Akhir-akhir ini ada satu diksi atau istilah baru dan unik yang menggambarkan tentang realitas komunikasi sosial masyarakat kita mengenai pengetahuan individu atas individu lainnya yang dikenal dengan istilah “Kepo”. Seperti kita pahami, bahwa setiap orang dikarunia potensi oleh Allah swt berupa keinginan untuk mengetahui sesuatu. Jarak ketidakpastian individu atas orang lain yang memungkinkan seseorang melakukan prediksi untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pengetahuan atas orang lain sebagai dasar pertimbangan dalam proses interaksi selanjutnya, itulah yang disebut dengan informasi. Setiap orang menjadi informasi bagi orang lainnya.
Secara terminologis , istilah kepo itu singkatan dari kira2 Knowing Every Particular Object. Artinya kurang lebih “kayak mau tau aja”. Knowing Every Particular Object (ingin tahu setiap urusan khusus/org lain). (kata sifat) suka mencampuri urusan orang lain; gapil; usil. Dalam Bahasa Cina (Hokkian) kay poh (atau kaypo). Demikian kira-kira maknanya.
Fenomena kepo adalah fenomena komunikasi antar manusia yang telah berusia tua, setua perjalanan kehidupan manusia. Semenjak awal interaksi manusia sudah kepo terhadap orang lain. Tentang bagaimana Nabi Adam dan Ibunda Hawa kepo atas buah khuldi yang dilarang oleh Allah. Dan rasa kepo itu semakin menjadi karena upaya tipu muslihat setan yang menggoda keduanya untuk memakannya. Sehingga menyebabkan keduanya dikeluarkan oleh Allah swt dari surga. Demikian pula bagaimana kisah qabil dan habil yang berujung dengan pembunuhan habil akibat kepo untuk mendapatkan saudara putri yang akan dinikahinya.
Perilaku kepo dalam islam berada dalam dua area, yaitu tajassus dan buka aib saudara muslim. Pada keduanya ini ada penyakit hati yang menyertai yaitu hasad dan iri dengki. Tajasssus atau memata-matai (spionase) atau mengorek-orek berita tentang diri orang lain merupakan suatu tindakan yang sangat dilarang dalam agama. Sebagaimana Firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
_“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain” (Al-Hujurat : 12)_
Seorang yang memata-matai orang lain atau mengorek berita tentang orang lain pastilah dalam dirinya bersemayam maksud hati yang hasad dan iri dengki dengan tujuan untuk merendahkan dan menjatuhkan harga diri orang lain dengan mencari kelemahan dan kesalahannya sehingga orang tersebut dibenci dan dijauhkan oleh yang lainnya. Untuk itu si pelaku berupaya membangun narasi negatif bagi orang tersebut (korban) dengan menyebarkan berita buruk atas orang tersebut. Hal ini sangat dibenci oleh Nabi saw, sebagaimana sabdanya :
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا
_“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari)_
Orang yang suka mencari berita dan kejelekan orang lain seakan merasa bahwa dirinya adalah pribadi yang sempurna, merasa tidak memiliki keburukan dan kelemahan diri sama sekali. Padahal disaat satu jari menunjuk ke depan maka ada tiga jari yang berbalik ke muka sendiri. Orang yang sibuk memikirkan kejelekan orang lain dengan berupaya mencari-cari kesalahannya dan kemudian menyebarkan aibnya pada orang lain maka sejatinya dia sedang menanamkan investasi buruk atas dirinya sendiri. Sebab saat si pelaku yang “ember” (over disclosure) menyebarkan berita pada orang lain maka pada saat yang bersamaan orang lain akan berhati-hati atas keberadaan orang tersebut agar dirinya tidak menjadi korban fitnah dan ghibah selanjutnya, sekalipun hal ini tidak disadari oleh si pelaku over disclosure atau ringan lidah, banyak mulut tersebut. Sebab Aib adalah ibarat bau busuk, setiap orang pastilah tidak ingin mencium baunya bahkan jika ada orang yang menebarkan bau busuk itu pastilah pula dibenci dan dihindari.
Janganlah menganggap remeh mencari-cari kejelekan orang dan menyebarkannya, karena di hadapan Allah tindakan itu tidaklah remeh. Sebagaimana sabdaNya :
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّا لَيْسَ لَكُم بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّناً وَهُوَ عِندَ اللَّهِ عَظِيمٌ
_“(Ingatlah) ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.” (QS.an-Nur:15)_
Jika setiap diri kita tidak mau terbuka aib diri dan terlebih disebarkannya ke muka khalayak, maka ketahuilah bahwa orang lain pun juga tidak menginginkan hal yang serupa terjadi. Sebab aib adalah sesuatu yang harusnya ditutup dan disimpan rapat bukan malah dibuka dan disebar-sebarkan pada orang lain. Sehingga menyebarkan aib orang lain merupakan suatu tindakan haram yang amat terlarang, bahkan para ulama memasukkan perilaku tersebut dalam kategori dosa besar. Bahkan perilaku ini amatlah dibenci oleh Allah dan RasulNya. Suatu hari Rasulullah saw naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
_“Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2032)_
Setiap kita pasti memiliki aib diri dan diri kita juga pasti berkeinginan agar aibnya ditutupi dan tidak dibuka oleh Allah swt, maka jika demikian simpanlah dan tutuplah aib orang lain agar Allah swt menutupi aib kita.
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
_“Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat.” (HR. At Tirmidzi)_
Saudaraku, jangan sibukkan diri kita untuk mencari kejelekan, keburukan, rahasia dan aib orang lain. Namun sibuklah menutupi kebusukan diri sendiri. Karena orang yang sibuk memikirkan kejelekan diri sendiri dan melupakan keburukan serta kejelekan atau rahasia orang lain, maka hal itu akan membuat dirinya tentram. Sementara jika kita suka memikirkan, membuka aib dan rahasia serta kejelekan orang lain maka diri kita akan dipenuhi pikiran jelek, hati menjadi tidak tenang, tubuh akan terasa capek dan kita akan selalu berada dalam keburukan sikap. Karena itu jauhi prasangka, tajassus dan ghibah. Sebab seburuk-buruknya prasangka adalah prasangka buruk atas orang lain sekalipun apa yang kita prasangka-kan adalah benar. Dan sebaik-baiknya prasangka adalah berprasangka baik sekalipun yang kita prasangkakan adalah salah. *Don’t be Kepo.*
Semoga Allah swt menutupi aib diri kita dengan kita berusaha kuat menutupi aib saudara kita. Semoga Allah swt mengampuni dosa kita dan melindungi diri kita dari mata, mulut dan telinga orang-orang yang suka mencari kejelekan diri, para tukang kepo. Semoga Allah swt menyelamatkan dan melindungi diri kita dari fitnah yang menghancurkan. Aamiiin..
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir al Afkar