Oleh: Noval Adib
Pernahkah anda menghitung-hitung, sudah berapa rupiah cuan yang anda ‘buang’ dari trading saham dalam seminggu terakhir? Dua minggu terakhir? Sebulan terakhir? Maksud saya, seberapa sering anda mengabaikan cuan yang sudah mampir di salah satu atau beberapa saham dalam portofolio anda? Saya yakin banyak di antara kita yang punya kebiasaan seperti itu. Sahamnya sudah menghasilkan profit 2%, 3%, tapi diabaikan, tidak segera dijual. Alasannya klise: ingin mengharapkan cuan yang lebih besar lagi. Sebuah alasan yang berangkat dari sifat serakah (greedy) sebetulnya, meski alasan tersebut tetap manusiawi.
Namun setelah itu yang sering terjadi adalah harga kemudian turun dan turun terus. Pada titik ini seorang trader biasanya berharap harga saham akan kembali naik ke level yang sebelumnya dia abaikan, namun hal tersebut tidak terjadi lagi. Yang terjadi adalah trader tersebut sudah dalam posisi nyangkut alias rugi. Setelah itu yang timbul adalah rasa penyesalan. “Kok tadi tidak saya jual ya ketika masih untung? Sekarang posisi saya malah rugi…” Dan tanpa disadari hal seperti itu berlangsung hampir tiap hari. Coba kalau profit-profit yang dibuang itu dijumlah, dalam 10 hari terakhir misalnya. “Kemarin saya melewatkan cuan 300 ribu. Kemarinnya lagi 400 ribu. Kemarinnya lagi 500 ribu…”. Kalau ditotal mungkin dalam 10 hari atau dua minggu ke belakang sudah jutaan rupiah cuan yang dilewatkan begitu saja demi mengharapkan cuan yang lebih tinggi lagi yang kemudian ternyata tidak terwujud. Sayang sekali bukan? Nah bagaimana cara mengatasi “kebiasaan buruk” tersebut?
Perubahan mindset (pola pikir) mutlak harus dilakukan. Pola pikir memburu cuan sebanyak-banyaknya dari satu saham sehingga rela untuk menunggui saham tersebut dalam waktu beberapa lama, perlu diubah menjadi memburu cuan sedapatnya dari satu saham lalu kabur. Pola pikir bahwa pasar ibarat laut yang tenang untuk memancing ikan harus diubah menjadi pasar ibarat laut yang ombaknya naik-turun dan anginnya kencang sehingga begitu dapat ikan harus cepat-cepat kembali ke daratan. Pola pikir bahwa pasar adalah sarana investasi yang dapat diprediksi harus diubah menjadi menjadi pasar adalah sarana investasi yang tidak bisa diduga karena penuh dengan ketidakpastian. Pola pikir bahwa pasar adalah tempat yang nyaman dan aman untuk berdagang harus diubah menjadi pasar adalah tempat berdagang yang penuh copet dan preman sehingga harus senantiasa mengamankan barang dagangan dan cuan yang sudah didapat. Bahkan kalau perlu seorang trader harus berpikir “lebih baik jadi pencopet daripada dicopet di pasar modal”.
Teknik trading ambil cuan sekedarnya lalu kabur selama ini dikenal sebagai “scalping” atau “intraday trading”, yaitu teknik beli dan jual saham dengan cara cepat-cepat kabur setelah dapat cuan sedikit. Cuan sedikit ini bisa dalam kisaran 1%, 2% atau 3%. Bayangkan kalau teknik ini bisa dilakukan secara konsisten 1% saja setiap hari, dalam sebulan bisa cuan 25%. Suatu pencapaian yang sangat lumayan kan. Meskipun kedengarannya cukup mudah dilakukan, namun beberapa prinsip dasar harus benar-benar dipatuhi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Jangan percaya pada saham, percayalah pada cuannya saja.
Maksud dari prinsip ini adalah jangan terlalu lama stay pada satu saham. Begitu dapat cuan sedikit harus langsung kabur. Mungkin pada teknik trading yang lain perlu untuk stay pada saham tertentu dalam waktu beberapa lama (hari, minggu, bulan atau tahun). Namun pada teknik ini hal tersebut justeru dihindari. Karena prinsipnya ya itu tadi: cuan langsung kabur. Kalau gak langsung kabur maka ada kemungkinan harganya turun lagi dan jadi tidak jelas apakah/kapan harganya akan naik lagi. Dan ini menyalahi prinsip trading scalping/intraday ini. Seorang scalper ulung asal Amerika, Joseph Dedona, bahkan menyatakan bahwa dia tidak mau menanggung resiko dengan menyimpan saham lebih dari semalam. Semua saham yang dibelinya harus habis terjual di hari yang sama. “I had no overnight risk since I did not carry positions after the close most of the time”, demikian kata Dedona.
2. Beli pada sisi bid, jual pada sisi offer.
Trader dengan teknik scalping harus disiplin beli dengan harga di sisi bid dan jual di sisi offer alias harus sabar mengantri. Beli di sisi offer dan jual di sisi bid (tidak mau ngantri) sangat tidak disarankan karena laba yang diincar cukup tipis dalam time frame yang cukup sempit. Kalau itu dilakukan maka akan makin memperkecil peluang untuk memperoleh laba yang tipis itu dalam waktu cepat, atau mungkin malah rugi yang didapat.
3. Pilih hanya saham yang aktif saja
Karena prinsipnya adalah jual cepat, maka sudah pasti saham yang harus jadi pilihan seorang scalper adalah saham yang aktif, saham yang ketika dipasang jual sesaat setelah dibeli dipastikan akan ada yang menyambar.
4. Disiplin
Seorang scalper harus mendisiplinkan diri sendiri. Disiplin ketika masuk (beli di sisi bid), disiplin ketika keluar (jual di sisi offer), disiplin menjaga waktu (beli dan jual pada hari yang sama), serta disiplin dalam memilih saham, pilihlah saham yang aktif diperdagangkan setiap hari saja.
Lalu kapan saat yang paling tepat bagi seorang scalper untuk beroperasi? Satu jam pertama dari sesi perdagangan Bursa Efek Indonesia adalah waktu yang pas untuk menerapkan jurus ini karena pada durasi ini (jam 9.00 – 10.00) adalah waktu transaksi paling aktif di pasar modal Indonesia. Pada waktu inilah harga saham bergerak secara volatile (naik-turun) dengan sangat cepat yang merupakan peluang empuk bagi para scalper untuk mencetak laba secara hit and run, ambil cuan lalu kabur dan cari saham lain yang diraasa bisa ‘dicopet’ labanya.
Di atas jam 10.00 pergerakan harga saham sudah mulai stabil dan melambat sehingga sudah kurang cocok untuk para scalper dalam berburu cuan. Demikianlah seni berburu cuan di bursa saham dengan teknik scalping atau intraday trading. Kalau diibaratkan, perbedaan antara investor atau trader dengan jangka waktu menengah dengan scalper ibarat penambang emas dengan penjual makanan/minuman di area tambang emas. Investor atau trader jangka menengah ibarat penambang emas yang rela untuk masuk ke dalam gua atau perut bumi demi mencari bongkahan emas dengan segala resiko yang dihadapi. Sedangkan scalper ibarat penjual makanan dan minuman yang mengharap laba dari menjual makanan dan minuman kepada para penambang emas tersebut. Mungkin laba yang diperoleh kecil, tidak sebesar laba yang didapat para penambang emas tersebut jika mereka berhasil menemukan emas. Namun resiko yang ditanggung oleh penjual makanan dan minuman tersebut juga kecil, dan bisa pulang ke rumah tiap sore begitu dagangannya habis, tidak seperti penambang emas yang bisa berhari-hari berada di dalam perut bumi demi mencari emas.
Nah, selamat berburu cuan dengan teknik scalping ini. Syukuri laba yang sudah di tangan dan segera eksekusi jual untuk merealisasikan laba yang sudah ada, betapapun kecilnya.
Penulis adalah Kepala Laboratorium Investasi dan Pasar Modal FEB Universitas Brawijaya
Referensi:
Baird, Allen Jan (2001). Electronic Trading Masters: Secret From The Pros. John Wiley & Sons, Inc.