Kanal24, Malang — Di tengah persaingan ketat masuk perguruan tinggi negeri, jalur mandiri menjadi arena penting bagi kampus untuk memastikan keberagaman dan kualitas mahasiswa. Universitas Brawijaya (UB) menegaskan kembali komitmennya untuk menghadirkan seleksi mandiri yang transparan, adil, serta memberi kesempatan luas bagi penyandang disabilitas dan siswa berprestasi pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2026.
Meski kuota jalur mandiri secara nasional dibatasi maksimal 50 persen, UB memilih tidak menggunakan porsi maksimal. Kebijakan ini diambil untuk menjaga kualitas input mahasiswa dan menegaskan fokus pada seleksi nasional sebagai jalur utama.
Penilaian Khusus Prestasi: Dari Hafiz hingga Juara Olahraga
UB menyiapkan sistem apresiasi yang lebih kuat bagi calon mahasiswa berprestasi. Langkah ini diambil untuk mengakomodasi siswa dengan capaian luar biasa, baik akademik maupun non-akademik.
Direktur DALA UB, Dr. Rosihan Asmara, S.E., M.P, menyebut bahwa mahasiswa berprestasi akan mendapat perhatian khusus di jalur mandiri.
“Calon mahasiswa yang memiliki prestasi—misalnya Hafiz Al-Qur’an, juara olahraga, atau juara debat Bahasa Inggris—akan mendapat apresiasi tinggi pada seleksi mandiri,” ujarnya.
Skema ini memberi ruang bagi siswa yang tidak selalu terakomodasi melalui SNBP atau SNBT, tetapi memiliki rekam jejak prestasi yang kuat dan relevan dengan nilai-nilai kampus.
Seleksi Khusus Disabilitas: Menilai Kapasitas Akademik dan Aksesibilitas
Seleksi khusus penyandang disabilitas kembali dibuka, dengan mekanisme asesmen yang berbeda dari jalur reguler. UB memastikan seluruh penyandang disabilitas memiliki kesempatan adil selama dapat mengikuti proses akademik dengan baik.
Sekretaris DALA UB, Arif Hidayat, S.Kom., M.M, menjelaskan bahwa seleksi disabilitas tidak menggunakan tes tulis seperti jalur lain.
“Seleksi dilakukan melalui wawancara personal oleh ahli, untuk menilai potensi akademik dan kesiapan non-akademik. Kami harus memastikan mahasiswa disabilitas mampu mengikuti proses perkuliahan secara berkelanjutan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa UB tidak menyediakan kelas khusus bagi mahasiswa disabilitas. Karena itu, asesmen harus benar-benar menggali kemampuan pemohon untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar bersama mahasiswa reguler.
Jumlah pendaftar disabilitas di UB mengalami kenaikan signifikan dari tahun sebelumnya. “Tahun lalu ada sekitar 25 peminat, dan tahun ini meningkat menjadi 61. Ini menunjukkan kepercayaan yang tinggi terhadap layanan aksesibilitas UB,” ujarnya.
Tren Pendaftar Masih Meningkat meski Peringkat Nasional Turun
Secara nasional, jumlah peminat UB mengalami kenaikan meskipun peringkat kompetisi masuknya turun dari posisi ke-5 menjadi ke-6. Penurunan ini tidak mencerminkan penurunan minat, melainkan peningkatan lebih besar pada sejumlah kampus lain.
“Jumlah peminat UB tetap naik sekitar seribu pendaftar,” kata Arif. Untuk jalur mandiri, ia menegaskan bahwa perbandingan antarkampus memang tidak dapat dilakukan karena format seleksinya berbeda. Namun tren peminat mandiri di UB juga meningkat pada dua skema:
- Mandiri rapor & prestasi
- Mandiri berbasis nilai UTBK
UB juga mencatat kenaikan peserta jalur disabilitas yang lolos seleksi, dengan sebuah kasus khusus yang diterima melalui jalur mandiri di luar SNBP dan SNBT. Hal ini menunjukkan perluasan akses sekaligus ketatnya proses seleksi bagi kelompok afirmasi.
Mandiri Tetap Maksimal 50 Persen, UB Pilih Tidak Menyentuh Batas Atas
Meskipun peraturan nasional memungkinkan universitas menerima hingga 50 persen mahasiswa melalui seleksi mandiri, UB memastikan tidak akan mengambil kuota maksimal tersebut.
“Kami ingin memastikan mahasiswa yang diterima di UB adalah mahasiswa berprestasi, terutama dari jalur nasional,” tegas Rosihan.
Komposisi resmi kuota prodi masih menunggu keputusan pusat yang akan dirilis pada Desember, tetapi diperkirakan tidak akan banyak berubah dari tahun 2025.
Harapan UB: Akses Lebih Luas, Kualitas Tetap Terjaga
UB berharap sistem seleksi 2026 mampu menjaring lebih banyak pendaftar dari seluruh Indonesia, namun tetap mempertahankan kualitas akademik.
“Target kami jelas: UB harus menjadi pilihan pertama, terutama bagi siswa di Jawa Timur,” tegas Kepala Subdit Penerimaan Mahasiswa, Aulia Nur Mustaqiman, STP., M.Sc.
Dengan kombinasi penilaian prestasi, asesmen afirmatif bagi disabilitas, dan penyempurnaan sistem mandiri, UB menekankan bahwa penerimaan mahasiswa bukan hanya soal angka, tetapi soal membuka akses yang lebih inklusif tanpa mengorbankan kualitas.(Din/Dht)










