Kanal24, Malang – Gempa yang telah melanda beberapa kali di sejumlah daerah di Indonesia menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat. Terlebih lagi adanya riset yang menjelaskan bahwa terdapat potensi tsunami besar akibat gempa megathrust di selatan Jawa. Hal ini semakin membuat masyarakat risau setelah banyak orang yang memperbincangkan di media sosial.
Gempa megathrust merupakan gempa bumi yang berasal dari zona megathrust. Menurut BMKG, zona megathrust adalah istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Zona megathrust ini berada di zona subduksi aktif, seperti: subduksi Sunda (mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba), subduksi Banda, subduksi Lempeng Laut Maluku, subduksi Sulawesi, subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.
Pakar Geofisika Universitas Brawijaya (UB), Prof. Drs. Ir. Adi Susilo, M.Si., Ph. D., menjelaskan bahwa gempa megathrust merupakan gempa dengan kedalaman yang cukup dangkal, sekitar 25 kilometer di bawah laut.
“Di kedalaman tersebut memang sangat berpotensi terjadi gempa, namun bukan berarti gempa yang besar dan bukan berarti dapat berpotensi tsunami,” jelasnya.
Dilansir dari kanal daring BPBD, tsunami merupakan gelombang air laut besar yang dipicu oleh pusaran air bawah laut karena pergeseran lempeng, tanah longsor, erupsi gunung api, dan jatuhnya meteor. Dalam konteks gempa, tsunami berpotensi terjadi ketika terdapat patahan lempeng yang naik atau turun. Lempeng yang naik menyebabkan air bergerak masuk dan naik hingga mencapai ketinggian 30 meter.
Baca juga : Pakar Geofisika UB Tanggapi Kenaikan Suhu Ekstrim Indonesia
Menurut Prof. Adi, gempa megathrust dapat berpotensi tsunami ketika memiliki kekuatan sekitar 7,5 magnitudo atau lebih. Namun kekuatan setinggi itu sangat jarang terjadi, bahkan hanya terjadi 2000 tahun sekali.
Jika suatu daerah mengalami gempa dengan magnitudo yang cukup tinggi, maka bisa saja daerah tersebut teridentifikasi bahwa jarang terjadi gempa. Tetapi jika energi lempeng sering keluar atau sering terjadi gempa skala kecil maka untuk gempa besar akan jarang terjadi.
“Kalau daerah tersebut tidak pernah gempa, maka energinya akan menumpuk. Setelah puluhan bahkan ribuan tahun akan mengakibatkan gempa yang besar akibat tumpukan tenaga yang selama itu tersimpang,” lanjutnya
Prof. Adi menghimbah kepada masyarakat yang ada di wilayah Malang Selatan yang dimungkinkan paling terdampak gempa megatrust ini untuk jangan panik. Namun tetap harus waspada. “
Sebagai manusia kita hanya bisa berikhtiar dengan melaksanakan mitigasi bencana alam. Salah satu bentuk kecil dari peringatan dini gempa adalah meletakkan kaleng besi yang berisi kelereng di tempat-tempat yang mudah terdengar di seluruh penjuru rumah.
“Jarak antara gempa dan terjadinya tsunami itu sekitar 30 menit atau lebih, sehingga masih ada waktu untuk menyelamatkan diri menjauh dari daerah tepi laut. Jalani hidup sebagaimana mestinya dan tidak perlu paranoid karena semakin kita takut, semakin kita tidak bisa merasa aman,” pesan Prof. Adi.(din/fan)
very good info, thanks.