Kanal24, Malang – Badan Konseling Mahasiswa (BKM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB) menggelar seminar bertajuk “From Toxic to Thriving: Strategies for Moving On from Toxic Relationships” pada Senin (13/11/2023). Acara yang diadakan di Ruang Rapat Lantai 7 Gedung B FISIP UB ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan strategi kepada mahasiswa dalam menghadapi hubungan yang berpotensi menjadi toxic.
Ketua BKM FISIP UB, Ika Fitria, M.Psi., Psikolog, menjelaskan bahwa acara ini merupakan bagian dari agenda rutin BKM yang diadakan setiap semester untuk memberikan edukasi terkait kesehatan mental kepada mahasiswa FISIP UB. Tema-tema yang diangkat juga disesuaikan dengan yang sedang relevan atau berbagai masalah yang sedang banyak dialami oleh mahasiswa.
“Kami selalu berusaha memberikan edukasi kepada mahasiswa terkait tema-tema kesehatan mental yang sedang in atau relevan. Kali ini, kami mengambil tema hubungan karena banyak mahasiswa yang mengalami tantangan dalam relasi, baik itu dengan teman, pacar, atau keluarga,” ujar Ika Fitria.
Ika berharap melalui tema yang diangkat, mahasiswa yang usianya menuju dewasa awal ini memiliki relasi yang sehat. Selain itu, pihaknya juga dapat membuat mahasiswa memiliki jaringan atau networking yang positif sehingga mereka mampu menjalani perkuliahan dan kegiatan non akademik dengan baik dan menyenangkan untuk mencapai tujuan mereka di masa depan.
Acara ini menghadirkan dua pemateri dari Departemen Psikologi FISIP UB, yakni Ratri Nurwanti, S.Psi., M.Psi., Psikolog yang merupakan psikolog dengan peminatan klinis dan Ulifa Rahma, S. Psi., M.Psi, Psikolog yang merupakan psikolog dengan fokus pada pendidikan.
Ratri Nurwanti dalam materinya menjelaskan bahwa terminologi “toxic relationship” sebenarnya merujuk pada dinamika relasi yang tidak sehat. Hal ini dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk hubungan keluarga, pasangan, dan pertemanan. Ratri menyampaikan bahwa salah satu ciri relasi yang tidak sehat adalah adanya ketidakseimbangan kekuasaan, seperti manipulasi dan kekerasan baik secara fisik maupun emosional.
“Contohnya, seseorang memanipulasi sedemikian rupa, sehingga orang lain itu mau melakukan apa yang dia inginkan atau misalnya membuat seseorang itu merasa situasi yang tidak menyenangkan ini sebagai kesalahannya, jadi orang lain yang bertanggung jawab. Ada juga contoh lainnya, terjadi physical abuse atau kekerasan secara fisik hingga kekerasan secara emosi,” ujar Ratri Nurwanti.
Sedangkan, Ulifa Rahma, fokus pada strategi untuk keluar dari hubungan toksik atau toxic relationship yang tidak hanya terjadi dalam pertemanan, tapi juga dalam lingkungan keluarga. Ia menjelaskan tiga strategi utama; memahami diri sendiri dan lingkungan sekitar, menetapkan batasan dalam hubungan, dan mencari dukungan yang positif.
“Individu harus memahami dirinya dengan baik, mengenali kelebihan dan kekurangannya, serta memahami dinamika lingkungan sekitarnya,” ungkap Ulifa.
Ulfia juga menekankan pentingnya menetapkan batasan dalam hubungan yang membuat tidak nyaman. Menurutnya, menetapkan batasan bukan berarti menerima toxic relationship, tetapi lebih kepada menyelesaikan masalah atau bahkan meninggalkan situasi yang tidak sehat dengan cara yang baik.
Ulifa juga menyoroti pentingnya mencari dukungan dari lingkungan sekitar. Ia menjelaskan bahwa dukungan yang positif, seperti keluarga, teman-teman, atau dosen, dapat membantu individu keluar dari situasi toxic. Namun, harus dipastikan dukungan tersebut memang sesuai dan dapat dipercaya.
Seminar ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya kesehatan mental dalam menjalani relasi sehari-hari. Harapannya, mahasiswa dapat lebih peka terhadap tanda-tanda hubungan yang tidak sehat dan memiliki strategi untuk menjaga kesehatan mental mereka, serta membantu teman-teman mereka yang mungkin berada dalam situasi serupa. Acara ini merupakan langkah nyata dari BKM FISIP UB dalam memberikan dukungan dan edukasi terkait kesehatan mental kepada mahasiswa. (nid/skn)