KANAL24, Malang – Fakultas Pertanian (FP) Universitas Brawijaya (UB) menjadi tuan rumah penyelenggara dari acara UNTA (University Network for Tropical Agriculture) International Seminar 2023 di Gedung Widyaloka UB pada hari Senin – Kamis (7-10/08/2023). Pada acara ini, Dekan FP UB, Prof. Mangku Purnomo, S.P., M.Si., Ph.D. yang memberikan sambutan mengatakan bahwa sektor pertanian membutuhkan teknologi untuk dalam menyiasati berbagai tantangan, salah satunya menyiasati lahan yang semakin sempit.
“Kita ciptakan teknologi-teknologi yang tidak lagi menggunakan sumber daya alam yang boros di luar. Makanya, ada smart farming hingga artificial intelligence. Jadi, kita bisa merekayasa tanaman yang tidak memerlukan tempat yang terlalu luas gitu,” ujar Prof. Mangku.
Berbagai teknologi yang diciptakan di sektor pertanian ini direncanakan tidak lagi menggunakan Sumber Daya Alam (SDA) yang boros. Beberapa contoh teknologi yang dimaksudkan dalam UNTA International Seminar 2023 seperti smart farming hingga artificial intelligence. Melalui teknologi-teknologi tersebut, para petani mampu merekayasa tanaman tidak memerlukan tempat terlalu luas.
Selain tempat yang terlalu luas, juga energi yang dikeluarkan terlalu banyak yang dari luar. Oleh karena itu, pakar pertanian berusaha mengoptimalkan untuk mendukung daya hidup masyarakat karena daya hidup masyarakat yang sudah turun, seperti energi oksigen yang semakin berkurang. Tidak hanya itu, termasuk penebangan dan lain sebagainya.
Maka, melalui seminar ini, Prof. Mangku menjelaskan bahwa para pakar pertanian berkumpul untuk menciptakan teknologi yang lebih sedikit menggunakan Sumber Daya Alam, namun produksinya tinggi karena kebutuhan pangan pasti akan mengalami kenaikan karena masyarakatnya banyak. Hal tersebut yang menjadi ancaman yang semakin dekat di hadapan kita.
Selain hal tersebut, Prof. Mangku juga membeberkan bahwa juga terjadi isu perang hingga kelaparan di ujung timur, yaitu Papua meski belum terverifikasi. Tapi, itu sebagai tanda bagi Indonesia, khususnya bagi universitas bahwa ada sesuatu yang salah di bagian produksi pertanian Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Dengan landasan tersebut, maka para pakar pertanian dan peserta yang memiliki ketertarikan di sektor pertanian mencoba mencari solusi alternatif terhadap perubahan iklim dan kebutuhan pangan tapi tidak dengan merusak lingkungan. Lalu, berkontribusi pada perkembangan sains.
Selain untuk mencari alternatif, dengan adanya berbagai teknologi di sektor pertanian ini juga mendorong generasi muda yang sebagian mungkin tidak tertarik di sektor pertanian menjadi tertarik menggeluti sektor pertanian. Jadi, pakar pertanian mencoba menunjukkan dengan berbagi teknologi baru itu membuat bertani menjadi tidak repot. Selain itu, bertani juga menjadi tumpuan untuk menjadi kaya.
“Jika kita melihat di negara-negara maju yang kaya itu petaninya. Kenapa? Karena mereka memiliki teknologi, lahannya cukup, dan marketnya ada. Nah, ini tantangan bagi kita, bagaimana membawa anak-anak muda ini juga kembali ke sektor pertanian dengan teknologi,” tutup Prof. Mangku. (nid)