Kanal24, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa nilai ekspor Indonesia pada September 2024 mencapai US$22,08 miliar, mengalami penurunan sebesar 5,80 persen dibandingkan dengan Agustus 2024. Namun, bila dibandingkan dengan September 2023, nilai ekspor justru mengalami kenaikan sebesar 6,44 persen. Penurunan tersebut didorong oleh turunnya ekspor nonmigas yang mencapai US$20,91 miliar, turun 5,96 persen dibandingkan bulan sebelumnya, meskipun mengalami peningkatan 8,13 persen dibandingkan September 2023.
Kinerja Ekspor Nonmigas dan Komoditas Unggulan Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari hingga September 2024 mencapai US$192,85 miliar, meningkat tipis sebesar 0,32 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023. Ekspor nonmigas pada periode tersebut juga naik 0,39 persen, mencapai US$181,15 miliar.
Dari sepuluh komoditas nonmigas terbesar pada September 2024, sebagian besar mengalami penurunan, terutama pada lemak dan minyak hewani/nabati yang turun sebesar US$404,4 juta atau 16,91 persen. Sementara itu, sektor besi dan baja justru mengalami peningkatan dengan kenaikan sebesar US$207,6 juta atau 10,41 persen.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyatakan bahwa penurunan pada sektor-sektor utama menunjukkan adanya tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia dalam menjaga stabilitas kinerja ekspor di tengah situasi global yang dinamis. “Penurunan ini, terutama di sektor lemak dan minyak hewani/nabati, menunjukkan adanya tekanan global yang mempengaruhi permintaan. Namun, sektor besi dan baja yang justru mengalami peningkatan memberikan harapan bahwa terdapat potensi di industri tertentu yang bisa kita dorong lebih lanjut,” ujarnya.
Kontribusi Ekspor Berdasarkan Sektor dan Negara Tujuan, ekspor nonmigas dari industri pengolahan sepanjang Januari hingga September 2024 naik 2,52 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. Ekspor dari hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan bahkan mengalami kenaikan signifikan sebesar 17,58 persen. Namun, hasil tambang dan lainnya turun sebesar 8,79 persen.
Tiongkok tetap menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia pada September 2024 dengan nilai US$5,35 miliar, diikuti oleh Amerika Serikat (US$2,22 miliar) dan Jepang (US$1,55 miliar). Ketiga negara ini menyumbang 43,57 persen dari total ekspor nonmigas. Sementara itu, ekspor ke negara-negara ASEAN mencapai US$3,91 miliar, dan ekspor ke Uni Eropa (27 negara) mencapai US$1,56 miliar.
Menurut Amalia, diversifikasi tujuan ekspor menjadi salah satu langkah strategis untuk menjaga kestabilan perdagangan Indonesia. “Pasar ekspor kita masih didominasi oleh beberapa negara utama, namun penting bagi kita untuk terus memperluas pasar ke negara-negara nontradisional untuk mengurangi risiko ketergantungan dan memastikan ketahanan ekonomi jangka panjang,” tambahnya.
Provinsi Asal Barang Ekspor Berdasarkan provinsi asal barang, Jawa Barat tercatat sebagai kontributor ekspor terbesar sepanjang Januari hingga September 2024 dengan nilai US$28,09 miliar atau 14,57 persen dari total ekspor nasional. Provinsi lain yang mengikuti adalah Jawa Timur dengan US$19,06 miliar (9,88 persen) dan Kalimantan Timur dengan US$18,58 miliar (9,64 persen).
Melalui data terbaru ini, BPS berharap agar seluruh sektor yang terlibat dalam perdagangan internasional terus meningkatkan daya saing, terutama dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan inovasi.(din)