Oleh: Aminullah A.M, M.Sc. Fin Dosen FEB UB
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik” (QS. Al-Kahfi: 30).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah ﷻ tidak akan menyianyiakan setiap kebaikan sekecil apapun yang dilakukan oleh hamba-Nya dan akan membalasnya sesuai dengan nilai kebaikan tersebut. Dari sini, kita belajar bagaimana untuk bisa menghargai setiap kebaikan yang dilakukan seseorang kepada kita, bahkan membalasnya dengan kebaikan pula (jika mampu), termasuk dalam hal ini adalah memberikan hak bagi para pekerja yang telah mencurahkan tenaganya untuk menyelesaikan pekerjaannya untuk kita.
Islam memposisikan buruh atau pekerja tidak berbeda dengan atasan. Di mana posisinya sama-sama sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan porsinya. Sehingga, para pekerja atau buruh harus diperlakukan secara layak. “Para pekerja adalah saudaramu yang dikuasakan Allah kepadamu. Maka, barang siapa mempunyai pekerja hendaklah diberi makanan sebagaimana yang ia makan, diberi pakaian sebagaimana yang ia pakai, dan jangan dipaksa melakukan sesuatu yang ia tidak mampu. Jika terpaksa, ia harus dibantu” (HR. Ahmad).
Rasulullah ﷺ juga melarang memberikan beban tugas melebihi kemampuan orang yang dipekerjakannya. Dan jika terpaksa, maka hendaknya sang atasan juga turut membantunya. “Janganlah kalian membebani mereka (budak), dan jika kalian memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka” (HR. Bukhari). Dari Amr bin Huwairits, Rasulullah ﷺ bersabda, “Keringanan yang kamu berikan kepada budakmu, maka itu menjadi pahala di timbangan amalmu” (HR. Ibnu Hibban).
Selanjutnya, Rasulullah ﷺ mewajibkan untuk memberikan upah kepada buruh atau pekerja yang telah menyelesaikan tugasnya dengan tepat waktu tanpa dikurangi sedikit pun sesuai dengan beban kerja dan kesepakatan di awal kerja. “Berikanlah upah pegawai (buruh), sebelum kering keringatnya” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani). Dan termasuk akhlak mulia adalah memberikan tambahan kepada pekerja atau buruh di luar upahnya sebagai hadiah atau bonus, khususnya jika ia menunaikan pekerjaannya dengan baik. “Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka dan menambah untuk mereka sebagian dari karunia-Nya” (QS. An-Nisa’: 173).
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمَهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُوفِّهِ أَجْرَهُ.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Tiga orang yang akan menjadi musuhku pada hari kiamat, dan barangsiapa aku sebagai lawannya, maka aku akan memusuhinya pada hari kiamat; seseorang yang memberi dengan namaku tetapi dia berkhianat, seseorang yang menjual orang merdeka kemudian dia memakan hasil penjualan, dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak membayar upahnya” (HR Ibnu Majah dan Ahmad).
Terdapat sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Abu Yusuf, di mana Abu Abdillah berkata kepada Umar: “Kamu telah mencemari para sahabat Rasulullah ﷺ dengan pekerjaan!”. Lalu Umar menjawab, “Jika saya tidak meminta tolong kepada orang-orang ahli agama untuk keselamatan agamaku, maka dengan siapakah saya akan meminta tolong?”. Berkata Abu Abdillah: “Adapun jika engkau harus melakukan itu, maka cukupkanlah upah mereka dengan tidak berkhianat!”.
Apabila pihak Negara yang mempekerjakan, maka seharusnya menjadi teladan bagi orang-orang yang lain dalam memenuhi gaji pegawainya. Dalam penentuan upah, terdapat dua hal yang harus diperhatikan yaitu pertama, nilai kerja itu sendiri. Di mana tidak boleh menyamakan dua orang yang memiliki kompetensi yang berbeda ataupun membedakan dua orang yang memiliki kompetensi yang sama. Kedua, kebutuhan pekerja berupa kebutuhan-kebutuhan pokok yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pekerja hingga tidak akan berkekurangan.
Dengan begitu, para pekerja tidak boleh menuntut upah di atas haknya ataupun di bayar di bawah haknya. Dan hendaknya, para pekerja menunaikan pekerjaannya dengan baik dan semestinya. Seandainya hal ini dipahami bersama antara pemberi kerja dan pekerja maka insyaa Allah rutinitas tahunan May Day tidak seheboh biasanya, karena hak dan kewajiban kedua belah pihak terpenuhi dengan baik. Keridhoan keduanya akan menjadikan hubungan antar pelaku ekonomi lebih harmonis dan keberkahan serta produktifitas akan meningkat. Wallahu a’lam bisshowab.(*)