Kanal24, Malang – ASEAN Virtual Student Opinion Competition (AviSOC) 2023 yang digelar Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya (UB) ini menyoroti krisis kemanusiaan dengan empati, belas kasihan, dan tindakan yang dikemas dalam keynote speech dan disampaikan oleh Imam Muhammad Shamsi Ali, Ph.D., seorang US Muslim Interfaith Leader dan Frequent United Nations and International forum speaker dalam tema “Humanity in Crisis: Empathy, Compassion, and Action”.
Imam menyoroti kekacauan global, khususnya di Gaza, Palestina, sebagai tragedi kemanusiaan yang mendalam. Ia menegaskan perlunya melihat masalah tersebut dengan lensa kemanusiaan dan menilai keadilan global yang masih jauh dari harapan.
Tragedi yang terjadi di Palestina bukan hanya sekadar contoh, tetapi juga mencerminkan ekstremisme politik dapat menghancurkan kesepakatan damai dan mengakibatkan kekerasan serta pembunuhan yang tragis.
“Saya di sini tidak bicara tentang siapa yang sebenarnya salah dan benar karena kita tahu menggunakan penilaian awal kemanusiaan kita dan kemanusiaan kita secara umum. Saya dapat mengatakan bahwa kemanusiaan kita yang paling mendasar telah dilanggar dan ini bukan hanya tragedi di Palestina. Ini adalah tragedi kemanusiaan dan sejarah akan mencatatnya,” ujar Imam.
Melihat fenomena kekejaman dan ketidakmanusiaan yang semakin merebak di tengah masyarakat, Imam menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi dunia saat ini tidak hanya terkait dengan konflik politik, tetapi juga dengan krisis nilai kemanusiaan. Dalam konteks ini, ia merinci dampak dari kurangnya rasa kemanusiaan, yang mencakup perilaku kejam dan tidak manusiawi.
Selain itu, Imam memaparkan bahwa kekayaan dunia, yang sebagian besar dimiliki oleh G7 dan G20, sebenarnya berasal dari sumber daya negara-negara Asia dan Afrika, namun distribusinya tidak adil. Imam menyoroti tantangan utama yang dihadapi, yakni ketidakadilan global, yang menjadi akar dari berbagai permasalahan yang dihadapi dunia saat ini.
Imam juga menekankan masalah ketidaksetaraan rasial dan kebangkitan supremasi kulit putih, terutama di Amerika. Hal ini dijelaskan sebagai ancaman serius terhadap demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Ia mencatat bahwa meskipun Amerika menganggap dirinya maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, namun pembagian berdasarkan ras masih menjadi kenyataan yang harus dihadapi setiap hari.
“Empat masalah yang kita hadapi adalah bangkitnya radikalisme, hak kecenderungan menjadi radikal dan ekstrimis di masa lalu yang kita khawatirkan, disebut radikalisme agama atau ekstremisme agama. Tetapi, sekarang kita menghadapi peningkatan ekstremisme politik yang luar biasa dan hal ini didukung oleh kebangkitan nasionalis kulit putih atau nasionalisme di Amerika Serikat,” beber Imam.
Imam juga membahas permasalahan radikalisme, baik dalam konteks agama maupun politik. Peningkatan ekstremisme politik, terutama setelah pemilihan presiden Amerika Serikat yang kontroversial, menjadi tantangan serius bagi masyarakat minoritas, seperti umat Islam.
Berdasarkan paparan yang disampaikan, Imam mengajak seluruh peserta dan dunia untuk turut berpartisipasi dalam menciptakan perubahan positif dan menanggapi tantangan global dengan semangat keadilan, empati, dan kebersamaan.
Dengan menggali isu-isu kemanusiaan dan tantangan global sebagai fokus utama, FIA UB berkomitmen untuk terus menjadi agen perubahan dalam merespons tantangan global. (nid)