Islam adalah agama paling sempurna dalam mengatur kehidupan manusia karena islam tidak datang dari hasil pemikiran dan karya manusia melainkan berasal dari Allah swt Sang Pencipta manusia dan kehidupan melalui seorang utusan yang bersifat ummiy (tidak bisa baca tulis) namun sangat terpercaya baik oleh kawan maupun lawan, semuanya mengakui kejujuran nabi sang penerima wahyu melalui malaikat pembawa wahyu yang datang dari Tuhan penguasa alam semesta.
Syariat islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia tanpa ada satupun yang terlewatkan sekalipun dalam penurunan syariat melalui dua cara, yaitu aturan yang turun secara detail terperinci (tafshili) seperti aktifitas ibadah wajib (makhdhoh) semisal shalat, wudhu, haji atau pula aspek kehidupan yang tanpa dengannya akan membuat kerusakan fundamental yaitu semisal syariat tentang pembagian harta waris, pada aspek ini tidak diperkenankan melakukan kontruksi ulang ijtihad. Cara penurunan yang kedua adalah dengan cukup hanya garis besarnya saja (al khutut al ‘aridhah) sehingga memungkinkan untuk melakukan ijtihad sebagai upaya menyesuaikan dan menjawab realitas perkembangan kehidupan. Ranah yang kedua ini paling banyak berkaitan dengan ibadah sosial, interaksi hubungan sosial manusia. Semua syariat ini dipersembahkan bagi manusia agar kehidupannya lebih tenang, bahagia, teratur dan tidak ada yang saling terdhalimi.
Salah satu syariat islam yang agung adalah aturan tentang wajibnya jihad bagi setiap muslim sebagai upaya untuk memuliakan agama Allah swt. Secara kebahasaan (etimologi), kata jihad dalam kitab Lisanul Arab berasal dari kata:
جَهَدَ : اَلْـجَهْدُ، اَلْـجُهْدُ = اَلطَّاقَةُ، اَلْمَشَقَّةُ، اَلْوُسْعُ.
Yang berarti kekuatan, usaha, susah payah, dan kemampuan.
Sementara Menurut istilah (terminologi), arti jihad adalah:
اَلْـجِهَادُ : مُـحَارَبَةُ الْكُفَّارِ وَهُوَ الْمُغَالَبَةُ وَاسْتِفْرَاغُ مَا فِـيْ الْوُسْعِ وَالطَّاقَةِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ.
“Jihad adalah memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan, baik berupa perkataan atau perbuatan.”
Jihad memang tidaklah terbatas pada pengertian perang, namun ada pula makna bahwa jihad yang berupaya mewujudkan apapun dengan segala kesungguhan sebagaimana yang terkandung dalam makna kebahasaan jihad. Sebagaimana asal kata jihad juga bisa berasal dari kata jahada yang dalam derevasinya bisa pula bermakna bahwa اَلْـجَهْدُ berarti kesulitan dan اَلْـجُهْدُ berarti kemampuan. Sehingga jihad dapat pula bermakna kesediaan diri untuk keluar dari berbagai kesulitan yang dilakukan secara sungguh-sungguh.
Namun dalam pengertian syariat, jihad bermakna upaya sungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran dan kemuliaan agama ini sehingga ditegakkan dengan benar dalam kehidupan. Termasuk dalam hal ini adalah kesungguhan untuk menjaga wilayah kaum muslimin dari rongrongan kaum kafir serta memastikan dan menjaga kemuliaan ummat ini sehingga tidak mudah direndahkan oleh kaum lainnya itulah tujuan dari pada jihad yang mulia. Sehingga kaum muslimin wajib menjalani syariat ini dengan penuh kesungguhan. Sebagaimana FirmanNya :
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِۚ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ
Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Anfal : 39)
Kewajiban jihad selalu dikaitkan dengan persoalan keimanan. Bahkan jihad adalah penyempurna keimanan seseorang. Sehingga perintah jihad selalu digandengkan dengan kata “amanuu” orang-orang beriman.
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَٰئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ يُهَاجِرُوا ۚ وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَىٰ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Anfaal: 72)
Demikian pula nabi bersabda yang menegaskan tentang kewajiban jihad ini bagi kaum muslimin :
عَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ –تَبَارَكَ وَتَعَالَى-، فَإِنَّ الْـجِهَادَ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْـجَنَّةِ ، يُذْهِبُ اللهُ بِهِ مِنَ الْهَمِّ وَالْغَمِّ.
“Wajib atas kalian berjihad di jalan Allah Tabaaraka wa Ta’ala, karena sesungguhnya jihad di jalan Allah itu merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu Surga, Allah akan menghilangkan dengannya dari kesedihan dan kesusahan.” (HR. Hakim)
Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata,
إِنَّ أَفْضَلَ الْعَمَلِ بَعْدَ الصَّلَاةِ اَلْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ تَعَالَى.
“Sesungguhnya seutama-utama amal sesudah shalat adalah jihad di jalan Allah Ta’ala.” (HR. Ahmad)
Lalu kepada siapa jihad itu diwajibkan?. Berdasarkan banyak ayat tentang kewajiban jihad sebagaimana yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa jihad diwajibkan bagi semua kaum muslimin, tua dan muda, bahkan terlarang bagi kaum muslimin untuk berpangku tangan disaat agama membutuhkan jiwanya kemudian mereka melarikan diri dan tidak mengambil bagian dalam jihad, kecuali hanya orang munafik saja yang mengambil langkah pengecut demikian.
Dan apabila kita perhatikan lagi berbagai peristiwa dalam sejarah bahwa para pemudalah yang memiliki peran penting dari dakwah dan kewajiban jihad ini. Lihatlah beberapa nama berikut, As’ad bin Zurarah, Sa’ad bin Mu’adz, Usaid bin Hudhair, Zaid bin Tsabit, Mu’adz bin Jabal, dan tokoh-tokoh besar Madinah lainnya adalah para pemuda. Mereka berada dalam barisan terdepan setiap kali Rasulullah SAW memerlukan tenaga, pikiran, harta, dan bahkan jiwa mereka.
Mengingat tujuan dari disyariatkannya jihad adalah memastikan agama ini tetap terjaga kewibawaannya dan sewaktu-waktu kaum muslimin khususnya pemuda dibutuhkan keterlibatan jiwa raganya, seperti halnya peristiwa heroik penuh semangat pengorbanan yang ditunjukkan oleh sahabat Hanzhalah yang jenazahnya dimandikan oleh malaikat sebab dia segera bergegas memenuhi panggilan nabi untuk berjihad saat perang Uhud sementara dirinya baru saja bersama istri yang baru saja dinikahinya dan tanpa pikir panjang begegas dalam kancah pertempuran uhud dan mengantarkannya pada syahid dalam keadaan junub.
Tercatat pula sahabat nabi, Umair bin Al-Humam Al-Anshari yang beliau tidak mau menunda-nunda waktu hanya karena sebutir kurma yang ada digenggamannya dan lebih memilih bergegas menuju medan jihad Badar. Sebagaimana dikatakan olehnya saat di hadapan Rasulullah kala persiapan menuju Badr,
لَئِنْ أَنَا حَيِيتُ حَتَّى آكُلَ تَمَرَاتِي هَذِهِ إِنَّهَا لَحَيَاةٌ طَوِيلَةٌ
“Jika saya masih hidup sampai aku menghabiskan semua kurmaku ini, tentunya itu adalah kehidupan yang lama.” (sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat anas hadist muslim no. 1901).
Demikian pula kisah keempat pemuda putra dari al Khansa, seorang sahabat wanita yang hidup di masa Nabi Muhammad yang sangat mencintai Allah dan Rasulullah. Beliau rela mengirim ketiga putranya untuk turut serta dalam seruan jihad Rasulullah yang keempatnya itu kemudian gugur sebagai syahid dalam keadaan sang ibu meridhoinya.
Berbagai kisah tersebut diatas memberikan sebuah pemahaman bagi kita bahwa pemuda muslim para sahabat nabi adalah sosok yang selalu siap sedia kapanpun saja untuk memenuhi panggilan jihad guna menegakkan kebenaran dan kemuliaan agama ini tanpa ada rasa ragu khawatir dan takut sedikitpun dalam dada mereka. Tentu sikap siap guna yang demikian tidaklah muncul tiba-tiba melainkan membutuhkan latihan lahir batin disertai penanaman nilai keimanan dan semangat ruh perjuangan yang tinggi. Untuk itu selayaknya bagi setiap pemuda muslim untuk ditanamkan jiwa militer, perjuangan atau jihad yang seperti demikian sehingga kapanpun saja setiap saat bisa didaya gunakan untuk menjaga kemuliaan agama ini dari rongrongan musuh-musuhnya.
Demikianlah para pemuda pada masa nabi mereka telah membangun sejarahnya dengan keimanan yang utuh dan semangat yang menggelora dan mereka telah menunjukkan keberaniannya turut dalam medan jihad yang kapanpun saja memanggilnya. Karenanya dalam islam setiap pemuda adalah wajib militer guna menyiapkan dirinya memenuhi panggilan jihad.
Semoga Allah mengkaruniakan semangat jihad yang tak pernah kendor dalam menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan demi kemuliaan agama ini. Katakan, hidup kita mulia atau mati syahid. Udep saree matee syahid. Semoga Allah meridhoi kita semua. Aamiiin…
KH. Akhmad Muwafik Saleh dosen FISIP UB, penulis produktif, pengasuh pondok pesantren mahasiswa Tanwir Al Afkar