Oleh : Dr. Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos. M.Si.*
Tidak diragukan lagi, bahwa tawakal mampu mendatangkan keajaiban dan pertolongan dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Begitulah yang dialami oleh para nabi pada saat mereka bertawakal penuh kepada Allah, maka Allah berhak mendatangkan keajaiban. Lihatlah Bagaimana Nabi Nuh Alaihissalam bertawakal penuh atas perintah Allah untuk membuat perahu, sehingga diselamatkanlah dari bencana air bah. Perhatikan pula Nabi Ibrahim, bertawakal penuh atas perintah Allah untuk menyembelih anaknya, Ismail. Sehingga datanglah keajaiban, digantikannya Nabi Ismail dengan seekor kambing. Demikian pula ketika nabi Ibrahim bertawakal penuh kepada Allah saat akan dilempar ke Api oleh Raja Namrud, maka datanglah keajaiban dari Allah. Api yang khasyiyahnya panas, kemudian berubah menjadi dingin.
Demikian pula nabi kita Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, tatkala dikejar oleh musuh dalam perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah, Setelah semua strategi rasional dipergunakannya untuk menghindar dari kejaran orang-orang kafir Quraisy, dengan segala strategi maksimal yang dilakukannya, hingga Nabi Muhammad bersembunyi di dalam gua Tsur. Namun tetap saja diketahui oleh orang bayaran kaum kafir Quraisy, maka pada saat itu Rasulullah saw bertawakal penuh kepada Allah, sehingga didatangkanlah keajaiban berupa sarang laba-laba yang menutupi kembali mulut gua, sehingga membuat orang kafir Quraisy terkecoh pandangannya. Kiranya terdapat masih banyak lagi kisah-kisah ketawakalan lain yang berujung pada keajaiban, solusi jalan keluar atas masalah yang dihadapi. Demikianlah bahwa ketawakkalan akan mengundang datangnya keajaiban.
Mengapa bisa demikian ? Jawabannya adalah karena manakala seseorang bertawakal kepada Allah, berarti dia telah menyerahkan secara penuh segala urusannya kepada Allah saw. Jika demikian, maka tentulah Allah yang Maha bertanggung jawab atas makhlukNya, pasti akan mengambil alih semua urusan itu. demikianlah yang di janjikan oleh Allah dalam FirmanNya ;
وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا
Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (QS. Ath-Thalaq: 3]
Sehingga apabila seseorang dilanda kesusahan atau menghadapi suatu permasalahan yang berat, atau pula permasalahan yang berhubungan dengan orang lain hingga menyebabkan luka pada hati, maka cukup pasrahkan saja urusan itu kepada Allah SWT, tentulah Allah akan mengambil alih semua urusan itu dan menyembuhkan luka yang ada.
Tawakkal adalah keadaan jiwa yang tenang dan tentram, baik dalam keadaan suka ataupun duka. Ketawakalan itu ibarat orang yang mati Dia tidak memiliki kemampuan untuk menolak dan memilih Apa yang dilakukan kepadanya saat dimandikan begitu pula seseorang yang telah sampai pada tingkat ketawakalan ini dia sepenuhnya menyerahkan diri kepada kehendak Allah atas apa yang terjadi pada dirinya. Namun demikian tawakkal bukan berarti meninggalkan ikhtiar atau usaha, melainkan harus tetap disertai usaha maksimal sesuai dengan kemampuannya. Karena ikhtiar adalah bentuk ketaatan kepada Allah SWT, sementara tawakkal adalah bentuk penyerahan diri kepadaNya.
Lalu, Mengapa pula ada orang yang pasrah kepada Allah, namun tidak juga diselesaikan urusannya oleh Allah SWT ?. Jawabnya, mungkin bisa jadi dia tidak benar-benar menyerahkan urusannya kepada Allah SWT. Mereka tidak totalitas, masih setengah-setengah, yang artinya belum sepenuhnya percaya agar urusan itu diambil alih oleh Allah SWT. Ibarat seseorang yang menitipkan barang pada orang lain, apabila sepenuhnya dia yakin dan percaya pada orang tersebut dan pasrah penuh serta totalitas menyerahkan barang itu, maka tentu orang yang diamanahi tersebut akan mengambil alih penuh urusan itu. Namun sebaliknya, apabila setengah-setengah dalam menyerahkan barang, tidak sepenuhnya yakin. Maka tidakkah hal itu hanya akan membuat tersinggung perasaan orang yang dititipi barang, sehingga jangan salahkan pula jika dia tidak sepenuhnya mengambil alih urusan tersebut.
Ketahuilah, tidak ada suatu masalah yang menimpa diri kita ataupun luka yang membekas di hati, kecuali semua itu adalah dari Allah subhanahu wa ta’ala. Karena itu, maka pasrahkan, kembalikan sepenuhnya urusan tersebut kepada Allah, dan tentulah Allah akan mengambil alih dan menyempurnakannya.
قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوۡلَىٰنَاۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 51)
Kepasrahan atau tawakal, senafas dengan keikhlasan, penerimaan atas takdir Allah sikap pasrah tawakal dan ikhlas menerima adalah dua hal yang akan mendatangkan keajaiban berupa sembuhnya luka yang ada di hati
Lalu bagaimana cara menyerahkan total dan mengikhlaskan setiap persoalan dan luka hati itu ?. Caranya adalah lakukan provokasi pikiran dan perasaan kita, melalui kekuatan afirmasi dan pengulangan (the power of repitition). Katakan atas persoalan yang kita hadapi, “Ya Allah, sekalipun Engkau memberikan kepadaku persoalan ini…… (sebut masalahnya atau luka hatinya) , Aku pasrah, aku Ridho, aku ikhlas Engkau memberikan ini kepadaku”.
Ucapkan hal ini berulang kali sambil letakkan tangan didada untuk memberikan sentuhan pada perasaan agar menerima secara ikhlas atas ketetapan Allah SWT. Lakukan hal ini berulang kali setiap saat atau setiap muncul pikiran atau perasaan sakit hati. Maka in syaa Allah, apabila kita melakukannya dengan penuh keyakinan dan sungguh-sungguh, dengan izin Allah, luka yang ada di hati akan disembuhkan oleh Allah, kemudian rasakan diri kita akan terasa menjadi lebih nyaman dan ringan. In syaa Allah.
*) Dr. Akhmad Muwafik Saleh, S.Sos. M.Si., Dosen FISIP UB, Pengasuh Pesantren Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang