Kanal24 – Lingkungan yang toxic, dan ketidakmampuan mengelola stres membuat seseorang rentan mengalami depresi. Dalam kondisi tertentu depresi bahkan dapat memicu self harm.
Dokter spesialis psikiatri dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ dalam acara webinar (10/9/2022) mengungkapkan bahwa tindakan melukai diri sendiri (self harm) merupakan tanda darurat bagi penderita depresi berat yang sesungguhnya mencari dan membutuhkan lebih banyak bantuan.
“Self harm itu adalah suatu crying for help,” kata Lahargo yang juga merupakan anggota pengurus pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI).
“Ketika orang berusaha melukai dirinya atau sampai dia melakukan tindakan bunuh diri, mereka sebenarnya sedang menangis minta tolong, di mana bantuan, di mana pertolongan, di mana pendampingan yang seharusnya bisa mereka dapatkan dalam hidup mereka,” imbuhnya.
Selain itu, Lahargo menjelaskan bahwa depresi berat dapat menyebabkan seseorang memiliki pikiran dan perilaku yang merugikan diri sendiri serta keinginan untuk mengakhiri hidup atau memikirkan kematian (suicide).
Depresi, melukai diri sendiri, dan bunuh diri saling berhubungan dan membentuk siklus yang tampaknya tak berujung jika seseorang tidak segera mendapatkan bantuan profesional.
Lahargo menjelaskan bahwa siklus tersebut dimulai saat seseorang mengalami rasa sakit emosional, seperti stress, yang mengarah ke depresi. Jika seseorang tidak memiliki cara untuk menghadapinya, penumpukan emosi akan menyebabkan kepanikan.
“Dan kalau seseorang sudah mengalami kepanikan secara psikologis, dia harus mencari exit plan, dia harus dengan cepat mengatasi kepanikan itu. Salah satu yang mungkin dia lakukan adalah self harm, dia seolah- olah tidak punya opsi yang lain,” terangnya.
Menurut Lahargo, ketika seseorang menyakiti diri sendiri, ada rasa lega sementara atau rasa tenang dan nyaman sementara, tetapi itu tidak menyelesaikan masalah yang sebenarnya mereka hadapi.
“Ada zat kimia atau neurotransmitter yang kita sebut dopamin, di otak itu dia keluar. Dan itu menimbulkan ketenangan yang sesaat atau kita sebut temporary relief,” ujarnya.
Lahargo menambahkan bahwa siklus tersebut berlanjut dengan munculnya perasaan malu, berdosa, bersalah, bahkan frustrasi. Ini akan memperburuk rasa sakit emosional atau beban pikiran yang Anda rasakan.
“Dan siklus ini akan terus berputar apabila tidak ada pertolongan yang mereka kemudian dapatkan,” ujar Lahargo.
Selain memberi rasa sakit pada diri sendiri, depresi juga dapat menimbulkan keinginan untuk mengakhiri hidup pada orang yang menderitanya. Lahargo mengatakan upaya bunuh diri terjadi karena tidak ada bantuan yang diharapkan oleh penderita.
“Seseorang yang melakukan bunuh diri, hanya ingin mengakhiri konflik yang mereka alami itu dengan cepat sehingga kita perlu memberikan bantuan ini dan perlu dengan komprehensif penanganan ini tentunya dilakukan,” katanya.
Dia menekankan pentingnya memberikan pertolongan bagi penderita depresi yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri melalui bantuan profesional kesehatan jiwa seperti psikiater, perawat jiwa, psikolog, serta pekerja sosial. Sebelum itu, spesialis akan melakukan pemeriksaan kepada penderita.
Beberapa terapi yang dapat diterapkan antara lain pola hidup sehat, manajemen stres yang baik, dan dukungan atau support dari keluarga, teman, dan masyarakat.
Jika diperlukan, terapi juga dapat berupa obat-obatan psikiatri seperti antidepresan, psikoterapi, terapi stimulan seperti terapi electro-convulsive (ECT) dan stimulasi magnetik transkranial (TMS), rehabilitasi, pemulihan psikososial dan depresi yang resisten terhadap pengobatan.
“Ketika seseorang mengalami depresi atau bunuh diri, ada harapan untuk bisa pulih, berfungsi, dan produktif kembali. Jadi coba akseslah layanan-layanan ini agar depresi dan bunuh diri ini bisa teratasi,” kata Lahargo.