Kanal24, Malang – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tarif listrik menjadi penyumbang utama deflasi ekonomi Indonesia pada Januari 2025. Dikutip dari Liputan6 pada Senin (03/02/2025), Indonesia mengalami deflasi sebesar -0,76 persen pada bulan tersebut.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan bahwa diskon tarif listrik sebesar 50 persen menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan harga secara umum.
Baca juga:
BI Rate Turun 25 bps, Dorong Stabilitas Ekonomi Nasional
BPS : Impor Indonesia Naik 5,31% Sepanjang 2024
“Komoditas tarif listrik menjadi penyumbang utama deflasi pada Januari 2025,” kata Amalia dalam konferensi pers pada Senin (3/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa tarif listrik mengalami deflasi sebesar 32,03 persen, memberikan andil terhadap deflasi sebesar 1,47 persen. “Pada Januari 2025, tarif listrik mengalami deflasi sebesar 32,03 persen dengan andil deflasi sebesar 1,47 persen,” ungkapnya.
Kebijakan diskon tarif listrik yang diberlakukan pemerintah bagi pelanggan dengan daya listrik hingga 2.200 VA menjadi faktor utama penyebab deflasi yang cukup signifikan.
“Deflasi ini terjadi akibat adanya diskon 50 persen bagi pelanggan dengan daya listrik sampai dengan 2.200 VA di Januari 2025,” tambah Amalia.
Sejarah Perubahan Tarif Listrik dan Dampaknya
Amalia juga mengungkapkan bahwa perubahan tarif listrik pernah terjadi pada Juli-Agustus 2022, ketika ada penyesuaian tarif tenaga listrik pada kuartal III-2022 yang turut mempengaruhi tingkat inflasi saat itu.
“Diskon tarif listrik sebesar 50 persen juga tercatat dalam penghitungan inflasi yang dilakukan oleh BPS yang kami umumkan hari ini,” jelasnya.
Deflasi 0,76 Persen di Januari 2025
Secara keseluruhan, BPS mencatat deflasi sebesar -0,76 persen secara bulanan (month to month) dibandingkan dengan Desember 2024. Angka deflasi ini juga serupa dengan hitungan tahun kalender (year to date/ytd).
“Pada Januari 2025, secara bulanan atau mtm dan tahun kalender, terjadi deflasi sebesar 0,76 persen, dengan penurunan Indeks Harga Konsumen dari 106,80 pada Desember 2024 menjadi 105,99 pada Januari 2025,” ungkap Amalia.
Namun, jika dilihat secara tahunan (year on year/yoy), terjadi inflasi sebesar 0,76 persen dibandingkan Januari 2024. Deflasi Januari 2025 ini merupakan yang pertama di tahun ini, setelah terakhir kali terjadi deflasi pada September 2024.
Kelompok penyumbang deflasi terbesar adalah sektor perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar -9,16 persen dengan andil deflasi sebesar -1,44 persen. “Komoditas dominan yang mendorong deflasi kelompok ini adalah tarif listrik, dengan andil terhadap deflasi sebesar 1,47 persen,” terangnya.
Baca juga:
BI Rate Turun 25 bps, Dorong Stabilitas Ekonomi Nasional
BPS : Impor Indonesia Naik 5,31% Sepanjang 2024
Komoditas Lain Penyumbang Deflasi
Selain tarif listrik, beberapa komoditas lain juga menyumbang deflasi, seperti tomat yang mengalami deflasi sebesar 0,03 persen. Tarif kereta api, ketimun, dan tarif angkutan udara masing-masing menyumbang deflasi sebesar 0,01 persen.
Namun, beberapa komoditas justru memberikan andil inflasi, seperti cabai merah dengan andil inflasi sebesar 0,19 persen dan cabai rawit sebesar 0,17 persen. Ikan segar, minyak goreng, dan bensin juga memberikan andil inflasi sebesar 0,03 persen.
Dengan adanya kebijakan pemerintah terkait tarif listrik, diharapkan dampak terhadap deflasi bisa terkendali, sementara sektor lain tetap dalam kondisi stabil agar tidak terjadi lonjakan harga yang dapat memicu inflasi di bulan-bulan mendatang. (nid/lpt)