KANAL24, Malang – Pemerintah tidak pernah membedakan ketentuan tentang radikalisme. Karena ukurannya sudah jelas.
Penjelasan itu dikemukakan Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam Kementrian Agama, Prof. Dr. M. Arskal Salim, GP, MA, siang ini, (10/10/2019) menjawab pertanyaan Kanal24. Hal itu dikatakannya sebelum memberikan kuliah tamu di lt 7 Gedung A, FISIP-UB.
Ukuran radikalisme yang dipakai untuk menilai orang, kelompok atau organisasi itu, menurutnya adalah, kegiatan yang bertujuan mengganti nilai dasar yang disepakati bagi Indonesia. Lebih berat lagi bila ingin meruntuhkan NKRI.
Ukuran penilaiannya sama, yang berbeda itu, dikatakannya, terkait treatment (perlakuan) yang ditempuh untuk mengantisipasi. Treatment sesuai kondisinya. Karena medan, tipikal dan kohesivitas berbeda.
Namun guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta itu mengakui, treatmen yang dapat dilakukan pemerintah memang terbatas. Implementasi dari treatment itu terkadang sulit.
Arskal mencontohkan, menyikapi kondisi di Papua lebih sulit. OPM lebih sulit disikapi dibanding RMS.
Menurut peraih gelar doktor di Australia itu mengemukakan, sekarang Indonesia perlu hati-hati dalam bersikap. Jangan sampai lepasnya Timor Timur terulang.
“Hal itu juga menyangkut marwah bangsa. Marwah Indonesia diintervensi,” jelasnya. (mon)