Kanal24, Malang – Perubahan iklim telah menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan hidup di planet ini. Transisi energi dari sumber fosil ke energi terbarukan bukan lagi sekadar opsi, melainkan keharusan yang mendesak. Dalam rangka memperkuat pemahaman ini, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) menggelar acara bertajuk “MPR RI Goes to Campus: Urgensi Transisi Energi Mencegah Dampak Perubahan Iklim” di Gedung Widyaloka Universitas Brawijaya, Selasa (18/3/2025).
Acara ini menghadirkan Wakil Ketua MPR RI, Dr. Eddy Soeparno, S.H., M.H., dan Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., sebagai pembicara utama. Mereka membahas pentingnya langkah konkret dalam mengatasi krisis lingkungan melalui transisi energi yang berkelanjutan dan peran aktif generasi muda.
Urgensi Transisi Energi dan Konstitusi
Dr. Eddy Soeparno menegaskan bahwa transisi energi bukan hanya agenda global, tetapi juga merupakan amanat konstitusi Indonesia. “Transisi energi itu penting karena kita ingin beralih dari energi fosil ke energi terbarukan yang hijau dan bersih. Ini merupakan amanat Undang-Undang Dasar Pasal 28H yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup di lingkungan yang bersih,” ujar Eddy.
Menurutnya, penggunaan energi bersih dan hijau adalah hak fundamental yang harus diperjuangkan. “Sebagai anggota MPR RI, kami memiliki kewajiban untuk menyampaikan ini kepada seluruh masyarakat, termasuk kalangan kampus,” tambahnya.

Ketahanan Pangan, Energi, dan Air: Pilar Kemandirian Nasional
Selain itu, Eddy juga menekankan pentingnya ketahanan di tiga sektor utama, yaitu pangan, energi, dan air, sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor.
“Kita perlu mengembangkan sumber daya yang kita miliki di dalam negeri. Indonesia memiliki banyak sumber energi terbarukan yang bisa dimanfaatkan. Jika kita beralih dari energi fosil, kita tidak perlu impor lagi,” jelas Eddy.
Di sektor pangan, ia menyebutkan bahwa saat ini enam dari sembilan bahan pokok masih bergantung pada impor. “Jika kita bisa memproduksi sembako sendiri, ketergantungan pada impor akan berkurang,” ujarnya. Sedangkan untuk sektor air, Eddy menyoroti pentingnya menjaga lahan hijau dan mencegah alih fungsi lahan untuk menjaga keberlanjutan debit air.
Peran Mahasiswa dalam Teknologi Hijau
Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, mengajak mahasiswa untuk menjadi aktor utama dalam transisi energi. Menurutnya, generasi muda memiliki peran strategis dalam menciptakan teknologi ramah lingkungan sekaligus mengubah pola perilaku masyarakat.
“Sebagai generasi muda Indonesia, mahasiswa harus terlibat aktif dalam menemukan teknologi-teknologi hijau dan mengubah perilaku menjadi lebih ramah lingkungan. Ini adalah bagian penting dalam transisi energi di Indonesia,” tutur Prof. Widodo.
Ia juga memaparkan langkah-langkah konkret yang dilakukan Universitas Brawijaya, termasuk menerapkan regulasi, membangun kultur peduli lingkungan, dan menciptakan program-program berbasis konservasi energi. “Kami punya gerakan yang disebut Green Campus. Salah satu programnya adalah peralihan ke energi terbarukan dan menuju net zero carbon,” jelasnya.
Prof. Widodo juga menyoroti pentingnya kolaborasi dan gotong royong. “Generasi muda perlu diarahkan untuk tidak hanya memahami pentingnya transisi energi, tetapi juga bertindak nyata demi membangun masa depan mereka yang lebih baik,” tambahnya.
MPR RI dan Kampus: Membangun Kesadaran Bersama
Acara ini menjadi wadah untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan dunia akademik dalam menghadapi krisis perubahan iklim. Dengan menyampaikan pesan-pesan strategis kepada mahasiswa, MPR RI berharap dapat mendorong partisipasi aktif generasi muda dalam menciptakan solusi berkelanjutan.
Di tengah tantangan global, acara ini menjadi pengingat bahwa transisi energi bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga soal kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan demi generasi mendatang.(din/bel)