Oleh : Dr. Akhmad Muwafik Saleh, M.Si.*
Tidak jarang seseorang jika memiliki masalah, lalu ia curhat pada orang lain, menceritakan berbagai persoalannya, bahkan detail masalahnya. Memang mengungkapkan masalah adalah separuh dari penyelesaian masalah, yaitu setidaknya di saat seseorang mengungkapkan masalah yang dialaminya terhadap orang lain atau menumpahkan berbagai hal yang memberatkan pikiran dan perasaannya, maka tentu hal itu akan meringankan dan mengurangi beban yang ada dalam pikiran.
Tapi juga patut diingat bahwa tidak semua orang bersedia menerima cerita masalah diri kita. Ketahuilah, bahwa setiap orang juga punya masalah, di saat kita menceritakan problematika diri kita, maka setidaknya dia juga ikut terbebani atas masalah kita. Artinya saat kita tumpahkan beban pikiran pada orang lain, maka orang lain pun akan menerima beban pula dalam pikirannya.
Mengungkapkan masalah mengurangi beban pikiran, tapi disaat hal itu ditumpahkan pada orang lain, dan saat orang lain tidak mampu menampungnya karena dirinya juga terbebani dengan masalahnya sendiri (berlebihan beban), maka sudah barang tentu dia akan memuntahkannya, dan dia akan menceritakan masalah kita kepada orang lain lagi, karena itu yang paling aman bagi dirinya daripada menceritakan beban masalahnya sendiri.
Maka dari sinilah bermula bocornya informasi diri kita pada orang lain, yang kemudian berpeluang untuk menyebar dan viral bahkan akan menjadi perbincangan banyak orang. Dari sinilah lahirnya ghibah (berita benar) dan kemudian muncullah fitnah (berita salah).
Pastinya, kita tidak tahu bagaimana isi hati orang lain. Bisa jadi di hadapan kita, dia berwajah baik, bersikap santun dan empati. Namun tidak ada satupun yang tahu, bagaimana isi hatinya. Hari ini mungkin dia bersedia mendengarkan kita, namun ada kalanya pula informasi diri kita bisa menjadi bahan perbincangan dengan orang lain.
Ketahuilah, informasi diri kita yang disampaikan kepada orang lain dapat mencelakakan diri kita sendiri. Sebab itulah, Allah swt memberikan arahan kepada hambanya agar bersedia menutupi aib orang lain. sebagaimana dijelaskan dalam sabda :
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang Siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah mengajarkan kepada siapapun yang mengetahui aib orang lain untuk menutupinya.
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)
مَنْ سَتَرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ فِي الدُّنْيَا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa menutupi (aib) saudaranya sesama muslim di dunia, Allah menutupi (aib) nya pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Sebaliknya, siapa yang mengumbar aib saudaranya, Allah akan membuka aibnya hingga aib rumah tangganya.
مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَشَفَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ كَشَفَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ حَتَّى يَفْضَحَهُ بِهَا فِي بَيْتِهِ
“Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya.” (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini memberikan sebuah informasi kepada kita, bahwa boleh jadi seseorang yang ditutup aibnya oleh Allah kemudian dia curhat, menceritakan kepada orang lain, sehingga orang lain mengetahuinya. Karena itu Rasulullah mengingatkan, jika seseorang mengetahui informasi aib orang lain dari manapun sumbernya, maka tutuplah aib itu !. Rasulullah bersabda :
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إلا المُجَاهِرِينَ، وَإنَّ مِنَ المُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ باللَّيلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ عَلَيهِ،
فَيقُولُ: يَا فُلانُ، عَمِلتُ البَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصبحُ يَكْشِفُ ستْرَ اللهِ عَنْه. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Setiap umatku akan diampuni, kecuali mereka yang terang-terangan melakukan dosa. Meskipun begitu, mereka yang terang-terangan berdosa di malam hari tetap ditutupi aib dan dosanya hingga pagi hari. Namun ada yang justru menceritakan aib dan dosanya dan berkata: “Tadi malam aku melakukan ini dan itu. Allah telah menutupinya namun dirinya sendiri yang membuka aibnya itu.” (Muttafaqun Alaihi).
Untuk itu berhati-hatilah di dalam berkeluh kesah, curhat tentang diri kita, terlebih tentang aib kita kepada orang lain agar tidak menjadi bumerang yang membahayakan diri kita sendiri. untuk itu cukuplah Apabila kita ingin berkeluh kesah atau mengungkapkan berbagai persoalan yang terjadi atau kita alami, maka cukuplah berkeluh kesah, curhat kepada Allah saja, Dzat yang Maha Menyimpan Rahasia, Dzat Yang Maha Menutupi setiap kekurangan, Dzat Yang Mencukupi berbagai kebutuhan hambaNya.
Allah adalah sesempurna-sempurnanya tempat untuk kita berkeluh kesah, curhat, menyampaikan segala persoalan hidup. Allah swt tidak akan mensia-siakan siapapun yang mendatanginya. Bahkan Dialah Allah yang akan memberikan jalan keluar dan solusi atas semua keluh kesah kita. Karena Dia Allah Maha Ar Rahman Ar Rahim, Maha Belas kasih, yang kasihNya melampaui murkaNya.
Dia-lah Dzat Yang Maha pemalu yaitu malu apabila ada seorang hamba berkeluh kesah, menengadahkan tangan meminta kepadaNya kemudian sang hamba pulang dengan hampa Allah malu untuk itu Allah tidak akan pernah berhutang doa dan harapan untuk kita sebagaimana disebutkan dalam hadis
Dari Salman al-Farisi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَيِىٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِى مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا
“Sesungguhnya Rabb-mu (Allah) Ta’ala adalah maha pemalu lagi maha mulia, Dia malu terhadap hamba-Nya (yang berdoa dengan) mengangkat kedua tangannya kepada-Nya kemudian Dia menolaknya dengan hampa“ (HR. Abu Dawud)
Jika Allah SWT sedemikian rapi menyimpan rahasia, dan sangat baik dalam mendengarkan doa, bahkan belas kasih dalam mengabulkan setiap keluh kesah dan pengaduan, sebaliknya manusia adalah makhluk lemah yang tidak punya kemampuan apapun dalam mewujudkan keinginannya sendiri.
Lalu pertanyaanya, masihkah kita akan tetap berkeluh kesah kepada makhluk yang sama-sama tidak berdaya, sama-sama lemah ?. Tidakkah sesungguhnya di saat kita berkeluh kesah kepada sesama makhluk yang lemah, kepada sesama manusia, maka sesungguhnya semua hal itu sama dengan kita telah meremehkan dan merendahkan Allah SWT yang Maha segala Maha ?. Cukuplah kiranya apa yang disampaikan oleh Imam Al-Junaid dalam kalamnya sebagaimana berikut:
مَنْ أَصْبَحَ وَهُوَ يَشْكُو ضَيْقَ الْمَعَاشِ فَكَاَنَّمَا يَشْكُو رَبَّهُ وَمَنْ أَصْبَحَ لِأُمُوْرِ الدُّنْيَا حَزِيْنًا فَقَدْ أَصْبَحَ سَاخَطًا عَلىَ اللهِ
Artinya: “Barangsiapa suka mengadukan kesulitannya kepada sesama manusia, maka seolah-olah ia mengadukan Tuhannya (kepada mamusia tersebut). Dan barangsiapa merasa sedih dengan kondisi duniawinya, maka dia menjadi orang yang membenci Allah.” (kitab Riyadhu Akhlaqis Shalihin, Syekh Ahmad bin Muhammad Abdillah : hal. 32)
Karena itu jangan suka curhat pada manusia. Kemuliaan seseorang adalah manakala dirinya telah merasa tidak membutuhkan (istighna’) dari manusia dan hanya merasa membutuhkan Allah Semata. Sebagaimana dalam hadits :
وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ، وَعِزِّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ
“Ketahuilah! Kemuliaan seorang mukmin adalah saat ia mampu melakukan qiyamul lail (shalat malam)! Kehormataan seorang mukmin adalah saat ia bisa hidup tanpa belas kasihan manusia!” (HR. Thabroni)
Dialah Allah yang Maha mendengar dan maha menjawab setiap keluh kesah manusia yang tidak pernah bosan atas keluh kesah manusia yang disampaikan kepadaNya. Bahkan Allah swt Rindu atas keluh kesah manusia saat manusia ditimpakan masalah olehNya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi :
“اذْهَبُوا إِلَى عَبْدِي فَصُبُّوا عَلَيْهِ الْبَلَاءَ صَبًّا، فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَ صَوْتَهُ”
“Pergilah kepada hamba-Ku, lalu timpakanlah berbagai ujian kepadanya, karena Aku ingin mendengarkan rintihannya.” (HR Thabrani dari Abu Umamah)
Perhatikan bagaimana para nabi dalam berkeluh kesah atas. Mereka hanya berkeluhkesah, mengadu dan curhat semata hanya kepada Allah swt, tidak kepada yang lain. Hal ini terungkap dalam doa-doa para nabi kepada Allah swt. Sebagaimana Doa Nabi Musa yang diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mas’ud
اَلَّلهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ وَاِلَيْكَ الْمُشْتَكَى وَاَنْتَ الْمُسْتَعَانُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Artinya: “Ya Allah segala puji bagi-Mu. Kepada Engkaulah aku mengadu dan hanya Engkau yang bisa memberi pertolongan. Tiada daya dan upaya, serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.” (Kitab Al-Mu’jam Al-Ausath lith-Thabraniy, Hadits Marfu’ (3505)
Perhatikan pula, bagaimana saat Nabi Ya’qub ‘alaihissalam ketika sedang menghadapi kesedihan berupa kehilangan Yusuf, putra tercintanya. Saat anak-anaknya mengkhawatirkan kesehatannya karena terus-menerus mengkeluhkesahkan Yusuf kepada Allah swt. Maka dengarlah jawaban Nabi Ya’qub yang perlu diteladani setiap muslim,
قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ
“Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86)
Perhatikan pula tentang Nabi Zakaria. Saat berkeluh kesah hanya pada Allah swt atas masalah dirinya yang belun memiliki keturunan hingga lanjut usia, dan istrinya dalam keadaan mandul. Nabi Zakaria hanya curhat pada Allah tanpa berputus asa. Akhirnya karena keyakinan yang dalam dan permohonan yang terus-menerus dimunajahkan Allah pun memberikan kabar gembira kepada Nabi Zakaria perihal dirinya akan mendapat seorang anak yang bernama Yahya. Sebagaimana dalam FirmanNya, yang artinya :
“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata “Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawalikusepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.” (QS. 19 : 2 – 6).
Allah pun menjawab keluh kesah Nabi Zakaria. “Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia.” (QS. 19 : 7 – 8).
Demikianlah para Nabi telah memberikan contoh bahwa di saat kita mendapati suatu masalah maka Cukuplah kita berkeluh kesah dan curhat kepada Allah swt Semata. Karena Allah Maha dekat. Bahkan lebih dekat daripada urat leher kita dibandingkan manusia yang masih berjarak dengan diri kita. Allah berfirman :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الوَرِيْدِ
“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [QS Qaf: 16]
Allah SWT juga menegaskan bahwa Allah Maha Mendengar dan Menjawab setiap doa, keluh kesah, curhatan kita. Sebagaimana dalam firmaNnya :
أَمِنْ يُجِيْبُ المُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَ يَكْشِفُ السُّوْءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” [QS. An Naml: 62]
Para Nabi sadar bahwa curhat kepada manusia tidaklah menyelesaikan masalah. Karena mereka juga penuh dengan masalah. Kalau ingin curhat, maka curhatlah kepada yang sama sekali tidak memiliki masalah, bahkan memberikan solusi atas setiap masalah, dan itu tiada lain kecuali adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Jadi jika ingin curhat, cukuplah curhat kepada Allah SWT. Yaitu di saat kebanyakan manusia sedang tidur, saat itu cukuplah berdua saja dengan Allah SWT, di tengah malam saat sepertiga malam terakhir. Menangislah saat itu, curhatkan dan ungkapkan segala apapun masalah yang sedang kita hadapi kepada Nya Sang Pemilik Solusi atas semua masalah di dunia ini. Allah SWT Maha Mendengar dan Maha Menjawab setiap doa. Dan Allah swt pasti akan memberikan jawaban pada saat yang tepat menurut-Nya, bukan menurut kita.
Inilah kiranya salah satu makna dari ikrar keimanan yang kita baca setiap saat dengan kalimat “iyyaka na’budu waiyyaka nasta’in”, hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami meminta pertolongan. Jadi, jika mau curhat, cukup kepada Allah SWT saja ‼.
*) Dr. Akhmad Muwafik Saleh, M.Si., Dosen FISIP UB, Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang