Suku bugis adalah suku dengan populasi terbesar ayang menempati daerah Sulawesi Selatan. Tradisi merantau suku Bugis membuat keberadaan mereka tersebar di banyak daerah di Indonesia bahkan mancanegara. Salah satu tokoh yang berasal dari suku Bugis adalah wakil presiden Jusuf Kalla, dan Najib Rajak yang merupakan mantan perdana menteri Malaysia.
Salah satu hal unik dari suku bugis yang cukup populer adalah Mappalete Bola yaitu tradisi pidahan rumah yang benar-benar memindah rumah tanpa membongkarnya ke lokasi baru. Dari beragam keunikan dan tradisi yang dimiliki suku Bugis, ada suatu sistem yang mereka miliki yang tidak biasa dengan sistem yang berlaku di Indonesia. Sistem yang unik tersebut adalah sistem gender yang di terapkan. Suku Bugis mengakui 5 jenis gender. Sedangkan di Indonesia hanya mengakui 2 jenis gender, yaitu laki-laki dengan sifatnya ang maskulin dan perempuan dengan sifat yang feminim.
Gender sendiri memiliki arti yang berbeda dengan jenis kelamin. gender merujuk pada peran, perilaku, ekspresi dan juga identitas yang dibangun melalui linkungan sosial pada diri setiap individu. Sedangkan jenis kelamin adalh seseuatu yang sifatnya biologis dan hanya berupa kategori laki-laki dan pperempuan.
5 jenis gender yang diakui suku Bugis adalah antara lain Oroane (laki-laki), Makkunrai (perempuan), Calalai(perempuan dengan peran dan fungsi lakilaki), Calabai (laki-laki dengan peran dan fungsi perempuan), dan Bissu (perpaduan dua gender yaitu perempuan dan laki-laki dalam satu tubuh). Kelima gender tersebut juga memiliki peranan yang berbeda dalam masyarakat.
berikut adalah uraian dari penjelasan dari kelima gender tersebut.
1. Orawane (Laki-laki)
Dalam bahasa Bugis, Orawane berarti laki-laki. Seperti halnya dengan konsep laki-laki yang banyak dipahami di Indonesia. Orawane merupakan seorang yang secara biologis lahir sebagai laki-laki dan memiliki sifat maskulin yang dominan. Peran Orawane dalam kehidupan sosial suku Bugis juga sama dengan peran laki-laki pada umumnya yang telah banyak dipahami yaitu sebagai pemimpin kepala keluarga dan lain sebagainya.
2. Makkunrai (Perempuan)
Makkunrai dalam bahasa Bugis berarti perempuan. Seperti halnya dengan Orawane, peran Makkunrai juga sama seperti peran perempuan yang banyak dipahami oleh masyarakat Indonesia. Makkunrai adalah seorang yang secara biologis terlahir sebagai perempuan dan memiliki sifat-sifa feminim. Kedudukan Makkunrai atau perempuan sangat dihargai dalam suku Bugis. Sehingga apabila terdapat seorang laki-laki yang ingin menikahi perempuan, maka ia harus terlebih dahulu membayar uang panai.
3. Calabai (Laki-laki berperilaku seperti Perempuan)
Calabai adalah seseorang yang secara biologis terlahir sebagai laki-laki. Namun, ia memiliki sifat dan perilaku feminim yang dimiliki oleh seorang perempuan. Dalam suku Bugis Calabai tentunya tidak bisa menjadi perempuan seutuhnya. Namun, peran dan identitas gender mereka tetap sebagai perempuan. Kaum Calabai dapat menjalankan peran sebagai ibu pengantin dalam acara ritual tradisional untuk mempersiapkan acara pernikahan.
4. Calalai (Perempuan perilaku seperti Laki-laki)
Calalai merupakan seseroang yang secara biologis terlahir sebagai perempuan. Namun, ia memiliki sifat dan perlaku maskulin yang umumnya dimiliki oleh laki-laki. Dalam suku Bugis Calalai juga tidak bisa menjadi laki-laki seutuhnya. Walaupun begitu, peran serta identitas gender Calalai tetap sebagai seorang laki-laki.
Apabila Calalai dan Calabai menikah, maka peran gender antara keduanya menjadi terbalik. Calabai yang secara biologis merupakan seorang laki-laki, ia akan bekerja pada sektor domestik. Sedangkan Calalai yang secara biologis terlahir sebagai perempuan, ia akan bekerja pada ranah publik serta berperan sebagai kepala keluarga.
5. Bissu (Perpaduan semua gender)
Seorang Bissu dianggap sebagai orang suci dan memiliki peran sosial yang penting bagi suku Bugis. Seorang Bissu dilarang untuk menonjolkan salah satu identitas gendernya. Mereka berpegang pada filosofi masyarakat Bugis yan menyatakan “Manusia sempurna adalah manusia yang memiliki unsur keperempuanan dan kelelakian secara imbang dan adil” sehingga dalam hal ini Bissu harus bersifat netral. Selain itu Bissu juga tidak memiliki ketertarikan terhadap laki-laki ataupun perempuan. (rra)