KANAL24, Malang – Salah satu poin yang diperhatikan ketika Universitas Brawijaya berubah status menjadi PTNBH adalah otonomi keuangan. UB memiliki beberapa badan usaha yakni, BUA, BUNA, dan BUKes, yang dipayungi BPU (Badan Pengelola Usaha) yang dibentuk untuk membantu persoalan keuangan UB.
Kanal24 berkesempatan untuk mewawancarai langsung salah satu direktur utama badan usaha tersebut yakni Dr. Herman Suryokumoro, S.H.,MS sebagai Dirut BUA.
Menurutnya, universitas yang sudah PTNBH pola keuangan tidak harus semua disetorkan ke rekening negara dalam hal ini rektorat. Untuk saat ini, BUA masih berada di tahap investasi. Rektor masih menanam modal ke unit-unit yang ada di BUA, untuk beli lahan, peralatan lab, dll. Tahapan ini jika dilihat dalam perencanaan berlangsung 3-5 tahun. BUA sudah mendekati kurun waktu tersebut sehingga tahun depan, Herman menegaskan kepada jajarannya, BUA harus sudah masuk ke tahap kemandirian, sudah tidak lagi invetasi.
“Di tahap mandiri kita memang belum diminta untuk mendatangkan keuntungan / surplus tetapi minimal sudah imbang antara pembelian dan penjualan. Untuk keseimbangan ini, bukan tidak boleh lagi meminta investasi tetapi kalau kita melakukan investasi di tahapan ini, sifatnya bukan lagi bantuan atau pagu pengadaaan univ. tapi sudah seperti pinjaman kepada universitas yang wajib dikembalikan. Ini berlaku mulai tahun depan,” paparnya.
Poin lain yang juga menjadi perhatian adalah pimpinan unit-unit badan usaha akan diambil dari kalangan profesional. Mantan dekan FH UB itu menjelaskan hal tersebut adalah suatu kewajiban, karena di dalam UU ASN, ASN tidak boleh bekerja diluar bidangnya apalagi di perusahaan.
“Kalau nanti sudah PTNBH, unit-unit badan usaha yang ada di UB akan ganti baju menjadi perusahaan murni. Contohnya salah satu unit BUNA, yakni UB Guest House. Manager dan karyawan adalah karyawan hotel bukan Brawijaya begitu pula dengan gaji yang mereka ambil dari pendapatan usahanya. Saya mengajak ayo semua unit mulai berkreasi, inovasi, bagaimana bisa mendapatkan penghasilan yang dapat digunakan untuk membiayai biaya rutin dan biaya pengembangan usaha,” jelas putra Malang tersebut.
Kekhawatiran akan mampu tidaknya UB menjadi PTNBH juga turut diutarakan oleh Herman. Akan tetapi, pakar hukum internasional FH UB itu menyikapi kekhawatiran sebagai pacuan untuk terus berinovasi dan professional dalam menjalankan unit-unit usaha.
“Ketika Rektor punya kebijakan pimpinan badan usaha dari professional, saya senang. Karena kalau sudah profesional saya yakin kita bekerja sungguhan. Kalau sekarang ini, masih dibilang amatiran karena kerjanya sambil jadi dosen. Bisa nanti rekrut dari mahasiswa atau masyarakat yang memang bekerja untuk itu. Justru dengan kekhawatiran itu kita punya tekad untuk tidak akan lengah,” tambahnya.
Herman mengajak untuk memaksimalkan pasar yang sudah terbuka lebar di depan mata. Mahasiswa di UB sekitar 68 ribu, dosen dan karyawan sekitar 6 ribu, ini potensi pasar yang besar. Ada acara bulanan seperti wisuda, harus dimanfaatkan dengan maksimal untuk pemasaran produk. (meg)