Kanal24 – Bahasa walikan atau bisa juga disebut osob kiwalan adalah sebuah dialek yang digunakan oleh masyarakat Malang. Bagi warga malang mungkin bahasa walikan sudah menjadi bahasa sehari hari. Tidak seperti bahasa slang yang biasanya hanya digunakan oleh para anak muda, bahasa walikan digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari tua hingga muda. Bisa dibilang gaya bahasa walikan sudah bisa menjadi budaya bagi masyarakat Malang. Karena memang bahasa walikan memiliki nilai historisnya sendiri.
Dalam penelitian yang dibuat oleh Setyanto Aji mengatakan bahwa bahasa walikan sudah digunakan sejak masa penjajahan Belanda. Dimulai ketika terjadinya Gerilya Rakyat Kota yang merupakan suatu gerakan yang dilakukan dengan rahasia. Namun seiring berjalannya waktu belanda berhasil mengendus pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat Malang.
Setelah mengetahui pergerakan rahasia tersebut Belanda mengirim mata-mata untuk mengambil informasi penting. Para pejuang GKR merasa pergerakannya mulai tidak aman dan mulai menyadari bahwa terdapat mata-mata Belanda yang menyusup. Karena itulah para anggota GKR berunding untuk menyusun strategi baru agar rahasia tetap terjaga. Dari sinilah terpikir untuk membuat bahasa walikan yang hingga saat ini masih tetap eksis digunakan. Bahasa walikan yang pada awalnya digunakan untuk membedakan mana kawan dan lawan ketika terjadinya Gerakan Rakyat Kota tidak memiliki tata bahasa yang pakem.
Pada perkembangannya bahasa yang tidak memiliki aturan baku ini berkembang dengan sendirinya. Terdiri dari banyak gabungan bahasa Jawa, Indonesia, Madura, dan bahkan Cina. Mereka memiliki ciri khasnya sendiri. Ada beberapa kata yang memang langsung dibalik seperti makan menjadi nakam, rumah menjadi hamur, dan rabi menjadi ibar. Sedangkan untuk kata yang memiliki dua huruf konsonan tidak dapat dibalik langsung seperti kata monyet tidak dibaca teynom melainkan dibaca tenyom, lalu kata senden yang artinya bersandar dibalik menjadi nendes, penyesuaian tersebut agar lebih enak dibaca.
Terdapat pula beberapa kata yang diserap dari bahasa lain seperti kata minum yang diubah menjadi asrob. Kata tersebut berasal dari bahasa Arab yang juga berarti minum. Ada juga kata yang memang lahir dengan sendirinya seperti kata ebes, memes, dan idrek, yang masing masing berarti bapak, ibu, dan kerja. Lalu bagaimana kata “kerja” dapat menjadi idrek? Kata idrek jika dibalik menjadi kata kerdi. Kerdi merupakan akronim dari kerja rodi.
Tidak hanya Malang, ternyata bahasa walikan tidak hanya dimiliki oleh masyarakat malang, masyarakat Yogyakarta Juga memiliki bahasa walikannya sendiri. Yang menjadi pembeda adalah bahasa walikan masyarakat Jogja lebih tersusun karena memiliki rumus dari aksara jawa yang dibolak balik. Baris pertama (ha na ca ra ka) diganti menjadi baris ketiga (pa dha ja ya nya), baris kedua (da ta sa wa la) diganti baris keempat (ma ga ba tha nga) dan juga sebaliknya.
Bahasa walikan sebagai salah satu ragam bahasa yang dipakai oleh masyarakat khususnya Malang dan Yogyakarta menjadi bukti bahwa bahasa akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Penggunaan bahasa walikan juga bisa menjadi salah satu alat untuk mempererat hubungan antar personal karena adanya rasa saling sama dan saling memahami. penggunaan kalimat bahasa walikan masih kerap terdengar di jalanan. Kalimat “nuwus sam” ketika memberi tukang parkir, “nakam sek” ketika hendak mencari makan, dan tidak lupa kata “oyi” yang menjadi ciri khas masyarakat Malang. (fan)