Kanal24, Malang – Demi mewujudkan ketertiban peraturan perundang-undangan pembangunan hukum berkelanjutan, Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Ilmu Perundang-Undangan (ASIPPER) gelar Seminar Nasional, Workshop, dan Call For Paper secara hybrid pada hari Kamis dan Jum’at (16 dan 17/03/2023) di Ruang Auditorium Gedung A FH UB.
Rektor UB, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc. dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan yang digelar FH bersama ASIPPER. Ia mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi kontribusi untuk memikirkan penyelesaian permasalahan bangsa secara nasional.
“PR buat kita semua ketika membuat undang-undang adalah bagaimana undang-undang dikawal penuh karena memang itu adalah kebutuhan dari rakyat, kebutuhan dari nasional, kebutuhan dari bangsa Indonesia, bukan karena hanya kebutuhan dari kelompok-kelompok elit tertentu,” ujar Prof. Widodo.
Ia mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi salah satu kontribusi baik untuk mendapatkan rancangan rumusan dan juga kegiatan-kegiatan yang konstruktif bagaimana nanti peraturan perundang-undangan di Indonesia juga akan dikerjakan dengan lebih baik lagi.
Sementara itu, Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum. mengatakan bahwa pembentukan perundang-undangan tidak boleh hanya mendasarkan pada kepentingan politik tetapi harus ada teknokratifnya serta harus ada berbagai pemikiran dan sentuhan dalam pembentukan peraturan perundangan diwajibkanlah adanya naskah akademik di undang-undang.
Acara yang digelar selama 2 hari ini, menghadirkan Keynote Speaker Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan FH Universitas Indonesia (UI) Hakim Mahkamah Konstitusi 2008-2018, Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.
Dalam materinya, Prof. Maria Farida menyampaikan, pembangunan nasional pada hakekatnya ialah pencapaian tujuan-tujuan negara sesuai dengan apa yang digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tata cara pembangunan juga harus sesuai dengan asas filsafat dan dasar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara rakyat Indonesia yang telah ditetapkan sendiri, yaitu Pancasila.
Dengan perkataan lain, dalam mencapai tujuan negara, tata cara mencapainya dan sarana yang dapat serta boleh digunakan untuk mencapainya haruslah senantiasa sesuai dengan yang telah dituangkan dalam hukum dasar bangsa Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 atau jika orang lain sekarang mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
“Kita bisa melihat bahwa kalau kita lihat pada sampai perubahan keempat. Perubahan pertama, perubahan kedua, perubahan ketiga, sampai perubahan keempat itu diundangkan dalam karena lembaran negara, tapi setelah seluruhnya itu selesai, nggak ada lagi pengundangan, tapi namanya langsung dikatakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ujar Prof. Maria.
Kanal24, Malang – Demi mewujudkan ketertiban peraturan perundang-undangan pembangunan hukum berkelanjutan, Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Ilmu Perundang-Undangan (ASIPPER) gelar Seminar Nasional, Workshop, dan Call For Paper secara hybrid pada hari Kamis dan Jum’at (16 dan 17/03/2023) di Ruang Auditorium Gedung A FH UB.
Rektor UB, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc. dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan yang digelar FH bersama ASIPPER. Ia mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi kontribusi untuk memikirkan penyelesaian permasalahan bangsa secara nasional.
“PR buat kita semua ketika membuat undang-undang adalah bagaimana undang-undang dikawal penuh karena memang itu adalah kebutuhan dari rakyat, kebutuhan dari nasional, kebutuhan dari bangsa Indonesia, bukan karena hanya kebutuhan dari kelompok-kelompok elit tertentu,” ujar Prof. Widodo.
Ia mengatakan bahwa kegiatan ini menjadi salah satu kontribusi baik untuk mendapatkan rancangan rumusan dan juga kegiatan-kegiatan yang konstruktif bagaimana nanti peraturan perundang-undangan di Indonesia juga akan dikerjakan dengan lebih baik lagi.
Sementara itu, Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum. mengatakan bahwa pembentukan perundang-undangan tidak boleh hanya mendasarkan pada kepentingan politik tetapi harus ada teknokratifnya serta harus ada berbagai pemikiran dan sentuhan dalam pembentukan peraturan perundangan diwajibkanlah adanya naskah akademik di undang-undang.
Acara yang digelar selama 2 hari ini, menghadirkan Keynote Speaker Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan FH Universitas Indonesia (UI) Hakim Mahkamah Konstitusi 2008-2018, Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.
Dari kiri ke kanan Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum. dan Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan FH Universitas Indonesia (UI) Hakim Mahkamah Konstitusi 2008-2018, Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. (Sukana/Kanal24)
Dalam materinya, Prof. Maria Farida menyampaikan, pembangunan nasional pada hakekatnya ialah pencapaian tujuan-tujuan negara sesuai dengan apa yang digariskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tata cara pembangunan juga harus sesuai dengan asas filsafat dan dasar bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara rakyat Indonesia yang telah ditetapkan sendiri, yaitu Pancasila.
Dengan perkataan lain, dalam mencapai tujuan negara, tata cara mencapainya dan sarana yang dapat serta boleh digunakan untuk mencapainya haruslah senantiasa sesuai dengan yang telah dituangkan dalam hukum dasar bangsa Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 atau jika orang lain sekarang mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
“Kita bisa melihat bahwa kalau kita lihat pada sampai perubahan keempat. Perubahan pertama, perubahan kedua, perubahan ketiga, sampai perubahan keempat itu diundangkan dalam karena lembaran negara, tapi setelah seluruhnya itu selesai, nggak ada lagi pengundangan, tapi namanya langsung dikatakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ujar Prof. Maria.(nid)