Kanal 24 – Bulan Ramadhan dan Syawal merupakan bulan dalam kalender Hijriyah yang sistem penanggalannya didasarkan pada peredaran bulan terhadap bumi. Kedua bulan ini sangat penting bagi umat islam karena terdapat ibadah yang wajib dilakukan dan diharamkan untuk dilakukan. Pada tanggal 1 Ramadhan umat muslim diwajibkan untuk berpuasa selama sebulan yang kemudian pada 1 Syawal yang merupakan Hari Raya Idul Fitri umat muslim diharamkan untuk berpuasa.
Saat menjelang Hari Raya Idul Fitri, fenomena perbedaan penetapan hari raya Idul Fitri sudah mejadi hal biasa bagi masyarakat Indonesia. Walaupun Kementrian Agama yang merupakan lembaga yang memiliki otoritas dalam penetapan Idul Fitri maupun awal Ramadhan berusaha untuk menyeragamkan penetapan Idul Fitri dan Ramadhan dengan menggelar sidang isbat yang dihadiri oleh para ulama, ilmuwan, pakar hisab-rukyat, dan perwakilan dari berbagai organisasi massa yang ada di Indonesia. Namun, terdapat beberapa kalangan yang tidak mengikuti hasil siding isbat yang dilakukan oleh Pemerintah dikarenakan adanya perbedaan metode penetapan tanggal yang digunakan.
Menurut Husnul Haq yang merupkan Dosen IAIN Tulungagung dan Pengurus LDNU Jombang. Untuk metode penetapan Ramadhan dan Idul Fitri sendiri terdapat perbedaan pendapat diantara ulama. Mayoritas ulama dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwasannya untuk penetapan Ramadhan dan Idul Fitri hanya dapat ditetapkan melalui metode rukyat (observasi/mengamati hilal) atau istikmal, yaitu menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah dalam ayat A-Quran surat Al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya “Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan maka hendaklah ia berpuasa (pada) nya.”
Serta hadist Nabi yang berbunyi:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Artinya “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari, hadits no. 1776).
Pada Ayat Al-Quran dan Hadist diatas dapat diartikan bahwa berpuasa ditetapkan apabila telah melihat hilal atau dengan menyempurnakan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari (Muhammad Ali al-Shabuni, Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, Juz 1980, hal. 210
Dilain pihak, sebagian ulama, meliputi Ibnu Suraij, Taqiyyuddin al-Subki, Mutharrif bin Abdullah dan Muhammad bin Muqatil berpendapat bahwa awal Ramadhan dan Idul Fitri ditetapkan dengan menggunakan metode hisab yaitu metode perhitungan untuk mengetahui posisi hilal. Pendapat ini didasarkan pada ayat Al-Quran dan hadist nabi.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ
Artinya “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu).” (Q.S. Yunus ayat 5)
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Artinya “Jika kalian melihat hilal (hilal Ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal Syawwal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah ia.” (Hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma
Ayat A-Quran dan hadist tersebut dapt diartikan bahwa Allah SWT. menyariatkan kepada manusia untuk menggunkan hisab. Hal ini dikarenakan adanya kata “Faqdurû lah” yang ,enurut mereka, kata tersebut berarti perkirakanlah dengan menggunakan hitungan (hisab).
Dikutip dari Husnl Haq di Indonesia sendiri untuk penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu:
1. Imkanur rukyat (visibilitas hilal). Yaitu mempertimbangkan terlihatnya hilal dan hilal harus minimal berada 2 derajat diatas ufuk
2. Wujudul hilal. Wujudul Hilal merupakan penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri dengan menggunakan dua prinsip yaitu Ijtimak (Konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam, dan bulan terbenam setelah matahari terbenam.
3. Imkanur rukyat MABIMS. Yaitu penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang ditetapkan melalui musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS).
4. Rukyat global. Yaitu penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang menggunakan prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri sepakat untuk menunaikan ibadah puasa ataupun merayakan hari raya Idul Fitri.
Sehingga, dengan penjelasan terseut dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan metode yang digunakan dapat membuat adanya perbedaan pula dalam penetapan tanggal Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini merupakan hal normal yang terjadi di Negara yg berbeda atau bahkan dalam satu Negara seperti Indonesia. (rra)