Kanal24 – Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, pemerintah siap menerima Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi inisiatif Undang-Undang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
“Begitu RUU ini selesai menjadi RUU inisiatif DPR, maka pemerintah sudah siap. Posisi pemerintah benar- benar sudah siap karena pemerintah sudah mendiskusikannya,” kata Menaker saat menghadiri Pawai HAM Mendukung Percepatan Pengesahan RUU PPRT di Jalan Jenderal Sudirman Jakarta (12/2/2023).
Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai diskusi fokus (FGD) tentang RUU PPRT, baik FGD internal maupun dengan pihak-pihak terkait.
Ia memastikan bahwa adanya RUU PPRT sangat penting karena pekerja rumah tangga bekerja di lingkungan pribadi, sehingga mereka rentan terhadap perlakuan yang tidak baik.
“Sehingga mendesak bagi pemerintah untuk segera mengesahkan RUU PPRT ini menjadi Undang-Undang, tidak ada lagi ada (huruf) R-nya,” katanya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah siap untuk berdiskusi dan membahas setiap masalah atau perbedaan pendapat yang masih ada dalam RUU PPRT saat ini yang sedang dibahas oleh DPR RI.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini, pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga menjadi undang-undang sangat penting untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia bagi pekerja rumah tangga.
“RUU PPRT menjadi Undang-Undang sangat urgensi karena catatan dari kami memperlihatkan kasus-kasus terhadap PRT itu ada, nyata dan perlu perlindungan,” katanya.
Menurut Rini, demikian ia biasa disapa, RUU PPRT tidak hanya menguntungkan bagi PRT, tapi juga memberikan kerangka regulasi terkait hak dan kewajiban bagi pekerja, pemberi kerja, dan penyalur PRT.
“RUU PPRT ini juga memberikan perlindungan kepada pemberi kerja, pihak PRT juga akan memberikan hak bagi majikan, misal atas layanan yang baik,” demikian Theresia Iswarini.
Sebelumnya, Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah RI mengatakan RUU PPRT memberikan jaminan hukum bagi semua pihak yang terlibat, terutama bagi pekerja rumah tangga dan pemberi kerja.
“Kalau dibaca substansinya, ini memberikan kepastian bagi beberapa pihak, terutama PRT dan majikannya,” katanya di Jakarta (11/2/2023).
Menurutnya, RUU PPRT memberikan klarifikasi hukum yang lebih baik bagi semua pihak terkait. Dengan kata lain, hak-hak para pekerja rumah tangga terjamin dan sebaliknya, pemberi kerja atau majikan juga memiliki jaminan yang sama.
Ia mengatakan adanya jaminan hukum bagi kedua belah pihak secara tidak langsung dapat meminimalisir potensi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang kerap dialami pekerja rumah tangga karena ketidakadaan perlindungan hukum bagi mereka.
Namun, dia menekankan bahwa meskipun RUU PPRT segera diterima, itu tidak berarti bahwa pelanggaran hak asasi manusia bagi pekerja rumah tangga akan sepenuhnya teratasi.
“Kehadiran undang-undang itu tidak sakti begitu ya, tetapi secara bertahap akan membangun situasi yang lebih kondusif bagi pekerja rumah tangga,” jelas dia.
Anis memberikan contoh undang-undang perlindungan pekerja migran yang sudah ada selama lima tahun, namun masih terjadi masalah. Contoh lainnya adalah masalah kekerasan seksual yang meskipun sudah ada payung hukum, masih terjadi kasus-kasus pelanggaran.
Namun, dia juga menjelaskan bahwa dengan adanya suatu undang-undang, ini dapat menjadi mekanisme hukum bagi korban, dalam hal ini pekerja rumah tangga, untuk mengajukan tuntutan jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak mereka.
“Jadi, kalau mereka menghadapi masalah maka sudah ada mekanisme yang diatur oleh undang-undang dan tidak hanya mengandalkan KUHP,” jelas dia.
Secara keseluruhan, Komnas HAM berpartisipasi dalam pembuatan RUU PPRT dengan melakukan penelitian dan menyediakan rekomendasi. Hasil rekomendasi tersebut telah diserahkan ke DPR Republik Indonesia dan Menteri Ketenagakerjaan.
“Kita juga mendorong advokasi bagaimana proses di DPR berjalan sesuai yang diharapkan,” tegas dia