Dalam realitas di masyarakat seringkali kita menjumpai ada orang yang suka menyalah-nyalahkan pandangan yang berbeda hingga pada taraf mengkafirkannya, sehingga yang timbul adalah pertikaian dan perpecahan, yang itu bermula dari perbedaan pemahaman atas suatu konsep tertentu dalam Islam.
Padahal Islama agama yang luwes dan melarang kekakuan dalam bersikap. Rasulullah saw memberikan contoh perilaku yang sangat indah dalam kelemah-lembutan dan bersikap dalam perbedaan cara pandang.
Banyak dalam beragam perilaku Rasulullah saw menyesuaikan dengan berbagai realitas yang ada. sebagai contoh suatu ketika ada seorang Yahudi yang kencing di dalam masjid, para sahabat yang melihatnya sangat marah, namun Rasulullah dengan kelemahlembutannya hanya mengatakan, “siram saja kencing itu”. Kelemahlembutan ini menjadikan sang Yahudi masuk memeluk agama Islam.
Keluwesan sikap Nabi ini juga tampak pada bagaimana Nabi mengajarkan shalat kepada para sahabatnya, sekalipun nabi mengatakan bahwa
صلوا كما رأيتموني أصلي
“Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat” (HR. Bukhari 631, 5615, 6008)
Namun nabi menunjukkan gerakan-gerakan salat yang beragam macam dan dilihat oleh para sahabat dalam beragam sudut pandang yang berbeda. Sebagai contoh tentang bagaimana nabi mengangkat tangan pada saat salat dan meletakkan tangannya, ada banyak sekali cara bagaimana nabi mengangkat tangan dan meletakkannya dari berbagai macam riwayat dan sudut pandang, sehingga menjadikan setiap orang leluasa untuk mengikuti gaya apa saja yang dilakukan oleh Nabi.
Begitu juga Keluwesan sikap Nabi tampak disaat suatu ketika nabi menjamak atau menggabungkan shalat tanpa sebuah alasan tertentu yang tidak karena alasan Safar, tidak pula karena dingin, ataupun hujan. Namun itulah cara Nabi agar tidak memberatkan umatnya. Hal ini menandakan keluwesan Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam dalam bersikap atas agama ini.
Hal ini menandakan keluwesan Islam dalam bersikap dan mensikapi. Harusnya seorang muslim belajar dari berbagai macam perbedaan ini untuk kemudian mensikapinya dengan cerdas ata berbagai perilaku dan realitas masyarakat sekitar, tanpa harus bersikap kaku dengan menyalahkannya. Sebab keluwesan sikap adalah tanda kelembutan hati. Dan Allah mengajarkan kepada kita agar kita bersikap lemah lembut dan menjauhkan diri dari kekerasan bersikap. Sebagaimana dalam Firman-Nya :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imron : 159)
Agama ini bukanlah agama yang kaku yang hanya memahami dari satu sudut pandang. Agama ini tidak mengajarkan kekerasan bersikap namun bahkan lebih mengajarkan pada kelemahlembutan, Keluwesan dan toleransi dalam menjalankan kebaikan. Namun agama ini juga tegas untuk hal-hal yang sifatnya prinsip, keyakinan dan aqidah, tasamuh, tawasuth, pertengahan dan saling menghargai atas berbagai perbedaan.
Sikap kaku hanyalah menunjukkan bahwa pemiliknya memiliki keterbatasan ilmu, kedangkalan ilmu atau bahkanmenunjukkan kebodohannya, sehingga mudah menyalahkan orang lain dan terlebih mengkafirkan. Sementara mereka yang memiliki keluwesan bersikap menandakan luasnya cakrawala pemahaman dan kedalaman ilmu. Tentu sikap luwes tidaklah sama dengan sikap permisif. Sikap luwes tetap haruslah didasarkan atas ilmu. Sementara permisif adalah sikap ketidakpedulian, yang membiarkan kemungkaran dan kesalahan tetap berlangsung.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Abuya Sayyid Muhammad Al Maliki bahwa seseorang yang memiliki cakrawala yang luas, tidaklah mudah menyalahkan dan protes atas berbagai perbedaan yang ada. Oleh karena itu bersikaplah luwes dan jauhkan dari kekakuan agar masyarakat semakin mendekat pada kita dan menikmati Islam yang indah, toleran, namun tegas atas kemungkaran.
Semoga Allah memberikan kalimat kelemahlembutan dalam sikap kita dan membersihkan hati kita dari penyakit yang dapat menjadikan hati kita keras dan mati. Semoga Allah selalu membimbing kita dan meridhoi kita selamanya. Aamiiin….
Ahmad Muwafik Saleh, Dosen FISIP UB dan Motivator