Kanal24, Malang – Beberapa hari yang lalu, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto membuat pernyataan bahwa mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya sudah tidak lagi menjadi bagian dari PDIP. Pernyataan tersebut diperkuat oleh konfirmasi Jokowi sendiri, yang menyebut dirinya kini sebagai figur independen atau “partai perorangan.” Langkah ini langsung memancing berbagai spekulasi tentang masa depan politik Jokowi pasca-presidensi, terutama karena sejumlah partai politik besar menunjukkan sikap terbuka terhadap Presiden Ke-7 RI tersebut.
Sekretaris Jenderal PAN, Eko Patrio, misalnya, secara terang-terangan menyebut bahwa partainya siap menerima Jokowi. Hal serupa juga diungkapkan oleh Idrus Marham, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, dan juga partai Gerindra. Sementara itu, organisasi pendukung Jokowi, Projo, belakangan ini juga menjadi sorotan. Meski batal, rencana kongres yang sempat disinyalir akan mengubah Projo menjadi partai politik semakin memperkuat spekulasi bahwa Jokowi sedang merancang strategi baru untuk tetap relevan di kancah politik nasional.
Dosen Administrasi Publik FIA UB, Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA., menilai bahwa keputusan Jokowi untuk keluar dari PDIP merupakan langkah yang disengaja untuk membentuk jalur politiknya sendiri.
“Disinyalir, Pak Jokowi ingin memiliki muara politiknya sendiri. Projo, sebagai arus bawah yang kuat, bisa saja menjadi kendaraan formal dalam bentuk partai politik,” ujar Andhyka kepada Kanal24 (9/12/2024).
Namun, ia juga meyakini bahwa Jokowi tidak akan mengambil langkah konfrontatif terhadap partai-partai pendukung pemerintah. “Jika melihat pola yang ada, Golkar tampaknya menjadi salah satu opsi potensial. Golkar adalah partai mapan dengan kedewasaan politik yang kuat, dan pada akhir masa jabatannya, Jokowi dinilai memiliki pengaruh signifikan terhadap dinamika internal Golkar,” tambahnya.
![](https://kanal24.co.id/wp-content/uploads/2024/09/Screenshot-678-1024x576.png)
Menurut Andhyka, ada dua opsi utama yang dapat diambil Jokowi. Pertama, meresmikan Projo menjadi partai politik. Pilihan ini memberikan Jokowi kontrol penuh terhadap kendaraan politiknya. Namun, membentuk partai baru juga membutuhkan usaha besar, terutama dalam membangun infrastruktur partai hingga tingkat daerah.
“Secara politis, membentuk partai sendiri memberikan keleluasaan bagi Jokowi untuk menciptakan karakteristik partai yang sesuai dengan dirinya. Tetapi, ini membutuhkan kerja keras dan sumber daya besar,” jelas Andhyka.
Opsi kedua adalah bergabung dengan partai besar seperti Golkar atau PAN. Meskipun lebih praktis, langkah ini memiliki keterbatasan. Mekanisme internal partai besar sering kali menjadi tantangan, terutama bagi tokoh yang tidak lagi memiliki kekuatan eksekutif seperti Jokowi pasca-presiden.
Andhyka juga menyoroti peran anak-anak Jokowi dalam lanskap politik nasional. Kaesang Pangarep, yang kini menjabat Ketua Umum PSI, menjadi salah satu indikator bahwa keluarga Jokowi tetap ingin memiliki posisi strategis dalam politik.
“PSI sudah mulai menunjukkan kekuatan di banyak daerah meskipun belum lolos parlemen nasional. Ini menjadi salah satu faktor yang memperkuat posisi politik Jokowi dan keluarganya,” ungkap Andhyka.
Di tengah spekulasi ini, Andhyka memperkirakan bahwa Projo memiliki peluang besar untuk diubah menjadi partai politik formal. Dengan dukungan tokoh-tokoh daerah yang kuat, Projo diyakini dapat menjadi salah satu kekuatan baru di kancah politik nasional.
“Kemungkinan besar, Projo akan dikembangkan menjadi partai politik untuk menyiapkan kekuatan baru di masa depan. Dengan dukungan arus bawah yang solid, Projo memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi signifikan, terutama dalam Pilkada atau Pemilu mendatang,” jelasnya.
Meski demikian, Jokowi tetap menjadi figur politik yang diperhitungkan. Dengan pengaruhnya yang masih kuat melalui jejaring politik dan keluarga, Jokowi diprediksi akan tetap relevan sebagai salah satu aktor utama dalam dinamika politik Indonesia, bahkan setelah masa jabatannya sebagai presiden berakhir.
Keputusan akhir Jokowi mungkin belum jelas, tetapi langkah ini menegaskan satu hal: Jokowi masih memiliki agenda besar dalam politik nasional. Bagaimana ia memainkan kartu politiknya akan menjadi hal yang menarik untuk disimak dalam beberapa tahun ke depan.(Din/Sdk)