Ramadhan telah usai, teriakan sahur sudah tidak terdengar lagi, kebersamaan dalam buka puasa bersama sudah tidak ada lagi, jamaah shalat teraweh di masjid sudah tidak tampak lagi, bacaan tadarus alquran bersama sudah tidak berkumandang lagi. Masjid sudah mulai sepi kembali oleh jamaah, terlebih saat solat isyak dan subuh. Semua sudah kembali seperti sediakala. Karena itu pantaslah perlu untuk kita ingat sebuah pesan penting ini bahwa “Janganlah engkau tangisi ramadhan karena kepergiannya, namun tangisilah amalmu yang telah ikut pergi bersama perginya ramadhan”.
Ramadhan menyisakan keindahan beribadah dan kebersamaan dalam menjalankan ketaatan. Selama ramadhan kita berlatih selama sebulan penuh untuk menjadi manusia terbaik dengan menjalankan beragam ketaatan, menahan diri dari berbuat buruk dan saling membangun kebersamaan dan kepedulian antar sesama.
Ramadhan ibarat training center, pusat berlatih selama sebulan dengan harapan dapat memenangkan pertarungan dan pertandingan yang sebenarnya dalam bulan-bulan setelahnya. Sebelas bulan ke depan adalah realitas senyatanya untuk menguji sejauh mana keberhasilan masa karantina di bulan ramadhan itu berhasil dalam menghadapi lawan-lawan tangguh yaitu hawa nafsu yang akan selalu mengajak kepada keburukan.
وَمَآ أُبَرِّئُ نَفۡسِيٓۚ إِنَّ ٱلنَّفۡسَ لَأَمَّارَةُۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيٓۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. Yusuf : 53)
Jika di bulan ramadhan syetan dipenjara oleh Allah, semua orang disekitar kita sedang bersama melaksanakan puasa, sehingga bisa menahan segala amarah, kebohongan, kecurangan, saling mencela, mencaci, fitnah termasuk berlaku keji dan buruk dapat ditahan selama ramadhan dengan alasan “saya sedang berpuasa”, bahkan waktu-waktunya selama sebulan digunakan dengan berbagai aktifitas bernuansa ibadah, sehingga selama ramadhan seakan ada suatu mekanisme kontrol sosial otomatis yang secara kolektif dilakukan, maka sebelas bulan ke depan adalah hari-hari yang bebas, tidak ada lagi kontrol kolektif yang memungkinkan setiap individu mampu menahan diri dari berbagai keburukan perilaku, maka hanya kekuatan berlatih selama bulan ramadhan-lah yang bisa menjadi modal dalam menghadapi berbagai realitas keburukan yang akan dihadapi ke depan.
Disinilah pelajaran dari sekolah ramadhan ditantang untuk dapat dihadirkan dan diistiqomahkan dalam keseharian. Bisakah dalam hari-hari ke depan kita mampu menahan diri agar tetap menjaga kejujuran, menahan diri untuk tidak berkata dusta dan tidak berlaku curang, menahan diri untuk tidak meladeni perdebatan yang mengarah pada perbuatan keji dan mungkar.
Ramadhan telah melatih diri sekaligus menawarkan solusi bagi penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi manusia kedepannya. Terkait dengan persoalan pribadi personalnya, puasa menawarkan solusi melalui latihan selama sebulan dengan menahan diri terhadap berbagai keinginan yang terpendam melalui puasa, ritual shalat malam. Terkait dengan persoalan interaksi sosial maka puasa ramadhan mengajarkan dan melatihkan diri agar berlaku jujur, tidak curang, amanah dsb.
Ramadhan telah melatih diri untuk terus membersamai alquran, membacanya, merenungi maknanya dan menjadikannya pedoman dalam setiap tindakan. Sehingga sepatutnyalah setiap kita saat menghadapi persoalan hidup, maka kita harus tanyakan kepada Alquran terlebih dahulu, bagaimana alquran menuntunnya. Karena memang sejatinya alquran turun ke muka bumi untuk menjawab berbagai persoalan manusia, sebagaimana Jibril membawa wahyu ini kepada Nabi Muhammad untuk menjawab beragam persoalan yang dihadapi Nabi saat menjalani kehidupan.
Ramadhan juga telah melatih diri kita untuk banyak bersedekah kepada siapa saja, peduli pada kaum papa, suka memberi makan pada orang lain serta bersedia menyisihkan sebagian hartanya untuk kaum dhuafa. Serta secara teliti mencatat setiap harta yang diperolehnya untuk nantinya dikeluarkan zakatnya, dua setengah persen dari hartanya, zakat maal. Karena selama ini kecenderungan kita masih peduli dengan zakat fitrah saja namun jarang peduli untuk mengeluatkan zakat maal-nya. Inilah saatnya kita peduli ‼
Ramadhan juga melatih kita untuk terus meramaikan masjid dengan shalat jamaah dan aktifitas sosial keagamaan lainnya termasuk kegiatan pemberdayaan masyarakat secara luas sehingga masjid mampu menjadi pusat aktifitas keummatan untuk membangun masyarakat yang lebih peduli pada sesama.
Sebelas bulan ke depan ini harusnya dibangun dengan melandaskan pada nilai-nilai kebaikan ramadhan agar mampu mewujudkan kualitas pribadi terbaik (taqwa) dan lingkungan yang berkah (qaryah dan baldah tayyibah). So…, oleh karena itu maka jangan sampai semua kebaikan ramadhan itu hilang bersama perginya ramadhan yang menjadikan perilaku kita kembali seperti tidak pernah berlatih selama ramadhan, jika demikian maka ketahuilah kita sejatinya telah gagal dalam ramadhan kita ‼. Mari sejak saat ini Istiqomahi-lah Ramadhan kita ‼
Akhirnya, janganlah engkau tangisi ramadhan karena kepergiannya sebab dia pasti akan kembali lagi, namun tangisilah dirimu disaat ramadhan datang kembali sementara dirimu tidak lagi membersamainya. Sebagaimana dikatakan Imam al Haddad :
لا تسكب الدمعات لرحيل ، رمضان فرمضان سيعود ، لكن اسكب الدمعات خشية أن يعود رمضان وأنت راحل .
Jangan tumpahkan air mata atas kepergian Ramadan, karena Ramadan pasti akan kembali. Tapi tumpahkan air mata, karena takut saat Ramadan kembali lagi sementara engkau keburu pergi.
Semoga Allah swt menerima segala kebaikan dan ibadah selama ramadhan yang lalu serta mengampuni dan menghapus segala dosa kesalahan kita dan menjadikan sebelas bulan ke depan selayaknya ramadhan dengan mengistiqomahi amaliyah ramadhan dan semoga Allah swt memperjumpakan kembali dengan ramadhan yang akan datang dalam keadaan selamat iman dan islam kita. Aamiiiin…
Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Fisip UB, Motivator dan Penulis Buku