Kanal24, Malang – Upaya memperkuat kemandirian industri garam nasional terus didorong melalui sinergi antara dunia akademik dan sektor industri. Kebutuhan garam yang tidak hanya terbatas pada konsumsi, tetapi juga untuk kebutuhan industri pangan, manufaktur, dan teknologi, menuntut penguatan riset, pengembangan sumber daya manusia, serta pemanfaatan sains dan teknologi secara berkelanjutan. Dalam konteks inilah, kolaborasi strategis antara perguruan tinggi dan BUMN menjadi langkah penting untuk mempercepat transformasi industri garam Indonesia.
Acara Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PT Garam dan Universitas Brawijaya dilaksanakan pada Senin (08/12/2025), bertempat di Ruang Jamuan Lantai 6 Gedung Rektorat Universitas Brawijaya (UB). Kegiatan ini diselenggarakan bersama oleh Universitas Brawijaya dan PT Garam, sebagai tonggak awal penguatan kerja sama strategis di bidang riset, pendidikan, dan pengembangan industri garam nasional. Penandatanganan ini turut dihadiri oleh Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc, serta Direktur Utama PT Garam, Abraham Mose.
Baca juga:
Ekshibisi Kewirausahaan Munculkan Kreativitas Politik Wujudkan Tata Kota Cerdas

Penguatan Hilirisasi Riset Garam Nasional
Rektor UB, Prof. Widodo, menekankan pentingnya mendekatkan perguruan tinggi dengan industri strategis nasional seperti PT Garam. Menurutnya, pengolahan garam untuk kebutuhan industri tidak dapat dilepaskan dari peran sains dan teknologi. Melalui kerja sama ini, UB dan PT Garam menargetkan penguatan riset dan pengembangan (research and development/R&D), khususnya dalam pengolahan garam agar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai kepentingan industri. Ia juga menyebut bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, dengan riset sebagai fokus utama.
Selain riset, penguatan aspek pendidikan menjadi agenda penting dalam nota kesepahaman ini. Prof. Widodo menyampaikan harapannya agar mahasiswa dan dosen UB dapat terlibat langsung dalam program magang dan praktik industri di lingkungan PT Garam. Sebaliknya, UB juga membuka peluang bagi industri untuk terlibat dalam pengembangan ekosistem riset di kampus. Kolaborasi ini diharapkan mampu melahirkan talenta unggul yang memahami kebutuhan riil industri, sekaligus mendorong terciptanya inovasi berbasis kebutuhan lapangan.
Strategi Nasional Hadapi Penghentian Impor Garam
Direktur Utama PT Garam, Abraham Mose, menyampaikan bahwa kerja sama ini sejalan dengan penguatan konsep kolaborasi antara akademisi, bisnis, dan pemerintah yang kini semakin dibutuhkan. Ia menyinggung kebijakan nasional melalui Peraturan Presiden yang menargetkan penghentian impor garam pada tahun 2027, sehingga periode saat ini menjadi momentum krusial untuk membangun kapasitas produksi dalam negeri. Menurutnya, riset dan pengembangan tidak lagi bisa ditunda, karena industri garam Indonesia tidak hanya dituntut memproduksi garam konsumsi, tetapi juga garam industri untuk sektor pangan dan manufaktur.
Inovasi Prisma dan Pengembangan Produk Turunan
Abraham Mose juga menyoroti inovasi teknologi yang mulai dikembangkan bersama UB, salah satunya melalui sistem “Prisma” untuk produksi garam. Teknologi ini dinilai mampu mengantisipasi tantangan kondisi cuaca, terutama tingginya curah hujan, sehingga kualitas dan produktivitas garam tetap terjaga. Ke depan, kerja sama ini juga diarahkan pada pengembangan produk turunan garam yang memiliki nilai tambah, seperti pengolahan kandungan magnesium, kalsium, dan mineral lainnya. Ia menegaskan bahwa peningkatan kapasitas produksi harus diiringi dengan peningkatan kualitas, agar industri garam nasional mampu bersaing dan mandiri secara berkelanjutan.
Penandatanganan nota kesepahaman ini menjadi langkah awal penting dalam membangun ekosistem riset dan industri garam yang terintegrasi, sekaligus memperkuat posisi Indonesia menuju swasembada garam berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. (nid/tia)









