Kanal24, Malang – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan bahwa penetapan upah sektoral harus dilakukan dengan cermat dan tidak dapat ditentukan secara seragam. Pernyataan ini muncul seiring meningkatnya perhatian terhadap mekanisme pengupahan nasional, terutama menjelang pembahasan kebijakan upah untuk tahun mendatang. Apindo menilai bahwa setiap sektor memiliki kemampuan dan daya dukung usaha yang berbeda, sehingga penetapan upah harus mencerminkan kondisi riil di lapangan.
Pertimbangan Alfa dan Pertumbuhan Sektor
Dalam paparannya, Apindo menjelaskan bahwa nilai alfa dalam formula upah sektoral merupakan komponen krusial yang harus memperhitungkan perkembangan usaha pada tiap sektor. Alfa menggambarkan faktor produktivitas serta kapasitas pertumbuhan sektor tersebut. Jika sebuah sektor mengalami perlambatan atau penurunan daya saing, kenaikan upah minimum sektoral dianggap tidak relevan dan berpotensi membebani industri. Oleh karena itu, penetapan upah sektoral tidak bisa dilakukan tanpa melihat data pertumbuhan sektoral dan kemampuan perusahaan untuk membayar.
Baca juga:
FEB UB Latih SDM Bumdes, UMKM dan Koperasi Perkuat Desa Wisata Sengguruh
Apindo menilai bahwa kebijakan pengupahan yang tidak selaras dengan kondisi usaha dapat menimbulkan risiko, termasuk berkurangnya daya saing industri dan potensi pengurangan tenaga kerja. Sektor-sektor padat karya menjadi salah satu contoh yang sangat sensitif terhadap perubahan beban upah, sehingga pendekatan berbasis data menjadi keharusan.
Perbedaan Kondisi Ekonomi Daerah
Selain mempertimbangkan perkembangan sektor, perbedaan kondisi ekonomi antarwilayah juga menjadi faktor penting. Apindo menekankan bahwa upah minimum, baik tingkat provinsi maupun sektoral, tidak dapat disamakan karena setiap daerah memiliki tingkat kebutuhan hidup dan produktivitas yang berbeda. Data kebutuhan hidup layak serta dinamika ekonomi lokal harus menjadi dasar dalam menentukan upah yang proporsional.
Penerapan angka yang seragam tanpa memperhitungkan kondisi daerah dinilai bisa mengganggu keberlanjutan usaha. Apindo mendorong pemerintah daerah untuk benar-benar memahami kapasitas industri di wilayahnya sebelum menetapkan kebijakan upah sektoral.
Ketegangan antara Pelaku Usaha dan Tuntutan Buruh
Di tengah upaya penyeragaman kebijakan pengupahan, muncul ketegangan antara dunia usaha dan kelompok buruh. Banyak serikat pekerja mendorong kenaikan upah minimum yang lebih besar untuk menyesuaikan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Namun, pelaku usaha berpendapat bahwa kenaikan upah yang terlalu tinggi tidak sejalan dengan produktivitas dan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Apindo di beberapa daerah menyampaikan bahwa kenaikan upah realistis berada pada kisaran empat hingga lima persen, tergantung sektor dan kemampuan perusahaan. Kenaikan yang melebihinya dinilai dapat memperberat struktur biaya usaha dan melemahkan kemampuan industri untuk bertahan.
Dorongan Reformasi Mekanisme Pengupahan
Melihat dinamika tersebut, Apindo mendorong adanya pembaruan mekanisme pengupahan nasional. Rumus naik-turun upah harus lebih fleksibel, berbasis data, dan mempertimbangkan berbagai variabel seperti produktivitas, nilai investasi, efisiensi usaha, hingga kemampuan sektor menghadapi tantangan global. Reformasi ini dianggap penting untuk memastikan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.
Keseimbangan tersebut menjadi kunci agar kebijakan pengupahan tidak hanya meningkatkan daya beli pekerja, tetapi juga menjaga stabilitas bisnis dan membuka ruang bagi investasi baru. Apindo berharap pemerintah terus melibatkan semua pemangku kepentingan dalam perumusan kebijakan, sehingga hasilnya dapat diterima dan dijalankan secara efektif. (nid)










