi dunia Islam dalam merumuskan masa depan yang berdaya saing.
Baca juga:
Dosen FISIP UB Perkuatkan Literasi Digital di Era AI
Konferensi Internasional Ilmuwan Muslim 2025
Konferensi Internasional Ilmuwan Muslim 2025 digelar pada 17ā18 November 2025 di Hotel Mardhiyah, Shah Alam, Selangor, Malaysia. Acara ini diprakarsai oleh Dewan Konsultasi Organisasi Islam Malaysia (MAPIM) dan melibatkan berbagai lembaga, seperti Kantor Perdana Menteri Malaysia, MOSTI, IIUM, IKIM, dan MAAC. Lebih dari 200 peserta dari sembilan negara turut hadir dalam kegiatan ini. Negara-negara tersebut antara lain Malaysia, Indonesia, Iran, Turki, Singapura, dan Palestina.
Forum ini mengangkat tema āMenjembatani Sains, Teknologi, dan Iman untuk Masa Depan yang Berkelanjutan.ā Tema tersebut dipilih untuk menegaskan pentingnya integrasi nilai spiritual dalam pengembangan sains modern. Penyelenggara berharap forum ini melahirkan Deklarasi Shah Alam 2025 sebagai pedoman bersama pengembangan sains dunia Islam. Selain itu, forum ini ditujukan membentuk Jaringan Ilmuwan Muslim Regional guna memperkuat kolaborasi jangka panjang.
Analisis Paradigma Gender oleh Dosen HI UB

Dosen Hubungan Internasional UB, Abdullah S.Sos., M.Hub.Int, menjadi salah satu pemateri yang menyampaikan kajian ilmiah dalam forum tersebut. Ia mempresentasikan artikel berjudul āPertarungan Paradigma Keadilan Gender: Sebuah Kajian Politik Komparatif atas Feminisme Liberal dan Model Emansipatoris Islam Ayatollah Khameneiā. Abdullah pada Senin (17/11/2025) mengkaji perbedaan paradigma keadilan gender antara feminisme liberal dan perspektif Islam yang menekankan keadilan alamiah. Ia menjelaskan bahwa dua pendekatan ini menawarkan fondasi pemikiran yang berbeda, terutama terkait peran dan kedudukan perempuan.
Dalam pemaparannya, Abdullah menekankan bahwa kerangka pemikiran Ayatollah Ali Khamenei menempatkan perempuan sebagai aktor pembangunan yang seimbang. āModel Islam tidak meniadakan peran publik perempuan, tetapi mengintegrasikannya dengan nilai moral dan tanggung jawab keluarga,ā ujar Abdullah. Ia menambahkan bahwa feminisme liberal sering menekankan kesetaraan absolut, sementara perspektif Islam lebih berorientasi pada harmoni sosial. Penelitian Abdullah menggunakan tinjauan pustaka sistematis untuk memahami bentuk emansipasi yang ditawarkan kedua paradigma.
Lebih lanjut, Abdullah memaparkan bukti empiris dari Iran pasca Revolusi Islam 1979. Menurutnya, partisipasi perempuan dalam pendidikan tinggi dan sektor profesional meningkat signifikan. āData menunjukkan bahwa perempuan Iran dapat berkiprah luas di ruang publik tanpa harus meninggalkan identitas keagamaannya,ā kata Abdullah. Ia menilai bahwa model emansipatoris Islam menawarkan pendekatan pemberdayaan yang kontekstual dan berkelanjutan. Konsep ini juga memberikan ruang adaptasi sesuai kebutuhan masyarakat Muslim modern.
Dinamika Forum dan Dampaknya bagi Dunia Islam
Forum ini menjadi ruang diskusi para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Beberapa isu besar yang dibahas meliputi rekayasa teknologi ramah lingkungan, keamanan pangan global, tata kelola inovasi, dan geopolitik sains dunia Islam. Setiap sesi diisi dengan pandangan kritis yang menonjolkan pentingnya etika dalam pengembangan teknologi. Para peserta juga menyoroti perlunya solidaritas ilmuwan Muslim dalam memperkuat posisi global.
Presiden MAPIM, Mohd Azmi Abdul Hamid, menegaskan bahwa konferensi ini merupakan gerakan kolektif dunia Islam. āIni bukan sekadar forum akademik, tetapi upaya menyatukan visi umat dalam membangun sains yang amanah dan berpihak pada kemanusiaan,ā ujar Mohd Azmi. Ia berharap konferensi ini dapat menghasilkan kolaborasi konkret, terutama dalam pengembangan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Menurutnya, dunia Islam perlu meneguhkan identitas ilmiahnya melalui gerakan kolaboratif dan berkesinambungan.
Peran UB dalam Diplomasi Ilmiah dan Pengembangan Jaringan Global
Partisipasi Abdullah dalam konferensi ini menjadi bukti komitmen UB memperluas kontribusi akademiknya di lingkup internasional. Kehadirannya sekaligus memperkuat peran Indonesia dalam diplomasi sains, terutama dalam isu-isu strategis seperti keadilan gender dan etika penelitian. UB juga terus mendorong para akademisi untuk terlibat dalam riset kolaboratif di tingkat global. Langkah ini sejalan dengan visi UB untuk memperkuat rekognisi internasional.
Abdullah menilai bahwa keterlibatannya dalam forum ini memiliki nilai strategis bagi pengembangan keilmuan UB. āForum seperti ini membuka peluang kolaborasi lintas negara yang sangat penting bagi pengembangan riset,ā ujarnya. Ia berharap kajiannya dapat memberikan kontribusi bagi diskursus akademik mengenai peran perempuan dalam masyarakat Muslim. Selain itu, UB berharap kontribusi tersebut dapat memperluas jaringan kemitraan akademik dengan institusi luar negeri.
Dengan semakin aktifnya akademisi Indonesia di forum internasional, kontribusi Indonesia diharapkan semakin diperhitungkan dalam pembentukan kebijakan sains global. Forum ini juga menunjukkan bahwa dunia Islam memiliki potensi besar dalam menghadirkan konsep sains yang etis, inovatif, dan berlandaskan nilai kemanusiaan. UB menegaskan komitmennya untuk terus mendorong akademisi berperan di panggung internasional. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat berkembang tidak hanya secara teknologis, tetapi juga secara moral dan spiritual. (nid)










