Salah satu pilar dari bangunan peradaban suatu bangsa adalah ilmu dan akhlaq. Ilmu mengarahkan seorang manusia untuk mengenali dirinya dan lingkungannya serta tanggungjawabnya atas alam semesta. Ilmu pada awalnya bersifat given dari Allah swt semenjak disaat awal penciptaan manusia. Sebagaimana Allah swt dalam FirmanNya :
وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِـُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (QS. Al-Baqarah : 31)
Selanjutnya tugas manusia untuk mencarinya dan menemukannya (Thalibul ilmi) guna mengembangkan kehidupan demi kesejahteraan ummat manusia. Mengembangkan keilmuan membutuhkan kemampuan optimalisasi akal pikiran dengan menggunakan seluruh potensi indera yang telah dikaruniakan oleh Allah swt pada setiap individu. Sehingga kalimat pertama sumber wahyu adalah “Iqra’ “, sebagai simbolisasi atas pentingnya optimalisasi seluruh potensi indera untuk mengembangkan ilmu pengetahuan bagi pembangunan peradaban ummat manusia.
Ilmu adalah penentu pembeda kemuliaan manusia dibandingkan makhluk ciptaan Allah swt lainnya. Salah satu alasan utama yang menjadikan malaikat dan dan seluruh makhluk lainnya untuk bersujud pada manusia sekalipun iblis menentang dan menolaknya. Dengan ilmu lahirlah kreatifitas dalam kehidupan untuk jalan kesejahteraan ummat manusia dengan berbagai produk teknologi dan pengetahuan lainnya.
Pilar kedua adalah akhlaq yang lebih utama daripada sekedar ilmu. Jika ilmu hanya akan menghasilkan kepintaran dalam merespon realitas alam semesta sehingga menghasilkan iptek dalam kehidupan, maka kalangan jin memiliki kemampuan yang jauh lebih hebat dalam menghasilkan teknologi sehingga mampu menjangkau jarak dan waktu yang melebihi daripada kemampuan manusia. Karena itulah pembeda sekaligus penentu kecerdasan ilmu adalah akhlaq. Akhlaq mampu menjadikan ilmu mencapai puncak kemuliaannya. Jika ilmu diibaratkan pakaian yang mampu menutupi kebutuhan manusia, maka akhlaq adalah mahkota yang membedakan derajat kemuliaan pemakainya. Tanpa akhlaq maka hilanglah kemuliaan orang yang berilmu dan musnahlah ilmu.
Akhlaq adalah misi utama penciptaan dan sekaligus misi utama kenabian. Patutlah diketahui bahwa penciptaan jin dan manusia dimaksudkan agar manusia beribadah kepada penciptaNya dan tidaklah makhluk mampu mencapai maksud peribadatan jika tidak mampu menghadirkan akhlaq dalam ibadah. Sebab ibadah adalah ketundukan dan pengabdian, sementara akal rasionalitas yang menjadi potensi dasar memperoleh ilmu cenderung kritis dan menolak, maka hanya dengan sebab akhlaqlah yang menjadikan kedua potensi dasar itu bersedia untuk tunduk dan mengabdi. Demikianlah pula yang dapat diinspirasikan dari kalimat pertama sumber wahyu. Bahwa kata iqra’ saja tidaklah cukup, namun harus disandingkan dengan kalimat “bismirabbika”. Sebuah kalimat yang mengisyaratkan pada ketundukan dan akhlaq dalam “membaca realitas” dengan menghadirkan “Tuhan” dalam setiap tindakan peribadatan kemanusiaan.
Akhlaq adalah misi utama kerasulan, sebagaimana disampaikan oleh Nabi Muhammad bahwa “Tiadalah aku diutus kecuali untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq”. Jadi, akhlaq adalah tujuan akhir dari setiap pembelajaran ilmu yang disampaikan. Sehingga sudah sepatutnya akhlaq haruslah didahulukan daripada ilmu. Akhlak harus diutamakan dalam proses pendidikan untuk dijadikan kurikulum utama pengajaran secara integral sebelum penyampaian ilmu bagi generasi dan para thalabul ilmi.
Akhlaq mampu mengabadikan ilmu dalam kesejarahan. Akhlaq akan memupuk ilmu agar bisa tumbuh subur hingga mampu berbuah lebat sehingga memberikan kemanfaatan bagi kehidupan. Nilai kemanfaatan adalah hal yang mampu membuat sesuatu bernilai sejarah. Sebagaimana disampaikan oleh Nabi bahwa sebaik-baik manusia adalah yang mampu memberikan kemanfaatan. Itulah jejak kehidupan dan jika tanpa akhlaq maka ilmu tak akan pernah mengabadi.
Mungkinkah ilmu akan musnah dari kehidupan manusia? Tentu sangatlah mungkin, yaitu manakala ilmu telah kehilangan ruhnya. Dan ruh dari ilmu adalah akhlaq, yaitu nilai yang menjadikan ilmu terus hidup dan memberikan kemanfaatan tinggi. Ruh yang menggerakkan pikiran serta tindakan manusia. Manakala ruh telah lepas dari jasad ilmu, maka itulah saatnya kita mengucapkan innalillahi wainna ilaihi roojiun, selamat tinggal atas wafatnya ilmu karena akhlaq tidak hadir dalam nafas para ahli ilmu. Sehingga ilmu hanya akan mengabdi pada kepentingan hawa nafsu yang akan membuat kehidupan manusia semakin hari semakin rusak menuju batas akhir musnahnya kehidupan.
Semoga para pembelajar penuntut ilmu dan para pendidiknya masih menjunjung tinggi dan mendahulukan akhlaq dalam proses belajar mengajar sehingga mampu mengabadikan ilmu dan menyelamatkan dari kemusnahan. Semoga Allah swt menjadikan setiap ilmu yang disampaikan bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat. Semoga Allah swt meridhoi kita. Aamiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar