KANAL24, Jakarta – Pemerintah menyadari bahwa alokasi anggaran untuk riset atau penelitian di Indonesia masih perlu dioptimalkan. Sebab tahun 2019 ini saja dana riset yang dianggarkan sebesar Rp35,7 triliun. Jumlah ini memang meningkat dibandingkan tahun 2017 yang mencapai Rp24,9 triliun.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan dana riset tersebut dinilai masih belum bisa dioptimalkan karena hanya sekitar 43,7 persen yang benar-benar digunakan untuk penelitian. Sementara sisanya digunakan untuk dana supporting budget dalam riset. Seperti belanja modal, belanja operasional, jasa iptek dan lainnya.
Parahnya lagi dana riset yang masih kecil ini dibagi-bagi kepada 45 Kementerian dan Lembaga (K/L). Sehingga optimalisasi dana riset tersebut kurang “nendang”. Jika dibandingkan dengan alokasi dana pendidikan yang mencapai Rp492,5 triliun, Sri Mulyani menyadari dana penelitian tersebut masih terlalu kecil. Sehingga kedepannya diharapkan dana riset dapat lebih dioptimalkan dan ditingkatkan.
“Ini sesuatu yang harus kita teliti apa yang salah? Sehingga alokasinya benar -benar dipakai untuk penelitian,” ujar Sri Mulyani dalam orasi ilmiah di Soehana Hall Energy Building, Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Mantan Petinggi Bank Dunia ini juga mengkritisi keterlibatan swasta dalam hal penelitian atau riset masih sangat kecil. Mayoritas riset yang ada dihasilkan dari program pemerintah yang didanai dari APBN . Sementara kelemahan dari riset yang didanai melalui APBN adalah hasil yang kurang optimal dan banyak yang hanya sekedar mengejar pelaporan saja.
Sementara riset yang dihasilkan oleh swasta dinilai lebih kuat lantaran difokuskan untuk pengembangan suatu produk atau untuk problem solving. Namun sayangnya masih sedikit swasta yang rela mengeluarkan dana risetnya untuk hal tersebut.
“Penelitian masih didominasi pemerintah 66 persen belanja penelitian di Indonesia dari pemerintah, swasta hanya 10 persen perananya. Di negara OEDC (Organization for Economic Co-operation and Development) itu private 70 persen (peranan dalam riset),” ulasnya.
Untuk mendorong keterlibatan swasta dalam riset, pemerintah telah menerbitkan kebijakan super deductible tax dimana pelaku usaha atau investor yang mengembangkan riset dan pendidikan vokasi dapat menikmati potongan pajak hingga 200 persen. Langkah ini diharapkan dapat mendorong keterlibatan swasta untuk lebih aktif melakukan kegiatan riset dan pendidikan vokasi.
“Kita keluarkan PP45 tahun 2019, ada tax deduction untuk swasta yang melakukan riset, mereka bisa dapatkan double deduction bahkan triple deduction,” sambung Sri Mulyani.
Sementara itu untuk mendorong peningkatan riset, pemerintah Indonesia juga baru-baru ini telah mengambil langkah penting dalam meningkatkan investasi di bidang riset dengan mengumumkan adanya dana abadi untuk riset senilai Rp990 miliar. Saat ini posisi Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan sejumlah negara tetangga dalam hal investasi di bidang riset.
“Dana itu harus dikelola oleh investment manager yang baik, sehingga harus menghasilkan hasil yang dapat digunakan untuk penelitian. Dengan cara itu, endowment fund akan berkembang berdasarkan investasi yang maksimal tapi prudent. Jangan sampai investasinya bodong, lalu hilang endowment fundnya,” pungkas Sri Mulyani.(sdk)