Kanal24, Malang – Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam memberikan perlindungan kepada pekerja migran perempuan. Langkah ini menjadi perhatian utama mengingat perempuan mendominasi jumlah pekerja migran asal Indonesia. Selain memastikan hak-hak mereka terpenuhi, pemerintah juga berupaya menjaga kesejahteraan keluarga para pekerja migran, termasuk anak-anak yang mereka tinggalkan.
Pelindungan ini dimulai dengan memastikan proses penempatan pekerja migran dilakukan melalui sistem yang aman dan terstruktur. Pemerintah memberikan perhatian khusus pada setiap tahap perjalanan pekerja, mulai dari sebelum keberangkatan, selama bekerja di luar negeri, hingga mereka kembali ke Tanah Air. Jaminan perlindungan dan pendampingan ini menjadi elemen penting untuk mengurangi risiko yang kerap dihadapi oleh pekerja migran perempuan.
Tidak hanya itu, sosialisasi mengenai hak-hak pekerja perempuan juga terus digencarkan. Pemerintah mendorong pemahaman terkait kontrak kerja yang jelas agar para pekerja lebih memahami posisi dan hak mereka saat bekerja di luar negeri. Selain itu, dukungan ekonomi diberikan melalui penyediaan kredit usaha rakyat dan pelatihan pengasuhan anak. Program ini bertujuan memastikan bahwa pekerja migran tidak hanya memiliki keterampilan tetapi juga akses ekonomi yang memadai. Bahkan, anak-anak pekerja migran juga mendapatkan perhatian khusus melalui program beasiswa pendidikan untuk menjaga keberlanjutan masa depan mereka.
Namun, meskipun berbagai upaya telah dilakukan, pekerja migran perempuan masih menghadapi berbagai kerentanan. Mereka kerap menjadi sasaran kekerasan berbasis gender, diskriminasi, dan ketidakpastian hukum di negara tempat mereka bekerja. Tidak hanya itu, tantangan sosial juga muncul, terutama bagi anak-anak yang ditinggalkan oleh para pekerja. Kurangnya perhatian dan pendidikan menjadi dampak yang sulit dihindari.
Data dari Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI) menunjukkan bahwa pada Januari 2025, jumlah pekerja migran asal Indonesia mencapai 297.434 orang. Dari jumlah tersebut, perempuan mendominasi dengan 201.343 pekerja, sementara pekerja laki-laki tercatat sebanyak 96.091. Negara tujuan utama para pekerja adalah Hong Kong dengan 99.773 pekerja, disusul Taiwan dengan 84.581 pekerja, dan Malaysia dengan 51.723 pekerja.
Sayangnya, tantangan lain yang dihadapi adalah tingginya jumlah pengaduan. Pada tahun 2024, terdapat 1.500 pengaduan yang tercatat, dengan jumlah pengaduan tertinggi berasal dari Malaysia sebanyak 424 kasus, disusul Taiwan dengan 270 kasus, dan Arab Saudi sebanyak 186 kasus.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, menegaskan pentingnya upaya perlindungan ini. Ia menyatakan bahwa melindungi perempuan dan anak-anak pekerja migran merupakan langkah strategis untuk menjaga kesejahteraan mereka. “Pelindungan ini penting untuk menjaga kesejahteraan perempuan dan anak-anak pekerja migran Indonesia. Kita memastikan setiap pekerja migran dan keluarganya mendapatkan akses yang lebih baik terhadap hak-haknya,” ujar Arifah.
Melalui berbagai kebijakan ini, pemerintah berharap mampu memberikan rasa aman dan perlindungan nyata kepada pekerja migran perempuan. Langkah-langkah tersebut tidak hanya bertujuan melindungi mereka di negara tempat bekerja, tetapi juga memastikan bahwa keluarga yang mereka tinggalkan tetap mendapatkan perhatian dan kesejahteraan yang layak.