Dalam belantara dunia dakwah di tanah air selalu diramaikan oleh beragam perbedaan sudut pandang dalam melihat persoalan ummat. Cara dan solusi yang ditawarkan pada masing-masingnya sering kali berseberangan hingga memunculkan pensikapan yang berbeda bahkan labelling yang tidak kalah hebohnya seperti ekstrim, fundamentalis, radikal, intoleran di satu sisi, dan liberal, toleran, disisi yang lain.
Pelabelan ini semakin liar disaat berbagai kepentingan politik kelompok ikut bermain dalam berbagai realitas keummatan dengan memainkan labelling tersebut tanpa batasan terminologis yang teruji secara akademis. Sehingga siapapun boleh melabelkan kepada siapapun secara serampangan sesuai dengan kepentingannya yang berakhit pada negative image pada suatu kelompok dan berujung pada phobia atas konsep-konsep yang menyertai kelompok-kelompok tersebut.
Sehingga kaum muslimin menjadi lemah karena disibukkan dengan pertentangan yang berujung pada perpecahan di kalangan kaum muslimin. Kelemahan inilah yang sebenarnya diharapkan oleh kalangan diluar islam untuk dapat menguasai kaum muslimin. Sehingga jumlah mayoritas kaum muslimin yang harusnya mampu menjadi ssbuah penentu perubahan kebaikan menjadi tidak bermakna apa-apa karena telah tertutup dengan premordialisme kelompok yang saling melemahkan.
Dalam sebuah penelitian yang pernah penulis lakukan terhadap kelompok-kelompok dakwah ditemukan bahwa semua kelompok memahami dengan baik tentang kewajiban ukhuwah dan larangan perpecahan. Namun karena egoisme kelompok menjadikan mereka seakan melupakan kewajiban ukhuwah ini. Apakah mungkin inilah wujud dari doa nabi disaat suatu waktu nabi solat di masjid bani muawiyah. Sebagaimana Imam Muslim meriwayatkan, suatu hari Rasulullah datang dari gunung dan ketika melewati Masjid Bani Mu’awiyah beliau masuk dan sholat dua rakaat dan kemudian berdoa sangat lama.
Setelah selesai berdoa, Rasulullah SAW pun berpaling kepada kami lalu berkata:
“Aku telah memohon kepada Allah SWT tiga hal. Dari tiga hal itu, hanya dua hal yang Dia kabulkan sementar yang satu lagi ditolak. Tiga hal itu adalah:
1. Aku memohon kepada Allah SWT agar Dia tidak membinasakan umatku dengan musim susah (paceklik) yang berkepanjangan. Permohonanku ini dikabulkan oleh Allah SWT.
2. Aku memohon kepada Allah SWT agar umatku ini jangan dibinasakan dengan bencana tenggelam (seperti banjir besar yang telah melanda umat Nabi Nuh a.s.). Permohonanku yang ini pun dikabulkan oleh-Nya.
3. Aku memohon kepada Allah SWT agar umatku terbebas dari pertikaian sesama mereka (peperangan, percekcokan antara sesama umat Islam). Tetapi permohonanku yang ini tidak dikabulkan (telah ditolak) oleh-Nya.”
Terlepas dari beberapa perbedaan pendapat tentang keshahihan hadist diatas, ada sebuah pesan berharga di balik hadist tersebut bahwa setiap kaum muslimin dianjurkan untuk berupaya sekuat tenaga secara maksimal mewujudkan ukhuwah karena dalam sebuah tantangan yang berat terdapat balasan yang besar.
Hadist tersebut menggambarkan kesungguhan nabi akan terwujudnya ukhuwah kaum muslimin sebagai dasar bangunan kekuatan ummat dan peradaban islam. Jalan ukhuwah adalah jalan mencapai kecintaan nabi atas diri kita karena telah bersedia menjadi perekat dan pemersatu ummat.
Apa sikap yang bisa dilakukan oleh ummat ini agar tidak terjebak dalam kelompok yang melemahkan ulhuwah ?. Ada suatu ungkapan penting dalam membangun kekuatan ukhuwah ini yaitu
نتعاون فيما اتفقنا عليه ويعذر بعضنا بعضا فيما اختلفنا فيه.
“Kita saling tolong-menolong dalam perkara yang kita sepakati, dan saling memaafkan (bertolak ansur/mutual respect) terhadap perkara yang kita berselisih padanya”
Artinya ada kesediaan untuk saling bertasamuh, toleransi atas berbagai perbedaan yang ada dengan tetap respek dan mencoba memahami atas hal-hal yang berbeda dan diperselisihkan. Demikian pula bersedia untuk saling dukung pada perkara yang disepakati bersama. Sehingga tidak perlu saling cerca dan tebar fitnah serta saling tuding dengan labelling yang dapat melemahkan kekuatan agama ini.
Semoga kita dapat diberi sikap bijaksana dalam menghadapi berbagai perbedaan yang ada dan tidak mudah menuding dengan kata yang buruk pada saudara seiman kita sesama kaum muslimin. Semoga diri kita diberi kemampuan untuk bertoleransi atas berbagai persoalan dalam ummat ini. Semoga Allah swt mengampuni dosa kita. Aamiiin…
Akhmad Muwafik Saleh, Dosen FISIP UB dan Motivator