Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh manusia yaitu kesehatan dan kesempatan. Untuk menjalankan aktifitas apapun menuju sebuah terwujudnya harapan maka kedua hal ini haruslah ada secara bersamaan. Jika tubuh kita sehat sementara tidak memiliki kesempatan maka kita tidak akan pernah bisa mampu mewujudkan impian karena waktu yang tersedia tidak bisa termanfaatkan dan terkelola dengan baik untuk menyisakan waktu yang ada bagi tercapainya harapan. Sementara seseorang yang memiliki waktu yang banyak dan kesempatan yang terbuka lebar namun kondisi tubuh sedang dalam keadaan sakit maka hal ini pun juga tidak akan pernah bisa mewujudkan impian. Karenanya Rasulullah saw mengingatkan pada diri kita bahwa ada dua hal yang sering kali seseorang melupakannya, yaitu sehat dan sempat. Sebagaimana dalam sabdanya :
حَدَّثَنَا الْمَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ هُوَ ابْنُ أَبِي هِنْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ. قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Telah menceritakan kepada kami Al Makki bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Sa’id yaitu Ibnu Abu Hind dari Ayahnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari: 5933)
Nikmat kesehatan adalah nikmat kedua setelah nikmat iman. Karena pada diri yang sehat maka akan memudahkan seseorang dalam melaksanakan berbagai perintah Allah swt. Banyak perintah agama itu membutuhkan badan yang sehat agar sempurna dalam mengerjakannya. Seperti shalat, puasa, haji, jihad dan lain sebagainya.
Kesehatan yang ada akan menjadikan seseorang memiliki fisik yang kuat. Dengan fisik yang kuat maka bisa melakukan banyak hal yang dianjurkan oleh agama serta menjadi jalan kebahagiaan Rasulullah. Sekecil apapun tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk membahagiakan Rasulullah maka akan menjadi jalan memperoleh syafaatnya. Terkait kekuatan fisik, Rasulullah saw bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Ibnu Numair mereka berdua berkata; telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Idris dari Rabi’ah bin ‘Utsman dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Al A’raj dari Abu Hurairah dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta ‘ala daripada orang mukmin yang lemah. Pada masing-masing memang terdapat kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu… (HR. Muslim. No. 4816).
Cara menjaga kesehatan dapat dilakukan dengan menjaga kualitas diri baik melalui kualitas pikiran, kualitas makanan dan kualitas fisik. Kualitas pikiran dengan menjaga agar tidak mendiamkan berlama-lama beban hidup dalam pikiran, namun letakkanlah dan relaks lah. Kualitas makanan dilakukan dengan membiasakan mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib. Aspek halal berarti terkait kualitas non fisik yang menyertai makanan yaitu aspek nilai spiritualitas makanan dalam hal ini adalah cara memperoleh dan memprosesnya. Sementara aspek thayyib adalah terkait dengan kualitas makanan, bahan, komposisi dan cara memprosesnya sehingga layak dikonsumsi dan menyehatkan.
Selain kesehatan, nikmat yang sering terlupakan adalah kesempatan, yaitu terkait dengan pengelolaan waktu. Islam sangat peduli terhadap persoalan waktu, bahkan dalam banyak awal surat dalam AlQuran, Allah swt menggunakan qasam (sumpah) dengan merujuk pada konsteks waktu. Seperti wal ‘ashri, waddhuha, wasysyamsi, wal qomari, wallaili dan sebagainya.
Kesempatan adalah penggunaan waktu yang tersedia dan terlintas di hadapan seseorang serta kemampuannya untuk memanfaatkan peluang atau mengoptimalkannya. Kesempatan ibarat kilat yang menyambar atau cahaya yang melintas sangat cepat. Sekali dia tampak maka dia tidak akan datang kembali. Sehingga manakala sebuah peluang terlewatkan maka tidak akan kembali lagi (irreversible).
Terdapat 3 hal tidak akan kembali lagi dalam kehidupan manusia, yaitu kata yang telah terucap, waktu yang telah berlalu dan kesempatan yang sudah terlewatkan. Karena itu manfaatkanlah waktu dengan baik, rencanakan dan kerjakan dengan sungguh-sungguh. Kesempatan adalah hasil dari manajemen waktu yang kita lakukan. Kesempatan hadir dalam setiap waktu kita, bukan hanya sekedar ruang peluang yang diberikan oleh orang lain. Karena itu kitalah sesungguhnya yang menciptakan peluang dan kesempatan, jika ingin menjadi pribadi proaktif dan positif. Sekali ada peluang, maka ambillah dengan penuh inisiatif. Karena kesempatan atau peluang tidak hadir untuk kedua kalinya.
Karena itu, Rasulullah saw mengingatkan kepada diri kita agar memanfaatkan dan mengoptimalkan lima hal sebelum datangnya lima hal. Sebagaimana sabda nabi Muhammad saw , dari ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallah ‘alaihi wa sallam pernah menasehati seseorang,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al Hakim).
Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah swt untuk memanfaatkan waktu, kesempatan dan kesehatan yang Allah beri dan amanatkan kepada diri kita, sehingga mampu menjadi pribadi terbaik dan memberikam banyak kemanfaatan bagi diri kita dan orang lain sekitar diri kita. Semoga Allah swt selalu membimbing diri kita dan meridhai setiap langkah diri kita. Aamiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afka